Satu demi satu kematian terjadi di sekolah.
Jika di waktu biasa, orang tua mereka akan langsung menuntut balas. Tapi bahkan sebelum mereka cukup berduka, perusahaan mereka telah hancur. Seluruh keluarga dipenjara.
Mantan anak yang di bully mengatakan, "Jelas ini adalah karma yang Tuhan berikan, atas perbuatan jahat yang mereka lakukan."
Siswa lainnya yang juga pelaku pembully ketakutan, khawatir mereka menjadi yang selanjutnya. Untuk pertama kalinya selama seratus tahun, sekolah elit Nusantara, terjadi keributan.
Ketua Dewan Kedisiplinan sekaligus putra pemilik yayasan, Evan Theon Rodiargo, diam-diam menyelidiki masalah ini.
Semua kebetulan mengarahkan pada siswi baru di sekolah mereka. Tapi, sebelum Evan menemukan bukti. Seseorang lebih dulu mengambil tindakan.
PERINGATAN MENGANDUNG ADEGAN KEKERASAN!!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cerryblosoom, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 29 REKAYASA
Setelah berhari-hari memiliki cuaca yang tidak menentu. Akhirnya hari ini cuaca terlihat mulai normal. Udara di pagi hari kembali terasa sangat sejuk. Meski sinar mentari menyinari tanpa penghalang. Tidak seperti di hari sebelumnya, yang bahkan matahari belum terbit, tapi suhu sangat lembab dan panas.
Pagi ini adalah hari terakhir ujian bulanan di Nusantara High School. Semua orang bersemangat untuk segera melewatinya.
Seperti yang telah direncanakan oleh klub Palang Merah. Pagi-pagi sekali mereka mendatangi setiap kelas. Mengembalikan uang orang-orang yang telah membeli teh mereka. Mereka juga tidak lupa uang hadiah untuk Dewan Kedisiplinan. Mereka segera menyelesaikan semuanya sekaligus. Termasuk rencana mengeluarkan satu anggota.
Rencana Jinan untuk menjadikan satu orang sebagai kambing hitam memang sangat tepat. Belum lewat setengah jam mereka membagikan uang. Opini semua orang telah kembali berubah. Semuanya menyalahkan satu orang itu saja. Dan menganggap itu sama sekali tak ada hubungan dengan klub. Mengingat selama ini klub Palang Merah telah banyak membantu.
Dengan cepat klub Palang Merah pun mendapatkan kepercayaan lagi. Cecilia yang hampir depresi karena kehilangan banyak uang menjadi sedikit lega. Karena dengan begini masih jauh bagi klub Kesehatan untuk mengalahkan klub mereka.
Aria tidak peduli apa yang dilakukan klub Palang Merah, lagi pula untuk menyelamatkan klub Kesehatan. Dia tak berniat menginjak klub lainnya.
Pagi ini Aria tidak langsung pergi ke sekolah. Ada tempat lain yang akan dikunjunginya. Makanya dia meluangkan waktu untuk bangun lebih pagi, menaiki bus kota dan, pergi ke tempat itu.
Bus berhenti tepat di depan pintu masuk. Aria turun dari bus, dan berjalan ke depan.
Saat dia sampai di pintu masuk pasar bunga, aroma harum seketika menyeruak mencoba masuk ke hidungnya, tapi gagal karena terhalang. Untungnya pasar ini diluar ruangan, dan Aria masih memakai masker, sehingga dia tak perlu takut alerginya akan kambuh.
Aria langsung masuk ke dalam pasar. Dia tak gugup atau kebingungan. Langkahnya sangat pasti, seperti sudah menentukan tempat tujuan. Melihat wajah yang dikenalnya dalam jarak lima meter. Dia langsung menghentikan langkahnya. Tentu saja dia tak akan tiba-tiba diam sehingga menimbulkan kecurigaan. Tapi dia berhenti di kios yang tidak jauh dari targetnya. Sambil melihat-lihat bunga di kios. Dia memikirkan bunga apa yang cocok untuk Keira.
...----------------...
Di sisi lainnya.
Seorang nyonya muda tengah berbelanja bunga untuk pesta tehnya sore ini. Tanpa tahu seseorang tengah mengintainya.
Setelah lama mencari di kios lainnya. Akhirnya Helena berhasil menemukan bunga yang diinginkannya. Dia memasukkannya ke dalam keranjang yang dibawa asistennya.
"Bunga lainnya juga indah, nyonya. Hari ini adalah pasar bunga terakhir. Akan menunggu beberapa bulan lagi untuk pasar selanjutnya," kata penjual ramah.
"Baiklah, aku juga akan membeli yang lain," Helena mulai fokus memilih bunga yang lainnya. Dia tak memperhatikan sekitar dengan baik. Sehingga dia tidak tahu beberapa kelompok anak tiba-tiba berlarian.
Anak-anak itu berlarian tak tentu arah sehingga menyenggol beberapa orang. Sampai salah seorang anak, berlari kencang ke arah Helena, dan....
Brakkkk
Kecelakaan terjadi sangat cepat, Helena yang memiliki tubuh halus, tak bisa menahan tabrakan, dia jatuh menabrak kios.
Kios yang berbentuk meja sederhana pun dengan mudah hancur.
"Aahhh,, aduhhhh," teriak Helena kesakitan.
"Nyonya," seru para asisten terkejut.
"Ahh, kiosku," penjual bunga menatap nanar kios dan bunga yang hancur. "Anak nakal! Apa yang kalian lakukan berlarian disini."
