Ini adalah cerita tentang Lini, seorang gadis yang pergi merantau ke Jakarta dan tinggal di salah satu rumah kost. Hari-harinya dipenuhi warna ketika harus menghadapi trio emak-emak yang punya hobi ngejulidin tetangga. Naasnya salah satu anggota trio itu adalah ibu kost-nya sendiri.
Ga cuma di area kostan, ternyata gosip demi gosip juga harus dihadapi Lini di tempat kerjanya.
Layaknya arisan, ghibah dan julit akan berputar di sekitar hidup Lini. Entah di kostan atau dikerjaan. Entah itu gosip menerpa dirinya sendiri, atau teman dekatnya. Tiap hari ada aja bahan ghibah yang bikin resah. Kalau kamu mau ikut gabung ghibah sama mereka, ayok aja! Tapi tanggung sendiri resikonya, bisa-bisa nanti giliran kamu yang kena giliran di-ghibahin!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Evichii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ribet Sana Sini
Ado menghampiri gue yang baru aja turun dari mobil. Udah dua hari ini Pak Andi anter jemput gue ke kantor karena permintaan Restu, dan gue ga bisa nolak. Demi menghindari perdebatan dengan Restu yang dikit-dikit khawatir sama gue, akhirnya gue terima permintaannya itu.
Dan tau kan apa konsekuensinya?
Gosip menyebar di kantor tentang gue yang katanya punya sugar daddy. Gimana engga? Pak Andi selalu tampil necis kelimis dan setia jemput gue pake Alphard Lombardi milik keluarga Restu yang tentu aja langsung jadi pusat perhatian begitu parkir di depan kantor gue.. Umm ya udah lah ya...
Walaupun mental gue udah terkoyak-koyak dan sedih banget setiap ada rekan kerja yang pas papasan sama gue langsung pasang mode "jijik" tapi gue ga akan pernah bisa klarifikasi. Lagi-lagi karena gue bukan artis dan banyak hal yang lebih penting untuk gue pikirin dibanding meladeni mereka yang percaya sama gosip-gosip itu.
"Loh, Restu mana?" tanya gue yang cuma ngeliat Ado berdiri di lobi rumah sakit nungguin kedatengan gue.
"Mas Restu lagi di ruangan mama.. Baru boleh diijinin masuk sama dokter.."
"Ohh.." gue mengangguk, lega mendengar jawaban Ado.
"Kalian tadi sempet makan kan? Maksud gue, Restu baik-baik aja selama nungguin mama.."
Ado mengangguk. "Tenang, Lin.. Restu bakalan baik-baik aja selama ada lu.."
Gue tersenyum sambil mengikuti langkah Ado menuju ruang perawatan mama.
"By the way, kalian ketemu dimana?"
Gue melirik ke arah Ado, sepertinya Restu belum cerita banyak soal gue ke Ado.
"Umm, gue temen satu kostannya Siska.."
Ado menghentikan langkahnya. "Serius??"
Gue ikut berhenti, lumayan terkejut dengan sikap Ado.
"Iya.. Lo kenal ya sama Siska? Ooo iya! Kalian satu kerjaan.."
Ado tertawa, tapi lebih ke ketawa heran sambil memandangi gue.
"Gimana bisa Restu macarin lo sedangkan Siska temen lo? Kalian ga akur ya? Maksud gue, elu sama Siska ga akur?"
"Akur kok! Kenapa sih emangnya?" gue jadi makin penasaran sama sikap Ado.
"Lo ga tau ada apa antara Restu sama Siska?" Ado berbisik dan gue balas dengan gelengan kepala.
"Umm.. kata Siska sih mereka pernah deket.. Tapi Restu ga pernah mau terbuka sama gue.." jawab gue ragu-ragu.
"Siska pernah nekat dateng ke rumah dan bilang sama mama kalo dia hamil anaknya Restu!"
"Whaaatt??" sekarang gue beneran syok bahkan sampe tersedak liur gue sendiri.
