NovelToon NovelToon
The CEO’S Saturday Obsession

The CEO’S Saturday Obsession

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / CEO / Percintaan Konglomerat / Cinta Murni / Teman lama bertemu kembali / Kekasih misterius
Popularitas:3.8k
Nilai: 5
Nama Author: El Nurcahyani

Diaz, CEO yang menjual bunga dan coklat setiap hari Sabtu. Dia mencari wanita yang cocok dengan sepatu kaca biru milik ibunya. Apa sebenarnya tujuan mencari wanita itu? Memangnya tidak ada wanita lain? Bukankah bagi seorang CEO sangat mudah mencari wanita mana pun yang diinginkan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon El Nurcahyani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Sebentar Lagi Leriku Kembali

Bab 29

Lili buru-buru melepaskan diri dari dekapan Diaz. Jantungnya masih berdegup kencang, bukan hanya karena nyaris terjatuh, tetapi juga karena tatapan lelaki itu yang seolah menembus pertahanannya.

Dia berjalan beberapa langkah ke belakang, menjaga jarak. “Tuan Diaz, aku tidak berbohong.” Suaranya berusaha terdengar tegas, meski ada sedikit getaran yang sulit ia kendalikan.

Diaz tetap menatapnya tanpa ekspresi, namun sorot matanya menyiratkan sesuatu yang sulit ditebak.

Lili menarik napas dalam, berusaha menenangkan diri. “Aku mohon, jangan ganggu aku lagi,” pintanya dengan nada lebih tenang.

Diaz hanya tersenyum kecil. Senyum yang tidak sepenuhnya bisa diartikan sebagai persetujuan atau ejekan. “Aku akan pergi, Nona... Lili.”

Dia menekankan nama itu, seakan ingin menguji reaksi Lili sekali lagi.

Lili mengepalkan tangannya di balik rok panjangnya. Rasanya ingin segera pergi dari sini sebelum Diaz semakin menekan dirinya dengan berbagai pertanyaan yang sulit dijawab.

Diaz berbalik, melangkah santai meninggalkan tempat itu. Tapi sebelum benar-benar pergi, dia berhenti sejenak, mengucapkan sesuatu tanpa menoleh.

“Ya, seperti yang aku bilang, kau memang tidak berbohong, bukan?”

Kalimat itu menggantung di udara, meninggalkan tanda tanya besar di benak Lili.

Lili hanya bisa menatap punggung Diaz yang semakin menjauh. Hatinya gelisah. Apa maksud kata-kata itu?

Di kejauhan, Diaz tersenyum tipis. Jika kamu bersandiwara, aku juga bisa, Lili.

Dia melangkah dengan santai, tapi di dalam kepalanya, sudah menyusun berbagai kemungkinan. Dia tidak akan terburu-buru. Jika Lili benar-benar Leri, maka cepat atau lambat, dia akan menemukan bukti yang lebih kuat.

Dan saat itu tiba, Lili tidak akan bisa menghindar lagi...

Lili menghela napas lega begitu Diaz benar-benar pergi. Hatinya masih gelisah, tapi setidaknya untuk saat ini dia bisa bernapas tanpa tekanan. Sebelum pulang, dia menyempatkan diri mampir ke rumah Pak Wahyu. Tidak mungkin dia melewati rumah itu begitu saja, meskipun hanya sebentar.

Di rumah kecil itu, Pak Wahyu dan istrinya, Bu Mirna, menyambut Lili dengan penuh kehangatan.

“Lili, kamu datang lagi! Alhamdulillah,” ujar Bu Mirna dengan senyum lebar.

“Sudah makan, Nak?” tanya Pak Wahyu, menepuk bahunya pelan.

Lili tersenyum. “Belum, Pak. Tapi tidak usah repot-repot. Aku hanya mampir sebentar.”

Bu Mirna terkekeh. “Sebentar juga harus makan, kan? Duduklah dulu.”

Lili tidak bisa menolak kehangatan pasangan suami istri itu. Dia pun duduk dan berbincang sebentar, mendengar cerita Pak Wahyu tentang kondisi makam yang semakin sering dikunjungi orang-orang.

"Aku harap mereka datang bukan karena mendengar isu, takut makam ini digusur," ucap Pak Wahyu.

“Iya, Pak. Semoga makin banyak yang sadar pentingnya berziarah, ya, Pak,” kata Lili sambil menikmati teh hangat yang disajikan Bu Mirna.

