Langit Senja

Selama dua hari Zea tidak bisa keluar dari kamar Acel. Bukan tidak punya kesempatan untuk keluar dan kabur, justru Zea sendiri yang memilih untuk tetap tinggal. Hati kecilnya memintanya untuk tetap tinggal setidaknya sampai Acel resmi menjadi pemilik Sky grup.

"Pilihan ada padamu. Aku tidak akan menghalangi apapun yang nanti kamu pilih. Terimakasih untuk semuanya dan aku harap kamu bisa menemukan pria baik seperti Rudi." kata Acel saat dia memasang jas hitamnya berdiri di depan cermin.

Zea tidak merespon, dia masih diam seperti sebelumnya. Sementara bik Maya terus memoleskan bedak di wajah lembut itu.

"Nona, sekarang sudah siap."

"Terimakasih Bik."

Maya membalas dengan anggukan, kemudian dia undur diri meninggalkan pasutri itu sendirian di kamar mereka.

"Bertahan sebentar lagi. Setelah aku resmi menjadi pemilik Sky grup, kamu tidak perlu merasakan penderitaan lagi."

Mata Zea berkaca kaca, perlahan dia melangkah mendekati Acel yang membuat sorot mata Acel pun tertuju padanya. Zea semakin dekat, hingga menepis jarak diantara mereka, lalu kemudian dengan tanpa bicara apapun dia melingkarkan kedua tangannya di tubuh Acel.

"Hanya sebentar, aku mohon!" Zea mengeratkan pelukannya saat Acel mencoba berontak.

Wajahnya sengaja dia benamkan didada bidang itu, keheningan menjadi saksi bisu betapa Zea masih sangat mencintai seorang Akash Ceilo Sandrio.

Tangan Acel yang tadi menjuntai lemah perlahan mulai bergerak hendak membalas pelukan itu, tapi sebelum itu terjadi, Zea lebih dulu melepas pelukannya dan dengan cepat tangan Acel kembali keposisi semula.

"Terimakasih untuk semuanya, Kak. Aku selalu berdoa semoga setiap harinya Kakak selalu bahagia. Lupakan aku, jangan terganggu dengan hal apapun yang terjadi padaku dikemudian hari. Aku bukan bagian dari hal yang perlu Kakak pedulikan, bukan?" kata Zea sambil tersenyum tulus. "Maafkan aku, Kak. Maafkan aku..."

Setelah mengatakan itu, Zea langsung keluar dari kamar, melangkah lurus kedepan tanpa menoleh kebelakang sekalipun dan dia langsung masuk ke mobil yang dikemudikan Lui. Acel sendiri mengikuti kemudian.

.

.

.

Semua orang kembali berkumpul di aula besar Sky grup. Hasil voting suara telah kembali dilakukan dan mengejutkan sekali, Dandi memenangkan suara terbanyak bahkan sampai 70%. Hal itu tentu membuat Acel tertawa puas karena dengan cara ini dia bisa mengetahui siapa saja orang orang yang harus meninggalkan Sky grup bersama dengan Dandi.

"Mike, lakukan seperti rencana!" bisiknya melalui benda pipih kecil yang terpasang di dasinya.

Mike yang sudah berada di ruang sound sistem pun menyahut dengan riang gembira. "Game over." katanya.

Beberapa saat kemudian, Dandi pun melakukan pidatonya di mimbar podium dengan penuh percaya diri. Suara tepuk tangan dan tawa riang dari orang orang yang mendukungnya pun memenuhi ruangan Aula besar itu. Namun, sesaat kemudian, layar tancap dibelakangnya tiba tiba saja memutar video rekaman saat dia meracuni David, kakak kandungnya sendiri.

"Apa apaan ini! Semua itu hanya rekayasa!" Jeritnya sambil mencoba menghalangi layar dibelakangnya.

Aula yang tadinya dihiasi suara riuh tepuk tangan kini berubah menjadi hiruk pikuk yang mencaci dan menyumpahi Dandi.

"Wah, aku sudah menyangka bahwa tuan David tidak mengalami kecelakaan biasa."

"Ini sungguh diluar dugaanku."

"Luar biasa!" gumam beberapa orang yang berada di pihak Acel.

Alia tampak tak percaya bahwa Dandi ternyata melakukan hal itu untuk menyingkirkan David. Handi juga tidak kalah terkejutnya dengan kenyataan itu. Sementara Amel berteriak teriak mengutuk Dandi bahkan sampai melempar sepatunya kearah Dandi, hanya saja dihalangi oleh pengawalnya.

Dandi dibawa keluar dari Aula melalui pintu belakang. Bersamaan dengan itu Zea juga menghilang tanpa seorangpun yang melihat kearah mana dia pergi.

"Om Dandi... dia bahkan yang paling lantang menuduh Mama." kata Raka.

"Mama sudah menduganya sejak awal," jawab Dania yang semakin membuat Raka terkejut. "Ya, Mama punya firasat seperti yang Acel rasakan. Hanya saja saat itu Kakekmu terlalu percaya pada putra bungsunya itu."

"Aku bersyukur, Mama tidak sampai melukai keluarga demi harta."

"Hei, ayolah sayang. Mama memang gila harta. Mama memang menginginkan kamu menjadi pewaris Sky grup, tapi kamu harus tahu satu hal bahwa Mama hanya manusia biasa yang punya ambisi, Mama bukan iblis seperti Om kamu itu."

Raka tersenyum mendengar kalimat yang menurutnya paling indah yang pernah dia dengar dari Mamanya. Raka mengelus lembut punggung Mamanya untuk menunjukkan betapa dia bangga memiliki Mama sepertinya.

.

.

.

Pelantikan dilanjutkan, dengan mengesahkan bahwa Akash Ceilo Sandrio resmi menjadi pimpinan Sky grup sekaligus menjadi pemilik Sky grup. Sedikit pidato pun dia berikan untuk menyejukkan suasana dalam aula yang sempat memanas.

Usai acara peresmian itu, barulah Lui berbisik pada Acel bahwa dia tidak mendapati keberadaan Zea dimanapun.

"Biarkan saja. Aku rasa dia kembali ke panti atau mungkin ke Kafe. Tidak usah memikirkan dia, masih banyak tugas yang harus kamu urus, termasuk mengirimkan bukti pembunuhan berencana dan juga bukti korupsi Om Dandi pada kejaksaan."

"Baik Tuan muda."

"Kak Lui!" Seru Amel yang tiba tiba menghampiri Lui dan merangkul lengannya.

Mata tajam Alia melirik kearah tangan itu, sehingga membuat Lui dengan cepat melepaskan tangan Amel darinya.

"Selamat ya, Nak. Mama harap kamu bisa menjadi pimpinan terbaik Sky grup sama seperti Almarhum Kakekmu dan Papamu." memeluk Acel dengan bangga.

"Terimakasih Ma. Semua ini karena doa doa Mama dan karena aku beruntung memiliki Mama dalam hidupku. Terimakasih sudah melahirkan dan membesarkan aku, Ma." kata kata Acel kali ini membuat raut wajah Alia berubah menjadi sendu dan terlihat jelas ada perasaan bersalah disana.

"Mama yang harus berterimakasih sama kamu, sayang. Terimakasih sudah hadir dalam hidup Mama. Love you, Akash." mengecup kedua pipi putra sulungnya dengan mata yang menahan linangan air di pelupuknya.