Di negara barat, menyewa rahim sudah menjadi hal lumrah dan sering didapatkan.
Yuliana adalah sosok ibu tunggal satu anak. Demi pengobatan sang anak, ia mendaftarkan diri sebagai ibu yang menyewa rahimnya, hingga ia dipilih oleh satu pasangan.
Dengan bantuan alat medis canggih, tanpa hubungan badan ia berhasil hamil.
Bagaimana, Yuliana menjalani kehamilan tersebut? Akankah pihak pasangan itu menyenangkan hatinya agar anak tumbuh baik, atau justru ia tertekan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kinamira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aku Akan Menerimanya
"Tuan anda bisa tidur di kamar anda sendiri, kenapa ingin tidur di kamarku?" Yuliana berusaha menutup pintu kamarnya, menahan agar Sean tidak masuk. Namun, apalah daya kaki Sean sudah mengganjal di depan pintu. Sekali Sean mengeluarkan tenaga pun Sean pasti akan bisa langsung masuk.
"Kamarmu? Heh, jangan berlagak, kau adalah keluarga di rumah ini!" sahut Sean dengan ketus.
Bibir Yuliana bergetar. "Baiklah, silahkan tidur di sini, saya tidur di luar," ucap Yuliana membuka pintu ingin keluar. Namun, saat ia akan keluar, Sean dengan cepat mengangkat tubuhnya. Membuatnya seketika menjerit.
Sean sedikit melempar tubuh Yuliana ke atas kasur, membuat Yuliana segera menggulung tubuhnya dengan selimut.
"Tuan Sean Sawyer, apa begini kelakuan kamu jika tidak ada istrimu!" pekik Yuliana menutupi tubuhnya, dengan mata melotot tajam menjurus pada Sean.
Sean menaikkan sebelah alisnya. "Memangnya kau siapa, menganggap kau sebanding istriku!" sahut Sean dengan ketus dan dingin.
"Aku hanya ingin tidur di sini, sembari memeluk anak dalam kandunganmu. Bukannya kamu ingin menerima anak itu?" sahut Sean dengan tegas menyampaikan niatnya.
Yuliana diam. Dipeluk, artinya melalui dirinya, ia merasa keberatan untuk itu. Namun, dengan alasan ingin mendekatkan diri dan belajar menerima anak itu, adalah tawaran yang baik.
Tatapan tajam Yuliana menurun. Wanita itu pun perlahan menurunkan selimut di tubuhnya. Membuat Sean mengerutkan kening, penasaran hal apa yang membuat Yuliana terlihat akan patuh.
"Berjanjilah, kau akan menerimanya, mencintai dan merawatnya dengan baik. Ingatlah Tuan, ini anakmu," ucap Yuliana menatap dengan tegas pada Sean.
Sean diam memandang wajah serius Yuliana yang selalu sama setiap membahas anak itu.
"Apa kau mencintai anak di kandunganmu yang jelas-jelas bukan anakmu, dan tidak akan mengikuti genetik mu sedikitpun? Kenapa?" tanya Sean mendudukkan tubuhnya di sisi kasur lainnya, tanpa mengalihkan pandangannya.
Semakin ia mengenal Yuliana, semakin besar pula rasa penasaran akan sikap dan cara berpikir wanita itu.
"Tentu saja aku mencintainya, karena aku mengandungnya, aku yang merasakan sakitnya, aku yang menggendongnya selama 9 bulan, untuk membawanya ke dunia ini. Meski secara biologis dia bukan anakku, tapi dia tetap anak yang akan ku lahirkan," ucap Yuliana dengan tegas sembari mengusap perutnya.
"Ada banyak orang tua di sana, yang bahkan menyayangi anak angkatnya. Apalagi diriku yang mengandungnya tentu aku akan mencintainya."
Yuliana mengambil nafas panjang, bola matanya mulai berkaca-kaca, membayangkan bagaimana ia harus meninggalkan anak itu.
"Andai saja bukan demi putraku, aku tidak akan melakukan ini. Karena setelah dia lahir, aku pasti akan meninggalkannya," ucap Yuliana diikuti air mata yang jatuh tanpa mampu ia kendalikan.
Nafas Yuliana naik turun, terasa sesak, membayangkan apa yang akan terjadi. Itu baru bayangannya, dan sudah membuatnya merasa takut kehilangan.
"Jadi, aku mohon cintai anakmu. Dia adalah malaikat yang di kirim Tuhan untuk menghiasi keluarga kalian. Dengan begitu aku bisa meninggalkannya dengan tenang," ucapnya menunduk sembari terisak kecil.
Tutur katanya yang lembut, serta isakannya yang terdengar pilu membuat Sean diam dan larut menatapnya. Sadar ucapan Yuliana itu, murni dari hatinya yang paling dalam, yang mengartikan sebuah ketulusan yang dalam.
Sean mengerjapkan matanya beberapa saat, lalu menatap lekat wajah wanita itu. Mencoba melihat posisi yang dialaminya.
Dan ia menangkap. Yuliana berat untuk meninggalkan anak yang bukan anaknya. Tapi, memikirkan Clara yang juga berat menerima anaknya yang bukan lahir dari rahimnya, membuatnya tidak tau harus memilih yang mana.
Sungguh hati kecilnya ingin menerima anak itu, menjadi anak ketiganya, dan anak pertamanya yang selamat masuk ke dunia. Sembari menunggu Clara mampu hamil dan mengandung anak mereka sendiri, tanpa menyingkirkan anak itu.
Sean menghela nafas kasar, dua pilihan yang sangat berat. Pria itu membaringkan tubuhnya yang lelah. "Kemarilah," ucapnya mengulurkan tangan meminta Yuliana mendekat.
Yuliana diam beberapa saat, meneguk ludahnya sendiri. Ia perlahan mendekat, mengarahkan perutnya pada Sean.
"Aku bisa menerimanya, tapi mungkin istriku tidak. Tapi, kau tenang saja. Jika kau sudah pergi, Mommy pasti akan merawatnya dengan baik," ucap Sean mengeratkan pelukannya, menenggelamkan wajahnya di perut Yuliana, yang membuatnya kembali merasakan perasaan hangat dan nyaman yang luar biasa.
"Hay Kids, kau sedang apa di sana? Kau harus lahir sehat ya, menjadi anak Daddy. Jangan seperti kedua kakakmu yang hadir hanya sebentar. Daddy sudah lama menunggu kehadiran kamu," batin Sean kemudian memberikan kecupan ringan di perut tersebut.
Yuliana memejamkan mata, dibawah kendali dan kesadarannya, ia mengusap lembut kepala Sean. "Malaikat kecil teruslah tumbuh dan sehat di sana. Hidupmu pasti akan baik, jangan menyerah ya."
up yg bnyk y Thor