"Tapi, tenang aja.. Semua itu ga terbukti kok!Mama sempet syok dan nge-drop karena ulah Siska yang macem-macem, neror mama mulu demi duit.. Itu kenapa Restu akhirnya mengakhiri hubungan dengan Siska.."
Gue mendengarkan cerita Ado dengan serius, agak cemburu dan sedikit kecewa ternyata Restu memang pernah memiliki perasaan khusus ke Siska.
"Eh, gue bongkar kartu ya? Lu jangan bilang Restu ya.. Nanti dia marah ke gue!" Ado nyengir baru tersadar kalo dia terlalu banyak bicara.
"Lo tau sekarang Siska dimana?" gue ga mempedulikan sikap Ado yang ngerasa bersalah sama Restu dan gue.
"Lah kan lu temennya?"
"Gue lost contact sama dia.. Semenjak dia pindah kostan!"
Ado terdiam sejenak. "Kita juga sama.. Setelah Siska morotin uang mama dengan embel-embel mengancam soal kehamilannya, terus dia juga bawa kabur uang resto.. Dia ngilang gitu aja!"
"Kalian ga ada niat cari dia, lapor polisi gitu?"
"Mama yang ga mau kalo urusan Siska diperpanjang.. Dengan dia pergi dari keluarga kita aja, mama udah ngerasa lega banget.."
"Tapi Siska beneran hamil?"
Ado mengangkat bahu. "Tapi bukan anak Restu.. Lo tenang aja, hasil tes DNA-nya masih kita pegang.. Cuma mama emang udah terlanjur syok.."
Gue terdiam. Antara lega dan juga sedikit gelisah, kenapa Restu menyembunyikan kenyataan kalau ternyata dulu dia memang ada hubungan spesial sama Siska? Apa karena mama, jadi Restu ingin melupakan soal Siska sepenuhnya? Atau karena gue pernah deket sama Siska?
"Yah, lu jadi kepikiran ya... maafin gue ga ada maksud bikin lo mikir aneh-aneh soal Restu. Gue jamin, Restu orang yang baik..."
Ado menggaruk kepalanya yang ga gatal, dan senyum ga enak karena merasa bersalah.
Gue menatap Ado dan tersenyum. "Makasih ya.. Gue selama ini emang nyari Siska kemana-mana, tapi mungkin karena masalah sama Restu kemaren itu dia menghilang.. Gue ngerasa ga perlu nyariin Siska lagi.."
Gue berjalan mendahului Ado menuju kamar mama, dan gue liat Restu duduk di sana... Di samping mama yang kini kondisinya sudah jauh berbeda dari mama yang gue kenal saat pertama kali...
"Mamaaa..." gue berlari menghampiri mama dengan perasaan bahagia sekaligus sedih yang bercampur jadi satu.
Penampilan mama tampak berbeda tanpa rambut indahnya meskipun raut wajah cantiknya masih tetap ada. Kepala mama masih berbalut perban. Wajah mama tampak lebih tirus hanya dalam semalam saja.
Mama menatap gue dengan tatapan kosong. "Mama, Lini seneng mama udah sadar.."
Gue memeluk mama tapi mama ga menyambut pelukan gue sama sekali.
"Mama?"
Restu meraih pundak gue lembut dan menatap gue dengan sedih.
"Rena? Kamu Rena?"
Mama menatap gue dengan penuh tanda tanya, seperti mencoba mengenali siapa gue.
"Ini Lini, mama.. Rena masih di Boston.. Rena mau melahirkan cucu mama.." Restu menggenggam tangan mama.
"Rena.." Mama tiba-tiba menangis sambil memanggil nama 'Rena' berkali-kali.
Restu memeluk mama sambil mengusap punggungnya dengan lembut. "Restu minta maaf, karena Rena ga bisa pulang..."
"Restu...." kali ini mama memanggil nama 'Restu' berulang-ulang.
"Ini Restu, ma.. Ini Restu..." Restu tampak putus asa sampai menitikkan air mata. Ia memeluk mama meski mama tidak balas memeluknya. Namun mama terus menerus memanggil nama 'Rena' dan 'Restu' bergantian dan berulang-ulang.
