Ketika membuka matanya, Jian Lushi mendapati dirinya berada di hutan belantara, seorang diri.
Ternyata jiwanya bertransmigrasi ke tubuh seorang gadis petani malang, yang kebetulan memiliki nama yang sama dengan dirinya.
Setelah berhasil memutuskan hubungan dengan keluarga pemilik asli, Lushi bepergian jauh untuk memulai hidup baru.
Hingga akhirnya Lushi bertemu dengan seorang duda, yang terus memaksa ingin menikahinya.
"Jadilah ibu dari anak-anakku."
"Ayo menikah."
"Mulai sekarang, aku kekasihmu."
Mohon dukungannya... (dalam proses revisi)
Terimakasih...🫶🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon indah_sakabian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
29. Calon Menantu
...----------------...
"Oh, akhirnya kau pulang juga gadis Jian."
Sebelum Lushi sempat turun dari sepedanya, nyonya Luo sudah lebih dulu menyapanya dengan sangat ramah dan tergesa-gesa.
Nyonya Luo ini tetangga Lushi yang rumahnya berada di sebrang jalan, urutan ke lima di sebelah kiri.
Lushi hanya tersenyum kecil, kemudian turun dan menuntun sepedanya.
"Kenapa hari ini kau kembali sangat terlambat, gadis Jian?" tanya nyonya Luo perhatian.
Karena dia tau, biasanya Lushi pulang dari pasar antara jam sembilan dan sepuluh pagi. Tapi hari ini dia sudah menunggu lama, tapi Lushi belum juga kembali.
Entah apa yang di lakukan gadis itu di luaran sana, hingga hampir tengah hari baru pulang ke rumahnya.
"Ada urusan yang harus saya lakukan. Kenapa bibi ada di sini tengah hari begini?" jawab Lushi kemudian bertanya dengan heran.
"Aku sudah menunggumu dari jam sepuluh tadi, kau tau." jawab nyonya Luo di sertai keluhan.
"Ohh, kenapa bibi tidak pulang dulu saja, kalau tau aku tidak ada di rumah." jawab Lushi santai, kemudian membuka pintu gerbangnya.
Setelah melewati pintu gerbang bersama sepedanya, Lushi baru mempersilakan nyonya Luo untuk masuk.
"Silakan masuk, bibi." ucap Lushi.
Nyonya Luo mendengus pelan, kemudian masuk ke dalam.
Setelah mempersilakan nyonya Luo duduk di ruang tamu, Lushi menuju dapur untuk mengambil minuman.
Nyonya Luo yang di tinggal sendiri, terus mengamati setiap sudut rumah Lushi, dengan sedikit keserakahan dan kepuasan di matanya.
Sebenarnya ini bukan pertama kalinya dia berkunjung ke rumah Lushi. Tapi dia selalu ingin tahu, kira-kira barang apa yang sudah di tambahkan di dalam rumah Lushi.
"Bibi Luo, di rumahku hanya ada air putih. Silakan di minum." ucap Lushi setelah meletakan gelas berisi air putih di hadapan nyonya Luo.
"Tidak apa-apa gadis Jian. Bibi memang lebih suka minum air putih." jawab nyonya Luo masih dengan senyum ramahnya.
Padahal dalam hati dia terus menggerutu, karena Lushi hanya menyajikan air putih untuknya. Bukankah seharusnya gadis itu menyajikan teh yang harum dan manis untuknya.
Lihat saja nanti kalau gadis ini jadi menantunya. Dia pasti akan mengajari bagaimana caranya menghormati orang yang lebih tua. Memikirkan ini, suasana hatinya menjadi sedikit lebih baik.
"Gadis Jian, apakah baju milik bibi sudah jadi?" tanya nyonya Luo ramah.
"Sudah jadi. Sebentar saya ambilkan." jawab Lushi cepat, kemudian segera mengambilkan baju milik nyonya Luo.
Dia merasa tidak ingin berlama-lama duduk dan mengobrol dengan wanita paruh baya ini. Entah kenapa, walaupun nyonya Luo selalu tersenyum ramah padanya. Tapi Lushi merasa ada yang salah dengan cara tersenyumnya.
Lushi selalu bertanya-tanya, apakah wajah orang ini tidak kaku jika terus tersenyum seperti itu?
"Ini bajunya, bibi. Silakan di periksa." Lushi menyerahkan dress berwarna hijau tua kepada nyonya Luo.
"Wah, bagus sekali." puji nyonya Luo.
Setelah terpesona dengan dress cantik buatan Lushi, nyonya Luo semakin yakin untuk menjodohkan Lushi dengan putra keduanya. Dengan begitu, dia tidak akan kekurangan pakaian-pakaian bagus lagi.
Dia harus segera meminta putra keduanya untuk sering-sering menemui Lushi. Agar tidak keduluan orang lain.
Lushi pikir, setelah mendapatkan pakaiannya, nyonya Luo akan segera pulang. Tapi sepertinya wanita itu sengaja berlama-lama di duduk rumahnya.
