Kehidupan Elizah baik-baik saja sampai dia dipertemukan dengan sosok pria bernama Natta. Sebagai seorang gadis lajang pada umumnya Elizah mengidam-idamkan pernikahan mewah megah dan dihadiri banyak orang, tapi takdir berkata lain. Dia harus menikah dengan laki-laki yang tak dia sukai, bahkan hanya pernikahan siri dan juga Elizah harus menerima kenyataan ketika keluarganya membuangnya begitu saja. Menjalani pernikahan atas dasar cinta pun banyak rintangannya apalagi pernikahan tanpa disadari rasa cinta, apakah Elizah akan sanggup bertahan dengan pria yang tak dia suka? sementara di hatinya selama ini sudah terukir nama pria lain yang bahkan sudah berjanji untuk melamarnya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Melaheyko, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PUNYA ANAK?
🍃🍃🍃🍃
“Ibu kepingin banget jengukin adekmu,” lirih suara Anita meminta diantar ke alamat tinggal Elizah Natta.
Semalam, Natta mengirimi Hasan sebuah pesan. Mengabari kalau Elizah sakit, tapi Hasan tidak membalas pesannya. Hasan menyampaikan pesan tersebut kepada Anita, Anita tentu khawatir tapi Hasan tidak ada niat untuk menjenguk adiknya. Ia merasa perlu lebih sadis menghukum Elizah dengan mengasingkannya lebih lama.
“Bukannya Ibu percaya kalau pria itu akan menjaga Elizah?” timpalnya judes.
Anita mengatupkan bibirnya.
“Dia adikmu, Hasan. Coba cari alasan bagaimana caranya supaya kita bisa datang ke sana.” Anita memohon tapi Hasan merespon dengan mengangkat bahu.
“Jangan menanggung risiko, Bu. Kalau Abi tahu nanti situasinya jadi makin runyam, Abi baru saja terlihat biasa lagi, banyak bicara lagi.”
Anita berkaca-kaca mendengarnya, dia sungguh merindukan Elizah. Ingin memeluk dan menciumnya. Hasan sama sekali tidak bisa dia andalkan.
🍃🍃🍃
Natta menyesap kopi di balkon, memperhatikan cuaca siang ini yang begitu panas. Elizah entah sedang apa di kamarnya, gadis itu tidak mau berbicara dengan Natta karena Natta tidak mengizinkannya bekerja.
Mata tajam Natta tiba-tiba memicing, dia melihat dua wanita yang tidak asing. Ketika dia memperhatikan dengan saksama, dia langsung berlari ke dalam rumah sampai tersandung.
“Mas, kenapa?” Elizah yang baru keluar keheranan melihat tingkah polah suaminya.
“Ibu dan Zoya datang.” Natta membalas sambil masuk ke kamar, dia memasukkan pakaiannya ke dalam tas. Memindahkannya ke kamar Elizah.
Elizah juga panik dan membereskan meja yang berantakan. Suara ketukan pintu terdengar. Natta mengelap keringat di dahinya, semua barangnya sudah dia pindahkan.
“Sana kamu aja yang lihat.” Elizah mendorongnya dan Natta menariknya.
“Kita sambut ibuku sama-sama. Ayo,” katanya sambil membubuhkan rangkulan di pinggang Elizah. “Ingat, Eli. Jangan sampai ibu tahu bagaimana rumah tangga kita selama ini.”
Elizah mendelik dan Natta merapikan rambutnya. Dua membuka pintu.
Elizah terpaku pada sosok wanita berkerudung maroon itu. Di sebelahnya ada perempuan seusia Sofi, tersenyum ramah sambil menenteng tas.
“Natta,” kata Fatmawati. Suaranya serak, ia berkaca-kaca melihat Natta yang sudah lama tidak dua lihat. Natta menyalaminya, Elizah kemudian melakukan hal yang sama.
“Ini istri kamu?” Fatmawati seperti tidak percaya bahwa Natta memiliki istri seanggun Elizah. Elizah tersenyum kikuk, “tangannya dingin sekali. Kamu baik-baik saja, Nak?”
Fatmawati menyadari kondisi kesehatan menantunya.
“Dia sedang kurang sehat, Bu.” Natta menjelaskan kemudian mengambil alih tas dari Zoya.
“Gimana kabarnya, Mas Natta?” Zoya begitu lembut. Elizah menoleh melihat Natta dengan Zoya di belakangnya.
“Aku baik,” bakas Natta tersenyum.
Elizah heran, kenapa bisa Natta seramah itu? Apa Zoya adalah saudara perempuannya?
Mereka semua duduk, Natta melarang Elizah menjamu mereka. Dia yang melakukannya, menyiapkan minuman dan camilan.
“Ibu sengaja nggak kasih kabar dulu kalau mau ke sini.” Fatmawati terus tersenyum, ia tak henti hentinya menggenggam tangan Elizah. Natta senang melihatnya.
“Beruntungnya aku dan Elizah sedang ada di rumah.” Natta menimpali dan Fatmawati mengernyit.
“Memangnya kalian suka keluar rumah jam segini?” tanya Fatmawati.