Gue dan Ado saling bertatapan tidak mengerti apa yang terjadi pada mama. Sampai akhirnya Dokter Rendy datang menghampiri kami dan mempersilakan kami untuk menunggu di ruang tunggu kamar mama. Hanya Restu yang masih berdiam di sana, di dekat mama.
"Kami belum dapat memastikan kondisi ibu anda, apakah ini efek dari anastesi atau efek berkelanjutan pasca operasi.. Sebagian pasien mengalami amnesia ringan setelah operasi otak dan dalam beberapa hari biasanya pulih.."
"Dokter yakin ini hanya sementara?" itu suara Restu. Gue dan Ado diem-diem nguping pembicaraan mereka.
Dokter Rendy berdehem. "Untuk kasus ibu anda, kami perlu observasi lebih lanjut. Mohon anda tunggu dalam beberapa hari setelah hasil tes keluar. Untuk sementara, sebaiknya tidak terlalu banyak yang menunggui pasien karena kondisi pasien masih tidak stabil. Ingatannya belum pulih, dan semakin banyak orang yang datang menjenguk, pasien akan semakin bingung dan ini akan mempengaruhi kondisi pemulihannya.."
Gue dan Ado kembali saling bertatapan. Mungkinkah ingatan mama akan cepat pulih dalam beberapa hari ke depan?
Dokter Rendy keluar dari ruangan. Gue dan Ado menghampiri Restu yang masih tampak murung. "Lo pulang aja sama Lini, biar gue yang jaga mama.." Ado menepuk bahu Restu, menawarkan bantuannya untuk menunggui mama tapi Restu menggeleng pelan.
"Gue ga bisa ninggalin mama.. Mama harus tau, kalo gue itu Restu yang dia cari.. Mama harus tau, kalo gue anaknya.. Dan gue ga akan pernah ninggalin mama.." mata Restu kembali berkaca-kaca.
Gue mendekat ke arah Restu dan memeluknya. "Mama akan baik-baik aja... Kita semua akan liat mama kembali sembuh.."
Restu mencium kening gue dan kembali menitikkan air matanya. "Mama harus inget, kalau dia punya calon menantu yang cantik.." ujarnya masih berusaha tersenyum. Gue ikut tersenyum dan memeluknya dalam waktu yang lama.
Sementara itu, Ado keluar ruangan sambil setengah berlari karena mendadak seperti menerima panggilan telfon penting.
Gue dan Restu masih berpelukan di samping tempat tidur mama. Kini, mama sedang tertidur setelah diberikan obat oleh suster. Mama tampak tertidur dengan tenang meski wajahnya masih tampak menahan sakit.
"Lo pasti capek.. Nanti pulang langsung istirahat, Bu Darti pasti udah masak dan lo harus makan dulu.. Maaf gue ga bisa nemenin lo sementara.." Restu berbisik.
Gue mengangguk sambil memejamkan mata. "Ga apa-apa.. Selama ada lo di sini, mama pasti cepet sembuhnya.. Ga usah pikirin gue.. Gue udah lebih baik selama tinggal di rumah lo.. Makasih ya, Restu..."
Kami berpelukan lama sekali, saling memejamkan mata, mencoba menukar rasa lelah dan sedih masing-masing dengan rasa nyaman dan hangat satu sama lain.
Tapi tiba-tiba Ado masuk dengan panik, membuat gue dan Restu terkejut.
"Sorry ganggu gaes! But ini urgent! Kak Rena barusan telfon sambil marah-marah!! Katanya dia nelfon mama tapi nomernya ga aktif.. Dia nelfon lo, katanya ga diangkat.."
Restu langsung mengecek ponselnya dan ternyata benar, ada 5 panggilan tak terjawab dari Kak Rena.
"Kenapa, Do? Kenapa Kak Rena?" tanya Restu panik.
"Kak Rena udah melahirkan bayi perempuannya tadi siang.. Dan dia minta mama dateng ke sana nemuin cucu pertamanya..."