Pak Wahyu mengangguk. “Tapi yang lebih penting, bagaimana kita menjaga kenangan orang-orang terkasih tetap hidup dalam doa.”

Lili terdiam. Kenangan akan Naura selalu hidup dalam dirinya, tapi sekarang ada beban yang lebih besar: menjaga rahasianya tetap tersembunyi.

###

Di Kamar Diaz

Sementara itu, di dalam kamarnya, Diaz duduk dengan mata terpejam, memutar kembali kejadian di makam.

Selama ini dia terlalu fokus pada Eriva. Gadis itu memiliki beberapa kesamaan dengan Leri, tapi ada satu hal yang kini semakin jelas: Lili jauh lebih mencurigakan.

Dia mengubah strateginya. Sebisa mungkin, Lili harus lebih sering berada di dekatnya.

"Tuan Asher…" gumam Diaz.

Dalam pikiran pria yang sekarang sedang mengenakan piyama putih, mungkin dia bisa memanfaatkan Papinya Lili dalam situasi ini.

Kemudian Diaz segera menghubungi Tuan Asher.

###

Keesokan harinya

Diaz bangun lebih pagi dari biasanya. Hari ini, dia punya satu rencana: menjemput Lili.

Saat turun hendak langsung pergi rencananya, ketika melintas dekat ruang makan, dia berpapasan dengan Eriva yang terlihat ceria seperti biasa. Gadis itu menyapanya dengan ramah.

“Selamat pagi, Diaz. Sarapan bareng, yuk,” ajaknya manis.

Kenapa Nona Eriva bertingkah sok akrab?

Biasanya Eriva memanggil dia dengan sapaan Tuan Diaz, menghormati di antara mereka hanya rekan dalam bisnis.

Diaz menatapnya sekilas sebelum menjawab tegas, “Tidak.”

Wajah Eriva sedikit berubah, tapi sebelum dia bisa membalas, suara Tuan Gunawan terdengar, dia baru turun dari lantai dua.

“Diaz, hargailah tamu kita,” kata ayahnya dengan nada penuh wibawa.

Diaz menoleh, dan pandangannya tertuju pada sepatu kaca biru yang dikenakan Eriva.

Dia mengernyit. Siapa yang mengenakan sepatu seperti itu di dalam rumah? Norak!

Namun, dia memilih diam dan melangkah ke meja makan, kemudian duduk, meskipun niatnya bukan untuk sarapan, melainkan menghormati Papanya.

Tuan Gunawan langsung melanjutkan pembicaraan, “Proyek yang dibantu oleh Kakek Guru bertambah. Itu artinya beliau harus tinggal lebih lama di sini. Maka daripada tinggal di hotel, Papa menawarkan tempat ini. Lagi pula…”

Dia berhenti sejenak, menatap Diaz dengan sorot mata menekan.

“Tak lama lagi kita juga akan menjadi keluarga.”

Diaz yang baru saja akan menggigit rotinya langsung meletakkan garpunya kembali. Ia tidak suka arah pembicaraan ini.

Dia langsung berdiri. “Pekerjaanku mendesak. Aku harus pergi.”

Tanpa menunggu tanggapan, dia melangkah pergi.

Eriva tampak panik. Dia segera memohon pada Tuan Gunawan. “Om, aku harus bicara dengan Diaz.”

Tuan Gunawan hanya mengangguk santai. “Lakukan yang menurutmu baik, Eriva.”

Eriva segera berlari mengejar Diaz, meski langkahnya tampak sedikit kesakitan karena sepatu kaca yang dipakainya.

“Diaz! Tunggu!”

Diaz menghela napas dalam. Dia berhenti dan menoleh dengan tatapan dingin.

“Jangan ganggu langkahku, Nona Eriva,” tegasnya.

Eriva menatap Diaz dengan tatapan memohon. “Tidak, Diaz. Aku tidak bermaksud mengganggumu. Aku hanya ingin memperlihatkan sepatu ini. Pas, bukan?”

Diaz mengamati sepatu kaca biru itu dengan ekspresi dingin. Baru sekarang dia ingat bahwa sepatu itu tadinya hanya untuk percobaan ukuran kaki yang cocok. Bukan untuk dipakai dalam semua situasi seperti ini.

Baginya, tindakan Eriva justru merusak nilai sepatu itu.

“Lepaskan sepatu itu,” pinta Diaz tegas.