Anak-anak yang tahu mereka dalam masalah langsung kabur dari tempat kejadian. Semua orang masih shock dengan apa yang terjadi. Sehingga mereka tak sempat bereaksi untuk menangkap anak-anak itu.
"Heyy! Jangan lari, kembali kesini!"
Sayangnya tak satupun anak-anak itu perduli. Mereka terus kabur hingga tak terlihat.
Helena mencoba bangkit dibantu oleh para asistennya, tapi dia merasakan sakit di pinggangnya, "Ahhh, berhenti, berhenti, itu sakit."
"Nyonya," dengan patuh para asisten menghentikan gerakan mereka. Namun, tak mungkin mereka terus ada disini. Karena tuan pasti akan menghukum mereka jika sesuatu yang lebih parah terjadi. Semakin dipikirkan mereka semakin ketakutan. Saat itu sebuah suara datang menyela.
"Apa bibi baik-baik saja?"
Para asisten menoleh, salah seorang diantaranya angkat bicara, "Minggirlah anak kecil, ini bukan tempat untuk bermain."
Aria tidak marah, dia tersenyum, dan berkata, "Bibi ini sepertinya kesakitan. Di sekolah, aku bergabung dalam klub Kesehatan. Jadi mungkin aku bisa sedikit membantu."
Para asisten saling berpandangan, jelas mereka berpikiran yang sama, yaitu tidak bisa percaya pada anak dengan seragam SMA di depan mereka.
"Aduhhh, sakitt, cepat bantu aku, Meera, kau dimana," teriak Helena.
Orang yang dipanggil Meera segera menunduk dan menjawab, "Nyonya aku disini," dia lalu mendongak beralih menatap Aria, "Kamu datang kesini, bantu kami," perintahnya melambaikan tangan.
Aria segera mendekat, melihat dari pinggang hingga mata kaki, mencoba memeriksa secara kasar, dia lalu berkata, "Kita harus memindahkannya dulu. Tidak akan nyaman mengobatinya disini."
Mendengar itu, seseorang segera memprotes, "Kita tidak bisa memindahkannya, nyonya berteriak kesakitan saat disentuh."
"Kalian akan mengangkatnya, aku akan memberi arahan nanti," kata Aria tenang.
"Kak Meera ini tidak benar."
Meera menatap asisten yang lain, "Tidak ada cara lain," dia kembali menatap Aria, "Baiklah, kamu arahkan kami."
Aria mengangguk, pertama dia melihat ke arah penjual bunga, "Bibi bisa kita meminjam ruangan di belakangmu."
"Ya-ya, kalian bisa meminjam nya," jawab penjual Bungan cepat. Dia bisa melihat orang yang jatuh bukanlah orang biasa. Jika sesuatu terjadi, bukan hanya tokonya yang bisa hilang, nyawanya mungkin juga akan hilang.
Mendengar itu Aria langsung memberi arahan pada para asisten.
Akhirnya dengan arahan dari Aria, mereka berhasil memindahkan Helena ke dalam, tanpa ada teriakan kesakitan. Tapi tetap Helena terus merintih, yang membuat para asisten menjadi semakin khawatir.
"Lalu selanjutnya apa?" tanya Meera mendesak.
Aria tetap tenang, dia mendongak, "Bibi penjual, apa disini bisa membuat air panas?"
"Ya, bisa, dibelakang ada kompor," jawab penjual bunga.
"Bisakah aku meminta tolong untuk memanaskan air."
Penjual bunga mengangguk, dia langsung pergi ke belakang, mengerjakan perintah yang Aria berikan. Meskipun toko ini adalah toko bunga. Tetap ada kompor dan peralatan dapur. Yang digunakan untuk menyiapkan atau menghangatkan makanan sederhana. Jadi hampir setiap kios yang memiliki toko penyimpanan di belakangnya. Memiliki dapur kecil seperti toko ini.
Setelah kepergian penjual bunga, Aria melihat ke asisten Meera, lalu berkata, "Sambil menunggu air, aku akan mencari beberapa obat di luar."
"Tapi apotik jauh dari sini," kata Meera. Itulah kenapa mereka sebelumnya kebingungan. Karena tak ada apotik atau klinik di dekat sini.
"Percayakan saja padaku," ucap Aria yakin.
"Baiklah, hati-hati," balas Meera. Awalnya dia masih setengah percaya dan tidak. Tapi saat memastikan Aria adalah murid sekolah Nusantara High School. Dia sepenuhnya percaya gadis itu akan membantunya.
Lima menit kemudian, air panas telah siap, dan Aria juga sudah kembali membawa beberapa barang.
"Airnya sudah siap nak."
"Terima kasih, bibi. Izinkan aku meminjam handuk kering juga."
"Ya, tunggu sebentar."
Aria tak diam menunggu, dia memilah barang-barang di tangannya. Karena tak ada penumbuk di sini, dia mencari dua batu di luar. Saat kembali penjual bunga membawakan handuk bersih.
"Terima kasih," kata Aria.
"Sama-sama."
Aria mencelupkan handuk itu ke air panas, dia lalu memerasnya hingga setengah kering, baru kemudian meletakkannya ke pinggang Helena.
"Apa tanganmu tidak kepanasan," ucap Meera menyaksikan semua proses.
Aria menoleh, melihat ke tangannya yang memang terlihat sedikit kemerahan, "Tidak apa, aku berhati-hati."
"Baiklah, tapi obat apa ini. Apa kamu yakin ini bisa digunakan," kata Meera khawatir.