Hot Apocalypse

Bab 29: Kota yang Sibuk

Pagi itu, Keitaro berdiri di depan gerbang benteng bersama Ayane, Reina, Kenta, dan Shoji. Mereka sepakat pergi ke kota untuk membeli berbagai kebutuhan penting. Beruang tetap tinggal di benteng untuk berjaga-jaga, meski terlihat sedikit enggan berpisah.

“Kita harus memastikan semuanya sesuai rencana,” kata Keitaro sambil memeriksa daftar barang yang harus dibeli. “Kita berpencar untuk menghemat waktu. Jangan lupa kembali ke titik pertemuan sebelum siang.”

Mereka mengangguk serempak sebelum berjalan menuju kota yang ramai. Begitu sampai, mereka segera berpencar ke tujuan masing-masing.

Bukannya membeli alat bangunan, Keitaro malah menyelinap menuju kawasan industri di mana perusahaan Nanami berada.

Dia berhenti di balik tumpukan kontainer, mengamati pekerja yang lalu lalang di area itu. Perusahaan tersebut tampak berjalan seperti biasa, tetapi Keitaro tahu ada sesuatu yang disembunyikan. Beberapa truk besar keluar masuk dengan muatan yang mencurigakan.

Namun, sialnya, saat mencoba mendekat untuk mengamati lebih jelas, dia tak sengaja menginjak ranting yang patah. Suara itu terdengar cukup keras di tengah keheningan kawasan tersebut.

Salah satu anak buah Nanami yang sedang berjaga langsung menoleh ke arah sumber suara. “Siapa di sana?” teriaknya sambil mengangkat senjata.

Keitaro tahu posisinya sudah terancam. Dia mencoba berlari tanpa suara, mencari jalan keluar dari kawasan itu. Teriakan penjaga dan langkah kaki mengejarnya semakin mendekat.

Dengan keberuntungan yang tipis, dia berhasil menyelinap ke gang kecil dan keluar dari kawasan itu tanpa terluka. Keringat dingin membasahi wajahnya, tetapi dia merasa lega bisa lolos tanpa membahayakan teman-temannya.

Sementara itu, Ayane dan Reina masuk ke supermarket. Ayane sibuk memeriksa daftar makanan yang bisa bertahan lama, sementara Reina terlihat bingung dengan suasana ramai.

“Ini pertama kalinya aku ke berbelanja seperti ini,” gumam Reina sambil memegang keranjang belanja.

Ayane tersenyum kecil. “Aku juga tidak sering ke sini, tapi kita harus memilih bahan yang tepat. Kita tidak bisa membuang-buang uang untuk barang yang tidak berguna.”

Mereka memilih makanan kaleng, minuman botol, dan bahan yang bisa diawetkan. Namun, Reina tak bisa menahan diri memembeli permen dan camilan, membuat Ayane menggeleng sambil tertawa kecil.

“Reina, ini bukan waktu untuk memanjakan diri,” ujar Ayane.

“Tapi… kita juga butuh sesuatu yang manis di tengah semua tekanan nanti bukan?” jawab Reina, tersenyum ceria.

Shoji berjalan memasuki toko alat militer dan perlengkapan survival. Sebagai ahli strategi, dia tahu pentingnya memastikan benteng tetap aman dari ancaman luar. Dia memilih kamera pengawas, perangkap otomatis, dan senjata tambahan untuk melindungi kebun dan benteng mereka.

Penjual di toko itu menatapnya dengan kagum. “Kau tampak seperti seseorang yang mempersiapkan perang,” kata si penjual.

Shoji tersenyum tipis. “Bisa dibilang begitu. Aku hanya memastikan kami siap menghadapi yang terburuk.”

Dia menghabiskan waktu lebih lama di toko, memeriksa setiap barang dengan teliti untuk memastikan kualitasnya. Baginya, setiap detail kecil sangat penting dalam menjaga keselamatan mereka.

Di sisi lain, Kenta sibuk mencari furnitur untuk melengkapi benteng mereka. Ia memasuki toko furnitur modern, matanya langsung tertuju pada sofa nyaman, meja makan, dan rak buku yang akan membuat benteng terasa lebih seperti rumah.

Namun, pilihannya tidak selalu praktis. “Ini sofa yang bagus,” pikirnya, tapi kemudian dia teringat anggaran dan kebutuhan utama mereka.

Penjual mencoba membujuknya membeli barang-barang mahal. “Sofa ini terbuat dari bahan premium, cocok untuk ruangan besar seperti istana,” katanya.

Kenta hanya tertawa kecil. “Benteng kami memang besar, tapi aku tidak butuh kemewahan. Aku butuh sesuatu yang tahan lama dan multifungsi.”

Dia akhirnya memilih furnitur sederhana tetapi kokoh, memastikan semuanya bisa diangkut ke benteng dengan mudah.

Menjelang siang, mereka semua kembali ke titik pertemuan dengan barang-barang belanjaan mereka. Keitaro melihat dua keranjang Reina penuh dengan camilan.

“Reina…”

“Iya iya, Aku tahu. Tapi percayalah, kita butuh ini,” jawab Reina cepat sebelum Keitaro sempat protes.

Shoji memamerkan kamera pengawas baru yang dia beli, sementara Kenta tampak puas dengan furnitur yang dipilihnya. Ayane menyerahkan daftar makanan yang sudah mereka beli, memastikan semuanya lengkap.

“Kerja bagus, semuanya,” kata Keitaro. “Sekarang saatnya kembali ke benteng dan mulai mempersiapkan rencana selanjutnya.”

Mereka pun meninggalkan kota dengan hati penuh semangat.