“Aku sama Mas Natta kalau siang nggak ada di rumah. Kita berdua kerja,” kata Elizah.
Fatmawati terkejut.
“Natta, kamu membuat istrimu capek-capek bekerja?” Fatmawati heran.
Natta panik, langsung menimpali, “Elizah merasa bosan, Bu. Jadi dia mau bekerja, itu yang dia mau.”
Fatmawati memandangi mereka berdua bergantian.
“Pantas saja kalau Elizah merasa bosan. Nanti, kalau kalian sudah memiliki anak, tak akan bosan lagi.” Fatmawati terkikis dan Elizah dengan Natta saling memandang.
“Mas, aku belum salat Dzuhur. Tasnya dibawa ke kamar yang mana ya?” tanya Zoya.
“Kamar itu.” Natta menunjuk kamarnya dan Zoya langsung beranjak pergi.
“Ibu juga mau salat dulu.” Fatmawati menyusul Zoya.
Tertinggal Natta dan Elizah yang saling menatap bingung. Elizah menendang pelan kaki suaminya itu, Natta langsung menarik tangannya, mengajaknya ke kamar.
“Ibu pasti mau menginap. Kita terpaksa tidur sekamar dulu,” bisik Natta dan Elizah menggeleng.
“Aku nggak mau.”
Natta mendengus, “Eli, jangan kecewakan ibu. Tolong, ini hanya untuk beberapa waktu saja, setelah ibu pulang, aku akan tidur di kamar sebelah lagi.”
“Berapa lama?” tanya Elizah dan Natta tidak menjawab, “Mas.”
“Ibu biasanya menginap sebulan sampai tiga bulan.”
Elizah memukul dada besar suaminya itu.
“Lama banget.”
“Terus? Kamu berani meminta ibu pergi sekarang juga?” tantang Natta dan Elizah melirik semua barang-barang Natta di lantai.
Elizah hanya bisa menerima dan Natta tersenyum.
Natta kemudian merapikan barang-barangnya. Elizah keluar, dia berpapasan dengan Zoya.
Elizah merasa tidak nyaman karena belum mengenal bagaimana dua wanita yang disayang suaminya itu.
🍃🍃🍃🍃
Ali yang gagal menemui Elizah tak pantang menyerah. Dia kembali ke restoran Ratappa. Berharap hari ini Elizah bisa dia lihat, dia yakin Elizah bekerja di sana.
Ali yang menunggu dengan memesan minuman saja itu menarik perhatian para pekerja di sana. Adit bahkan mengadukannya kepada Rafan. Ali sudah dua kali datang, menunggu di sana berjam-jam. Keberadaanya sangat mengganggu.
Adit diminta untuk mengusir Ali dengan sopan. Rafan memberikannya tugas yang membuat Adit mendengus kesal.
“Permisi, Mas.” Sapaannya membuat Ali mendongak.
“Iya, kenapa?”
“Saya benar-benar minta maaf sebelumnya. Kemarin, Mas ini datang dan duduk di sini berjam-jam. Sekarang, Mas datang lagi, ini sangat mengganggu karena tempat yang Mas tempati sekarang bisa berkali-kali di tempati tamu yang lain.”
Teguran Adit diterima baik oleh Ali. Ia menyadari kesalahannya.
“Sebenarnya, saya sedang mencari seseorang.”
Adit tak mau mendengar alasan.
“Tapi, keberadaan Mas mengganggu. Mohon pengertiannya, ya, Mas.” Adit tersenyum terpaksa.
“Iya, tapi apa saya boleh bertanya sesuatu?”
“Iya, kenapa, Mas?”
“Apa ada karyawan bernama Elizah di sini? Saya keluarganya, saya ke sini untuk mencarinya.”
Adit termenung sesaat, Ali yakin Adit tahu tentang Elizah.
“Elizah?” Adit takut salah orang. Nama Elizah kan banyak . Adit juga tak suka ada pria ganteng yang mencari Elizah.
“Nggak ada,” jawab Adit berdusta.
Ali mendesah dan Rafan mendekat.
“Kenapa Elizah? Kamu siapanya? Elizah tidak bekerja hari ini, dia sakit.” Rafan malah jujur sejujur-jujurnya. Adit menggigit bibir, Ali meliriknya tajam karena berbohong.
“Dia sakit?” Ali berdiri dan Rafan mengangguk.
“Kamu siapanya Elizah?” Rafan mendesaknya.
“Saya keluarganya. Saya mendapatkan kabar kalau kerja di sini,” kata Ali dan Rafan tidak yakin dengan penjelasan tersebut. “Apa ada yang memiliki nomor kontak Elizah? Saya juga butuh alamat tempat tinggalnya.”
Rafan menggeleng tegas, “kami tidak memilikinya. Kami sibuk, tolong jangan libatkan kami ke dalam urusan pribadi kalian.”
Ali memudarkan wajah ramahnya. Rafan terang-terangan mengusirnya. Dari pada terjadi masalah, Ali akhirnya memutuskan untuk meninggalkan tempat tersebut. Dan yang jelas, dia sudah mengantongi info kalau Elizah memang bekerja di sana. Dia bisa datang besok, atau besoknya lagi untuk menemui Elizah.