Seketika gue dan Restu saling berpandangan. Perasaan kami campur aduk antara bahagia, terharu dan sedih. Bagaimana menjelaskan pada Kak Rena tentang kondisi mama?
"Terus lo bilang apa?"
Ado gelagapan. "Gue bilang, mama lagi pergi keluar sama lo.. Hp mama ketinggalan di rumah.. Dan Kak Rena bilang kalo nanti lo udah pulang, lo disuruh telfon dia.."
Restu mengusap rambutnya ke belakang dengan kedua tangan. Sedikit frustasi menghadapi Kak Rena, sekaligus juga bahagia atas kelahiran keponakannya yang pertama.
"Kita tunggu beberapa hari, mudah-mudahan benar kata Dokter Rendy kalau kondisi mama nanti akan membaik dan ingatan mama akan pulih.. Tapi menurut gue, lo harus bilang yang sebenernya sama Kak Rena.. Dia berhak tau, agar dia ga membenci mama.."
Gue mengusap punggung Restu, mencoba menenangkan pikirannya yang kalut. Restu menatap gue dengan tatapannya yang hangat sebelum akhirnya mengangguk. "Iya, sepertinya udah saatnya Kak Rena tau..."
Gue menyodorkan air mineral untuk Restu dan menyuruhnya istirahat di sofa. "Malam ini, gue ikut nginep di sini ya?"
Restu menggeleng dengan cemas. "Ga usah, Lin.. Lo pulang aja. Lo harus istirahat, besok pagi lo kan kerja.."
"Besok pagi-pagi banget gue minta tolong Bu Darti buat bawain baju ganti.. Gue berangkat dari sini aja..."
Restu terdiam. Menatap gue dan gue balas menatapnya dengan tatapan ngeyel.
"Hff.. Ok, gue nyerah! Gue emang masih pengen berlama-lama sama lo.." Restu tersenyum sambil mencium tangan gue.
Sementara Ado tampak bete melihat kemesraan gue dan Restu. "Duh, beneran jadi obat nyamuk nih gue! Gue balik ah... Kabarin kalo ada apa-apa sama mama!" serunya sambil mengambil jaket dan beranjak keluar kamar.
Gue dan Restu tertawa melihat sikap Ado. "Makanya punya pacar!" seru Restu dan hanya ditanggapi dengan kepalan tangan oleh Ado.
Kini, tinggal gue dan Restu yang ada di ruangan itu menunggui mama. Lagi-lagi kami hanya berpelukan di sofa sambil memejamkan mata. Gue merasa nyaman ada di pelukan Restu sampe ga sadar gue jatuh tertidur. Mungkin Restu juga.
Dan kami berdua terbangun dengan kaget, ketika hp di saku celana gue tiba-tiba bergetar.
"Ambuuu???"
"Teteeeh, teteh dimana sekarang? Tadi ambu ke kostan teteh, katanya teteh udah pindah! Ibu kost teteh bilang teteh kumpul kebo, sekarang tinggal serumah sama pacar teteh!! Yang bener teteh??? Teteh beneran tinggal berduaan sama cowok? Gustiii, teteeeehhhh! Cepet ke sini! Ambu udah lemes ga bisa kemana-mana!!" Ambu nyerocos panjang kali lebar dengan satu napas, bikin gue yang denger malah keabisan napas.
Gue melongo mendengar ocehan ambu di kuping gue. Sementara Restu yang juga terbangun karena kaget, menarik-narik tangan gue saking penasarannya. "Siapa?" tanyanya bingung.
"Mampus gue!"
Gue berlari meninggalkan Restu yang masih melongo kebingungan. Sedangkan gue terus berlari di lorong rumah sakit untuk segera menemui ambu yang katanya sekarang lagi terdampar di kostan Bu Sri.
Gawaatttt.. Gue harus bilang apa sama ambu?!!!
***
Ah Restu kenapa selalu mempermainkan ketulusan Lini. 🥺
gandos