"Gadis Jian, bisakah kau membuatkan pakaian untuk pria?" tanya nyonya Luo penuh harap.
"Sayang sekali aku tidak bisa, bibi." jawab Lushi, yang membuat nyonya Luo sedikit kecewa.
"Kalau begitu, buatkan satu lagi pakaian untuk bibi." nyonya Luo terus berusaha mencari cara, agar bisa semakin dekat dengan Lushi.
"Maaf tidak bisa, bibi. Untuk sementara, aku tidak menerima pesanan dulu. Karena ada urusan yang lebih penting, yang harus aku kerjakan." tolak Lushi.
"Ah, apa kau tidak akan pernah menerima pesanan lagi?" nyonya Luo terkejut dengan pengakuan Lushi.
"Mungkin nanti setelah musim dingin." jawab Lushi pendek.
"Syukurlah kalau begitu." ucap nyonya Luo merasa lega.
Bagaimana mungkin dia rela membiarkan calon menantunya melepaskan pekerjaan yang menjanjikan seperti itu.
Setelah diam beberapa saat, nyonya Luo kembali bertanya.
"Gadis Jian, apa kau tidak kesepian, tinggal sendirian di rumah sebesar ini?" tanya nyonya Luo dengan senyum khasnya.
"Tidak, bibi. Aku memang lebih suka tinggal sendirian, yang sepi dan tenang seperti ini. Aku tidak suka rumah yang terlalu ramai, apalagi tinggal dengan banyak orang." jawab Lushi apa adanya.
Mendengar jawaban Lushi, sedikit keterkejutan melintas di mata nyonya Luo.
"Oh, benarkah. Lalu bagaimana jika kau menikah nanti?" tanya nyonya Luo lagi, masih dengan tersenyum.
"Tentu saja aku tinggal berdua dengan suamiku." jawab Lushi cepat dan lugas.
"Seandainya suamimu ingin tinggal bersama orang tuanya bagaimana? Atau, bagaimana jika suamimu membawa orang tuanya untuk tinggal bersama, di sini?" tanya nyonya Luo. Dia ingin mendengar jawaban Lushi. Karena jika putranya menikah dengan Lushi, dia juga ingin pindah dan tinggal di sini.
Lushi menahan tawa, mendengar pertanyaan nyonya Luo sedikit lucu dan tidak masuk akal ini.
"Pfttt.. Bibi Luo ini bagaimana? Tentu saja sebelum menikah, aku akan mencari tau informasi dan latar belakang calon suamiku terlebih dahulu." jawab Lushi kemudian tersenyum lucu.
"Aku ingin mencari pria yang mandiri, punya pekerjaan tetap, dan juga memiliki rumah sendiri. Agar setiap bulan aku bisa menerima semua gaji suamiku. Dan tidak perlu berkonflik dengan mertua cerewet atau ipar usil." lanjut Lushi, yang membuat senyum di wajah nyonya Luo menjadi kaku.
Apa-apaan gadis ini. Bukankah dia sudah menghasilkan banyak uang sendiri. Kenapa masih harus meminta uang putranya. Tentu saja uang putranya harus di berikan kepada dia, ibunya. Bahkan uang menantu juga harus di pegang ibu mertuanya. Dan apa maksudnya berkonflik dengan mertua dan ipar.
"Meskipun aku sudah memiliki rumah sendiri, tapi aku tidak ingin menampung tuna wisma. Apalagi laki-laki yang hanya bermodal kelamin saja. Sungguh tidak tau malu." lanjut Lushi sarkastik.
Kini senyum di bibir nyonya Luo sudah benar-benar menghilang.
Tentu saja Lushi mengerti maksud dan tujuan nyonya Luo menanyakan semua itu.
Wanita paruh baya itu sedang mencarikan calon istri untuk putra keduanya.
Dan Lushi tidak ingin menikah dengan putra nyonya Luo, yang terkenal pemalas yang hanya tau cara bersenang-senang saja. Bukankah masih ada banyak pria yang bisa di andalkan, jadi kenapa harus memilih yang tidak memenuhi syarat.
Setelah mengucapkan beberapa patah kata, nyonya Luo langsung keluar dari rumah Lushi.
Dalam perjalanan pulang, dia merasa sangat kesal. Kesal kepada Lushi, juga kesal kepada putra keduanya yang tidak bisa di andalkan.
Lushi menghela nafas lega setelah melihat kepergian nyonya Luo. Dia langsung menutup pintu gerbang dan menguncinya.
Kemudian Lushi langsung masuk ke ruangannya, untuk mengerjakan beberapa jahitan, pesanan orang lain.
Lushi berfikir, memang sebaiknya segera membuka konveksi, dan merekrut beberapa penjahit. Agar bisnis pakaiannya bisa terus berjalan, dan tidak menunda pekerjaannya yang lain.
...----------------...
perasaan baru baca bentar tau2 dah selesai aj nih chapter /Sob/
nak mau lagi /Whimper/