Rafan dan Adit menatap kepergian Ali. Rafan merogoh sakunya, sahabatnya Natta harus tahu bahwa istrinya dicari-cari seorang pria.
🍃🍃🍃🍃
“Kamu suka memasak untuk Natta?” Fatmawati begitu lembut dan Elizah tidak bisa menjawab dengan pasti. Ia hanya tersenyum kikuk, Natta yang sedang duduk di sofa mendengarkan sambil sesekali melirik.
“Kita sering beli dari luar. Lebih praktis, kami hanya tinggal berdua. Memasak terlalu merepotkan,” tutur Natta berusaha untuk tetap menjaga wibawa istrinya.
“Benar, tapi sesekali masaklah untuk suamimu.” Fatmawati tersenyum dan Elizah mengulum bibirnya erat-erat. Bingung harus menanggapi bagaimana.
“Mas, ada tamu,” seru Zoya. Pintu terus diketuk.
“Mungkin pengantar makanan. Aku memesan makanan tadi,” balas Natta dan beranjak untuk memeriksanya.
Elizah menyusul Natta ke dapur. Mereka memindahkan makanan ke dalam wadah. Elizah tidak berbicara apa-apa dan Natta meraih tangannya.
“Kenapa kamu gugup sekali, Eli? Maaf, karena ibu terlalu banyak bertanya dan meminta. Ibuku itu baik, hanya saja dia selalu berlebihan.” Natta berusaha membuat Elizah tenang.
“Aku nggak bisa memasak, aku juga takut salah bicara di depan ibu kamu, Mas.” Elizah menunduk sedih. Natta menarik dagunya, mereka bertatapan.
“Dengan seiringnya waktu, kamu dan ibu pasti akan akrab,” katanya yakin dan Elizah melirik kedatangan Zoya. Natta menjauhkan tangannya. Mereka sama-sama menghindar.
Zoya terkikik, “Ekhem, begitu ya kalau pengantin baru. Ada kesempatan langsung mesra-mesraan.”
Elizah berpaling, pipinya memerah dan Natta mengabaikan gurauan Zoya.
“Biar aku bantu.” Zoya mendekati Natta dan Elizah memerhatikan mereka berdua.
Setelah selesai, mereka makan malam bersama kemudian mengobrol sebentar. Fatmawati dan Zoya pamit untuk beristirahat, mereka semua masuk ke kamar masing-masing.
“Mas, mbak Zoya itu adikmu? Anak yang kamu perlihatkan waktu itu fotonya, dia mbak Zoya?” Elizah mengemukakan pertanyaan yang sejak tadi bersarang di kepalanya.
Natta menggeleng. “Dia sepupuku. Dia anaknya adik ibu.”
“Terus, ayah. Ayah kamu dimana, siapa? Kamu tidak pernah menceritakan apa pun tentang keluarga, aku sampai kaget ketika ibu datang mendadak begini.”
Natta terlihat tidak menyambut baik pertanyaan itu. Dia enggan menjawab.
“Mas, aku bertanya.”
“Aku lelah, Eli. Tidur cepat atau aku akan ikut tidur denganmu di atas kasur.” Natta mengancam dan Elizah merebahkan tubuhnya kesal.
Natta terlihat bersedih, berusaha memejamkan mata. Berbaring beralaskan karpet busa tipis.
Keesokan harinya, Elizah dan Natta pergi bekerja. Meninggalkan Zoya dan Fatmawati di rumah. Natta sudah membaca aduan dari Rafan mengenai laki-laki yang mencari Elizah. Natta tidak tenang, takut itu adalah sosok Ali yang waktu itu ingin bertemu dengan istrinya. Jika benar itu Ali, kenapa dia terus berusaha bertemu dengan Elizah? Tidak mungkin pria itu tidak tahu bahwa Elizah sekarang sudah menjadi miliknya.
Elizah turun perlahan dari motor, Natta tidak membiarkannya langsung pergi begitu saja.
“Kenapa?” Elizah menatap.
“Eli, jika masa lalumu datang mengganggu. Ingat, kalau kita sudah menikah.”
Elizah menatap kedua manik mata itu bergantian. Menatap hampa ke arahnya. Tatapan ketakutan, takut Elizah pergi dari kehidupannya.
“Aku akan menjemput seperti biasa.” Natta mengizinkannya pergi dan Elizah berlalu sambil terus berpikir.
Ketika Elizah bekerja, Adit dan karyawan lain memberitahu bahwa ada pria yang mencarinya. Elizah merasa was-was, dan ketika ciri-ciri pria itu disebutkan Adit yang melihat Ali dari dekat. Elizah yakin bahwa itu adalah Ali.
“Kenapa bisa mas Ali tahu aku kerja di sini? Apa Susan memberitahunya?” gumam Elizah.
Kenapa Ali mencarinya? Padahal, Elizah sekuat tenaga berusaha untuk melupakannya.
Semangat
Tulisanmu sdh semakin terasah
Mirza emang ya keras kepala takut banget turun martabat nya