“Tapi, Diaz…” Eriva merajuk. “Kenapa kau jadi seperti ini?”

Diaz menatapnya tanpa emosi. “Aku tidak akan mengulanginya. Lepaskan sepatu itu. Atau aku yang akan memaksamu.”

Eriva menggigit bibir. Dia tidak ingin ada keributan pagi-pagi begini. Dengan berat hati, dia menuruti permintaan Diaz dan melepas sepatunya.

Melihat itu, Diaz langsung melambaikan tangannya ke arah seorang pelayan yang sedang merapikan tanaman di teras.

“Ambil sepatu ini. Bawa ke dalam mobil,” perintahnya.

Pelayan itu mengangguk, mengambil sepatu kaca biru itu dengan hati-hati.

“Bersihkan sepatunya,” tambah Diaz sebelum berbalik pergi.

Eriva mengepalkan tangan. Diaz semakin menjauh. Jika situasi terus seperti ini, dia harus melakukan sesuatu. Monica mungkin bisa membantuku.

Sebelum mobilnya melaju, Diaz melihat Eriva dari spion. Jalannya sedikit pincang. "Sepatunya terlalu sempit untuknya," gumam Diaz.

###

Di Dalam Mobil

Diaz mengemudikan mobilnya sendiri pagi ini, tanpa Samir.

Di sepanjang perjalanan, pikirannya dipenuhi oleh sosok Lili.

Aku tak pernah seyakin ini terhadap seseorang yang diduga sebagai Leri.

Meski Lili tidak menunjukkan banyak ciri-ciri Leri, kali ini dia yakin. Ada sesuatu pada Lili yang tak bisa dia abaikan.

Jika benar dugaannya, maka dia harus memastikan Lili tetap berada di sisinya…

###

Di Rumah Tuan Asher

Saat tiba di depan rumah Tuan Asher, Diaz mengernyit. Gerbang sudah terbuka. Dia melirik jam tangannya. Sepagi ini? Apakah Tuan Asher akan pergi?

Namun, saat Diaz memasuki halaman, dia melihat sesuatu yang membuatnya semakin heran.

Mobil Samir terparkir di sana.

Diaz turun dari mobil, berjalan cepat ke teras rumah. Seorang pelayan rumah tangga menyapanya dengan ramah.

“Tuan, silakan masuk.”

Diaz mengabaikan basa-basi dan langsung menuju ruang tamu. Benar saja. Di sana, duduk dengan santai, Samir.

Wajah Diaz langsung mengeras.

Dengan suara dingin, dia bertanya, “Sedang apa kau di sini?”

Bersambung...

1
Zainab Ddi
semoga rencana kakek guru gagal
Zainab Ddi
iya author istirahat dulu biar sehat selalu biar bisa update lg esok
Zainab Ddi
author ditunggu updatenya selalu untuk kelanjutannya 🙏🏻💪🏻😘
Zainab Ddi
kyky lili punya misi untuk ayahnya
Zainab Ddi
author ditunggu updatenya selalu untuk kelanjutannya
Zainab Ddi
semoga rencana katek guru gagal
Zainab Ddi
wow licik sekali kakek2
Zainab Ddi
author ditunggu updatenya selalu untuk kelanjutannya selalu 🙏🏻💪🏻😍
Zainab Ddi
wah lansung beraksi sikakek2
Zainab Ddi
author ditunggu updatenya selalu untuk kelanjutannya 🙏🏻💪🏻😘
Zainab Ddi
kakek2 licik hati2 lili diaz
Zainab Ddi
author ditunggu updatenya selalu untuk kelanjutannya 🙏🏻💪🏻😘
Zainab Ddi
terima lili biar Monica dan enriva tambah panas
Zainab Ddi
author ditunggu updatenya selalu untuk kelanjutannya 💪🏻🙏🏻😍
Zainab Ddi
jangan2 Monica yg menelepon
Zainab Ddi
author ditunggu updatenya selalu untuk kelanjutannya 🙏🏻💪🏻😍
Zainab Ddi
ayo lili mengaku aja
reza indrayana
makin penasaran nichh. 🫰🏻🫰🏻😘😘😘
reza indrayana
Manarik nich..., mampir Thor...💙💛💙🫰🏻🫰🏻😘😘😘
Zainab Ddi
author ditunggu updatenya selalu untuk kelanjutannya 🙏🏻💪🏻😘
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!