Berhenti menjadi seorang mata-mata ilegal karena suatu insiden. Akira Nakano memutuskan bekerja sebagai bodyguard pribadi Koji Rodriguez— pemilik perusahaan tambang emas terbesar dan tersukses se-Asia sekaligus seorang mafia. Namun siapa sangka bahwa perusahaan tersebut adalah tempat yang pernah dia bobol sebelumnya saat menjalankan misinya sebagai seorang mata-mata ilegal.
Keadaan menjadi terguncang saat Koji menawarkan lamaran pernikahan kepada Akira selaku status mereka antara seorang bos dan bodyguard nya.
Dan apa jadinya jika sebuah rahasia berhasil mengejutkan mereka berdua disaat semuanya sudah terjadi!!!
°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°
Mohon Dukungannya ✧◝(⁰▿⁰)◜✧
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Four, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
AITOFU — BAB 29
PERHATIAN KECIL SEBUTIR PASIR
Masih dalam posisi yang sama, Akira menunggu perintah dari bosnya. Apakah dia harus membunuhnya atau melepaskannya?
“Lepaskan dia. Biarkan seorang pecundang pergi.” Perintah Koji yang benar-benar membuat Akira tak setuju. Wanita itu menatap tajam dan lekat ke Atara sehingga pria itu sendiri menyeringai kecil dan melepaskan dirinya paksa juga kasar.
Tentu saja pria bernama Atara itu tak bisa berbuat banyak, secara— kekuasaan Koji lebih banyak daripada miliknya. Pria itu berdiri dari duduknya, memandang sekilas ke keempat penjaganya dengan lirikan tajam. “Dasar tidak becus.” Sindirnya sembari membenarkannya kancing kemejanya lalu pergi begitu saja.
Kehilangan satu pelanggan bukan berarti membuat Koji takut— setidaknya dia berhasil menyingkirkan orang seperti Atara yang malah akan membuat rugi.
Seketika keadaan di ruangan tersebut menjadi hening kembali, Koji menoleh, memperhatikan wajah bodyguardnya yang hanya diam menatap lurus. “Obati lukamu.” Ujar pria pirang itu terdengar dingin namun dia memperhatikannya. Oh yang benar saja!
Akira mengusap luka di sudut bibirnya, dan benar, ada noda darah di sana.
“Aku akan mengobatinya di Mansion!” jawab wanita itu sangat sopan.
Seketika Koji duduk di sofanya kembali, namun mata tajamnya mengarah ke Akira yang masih berdiri. “Sit down.” Pinta suara bariton itu tak bisa lagi Akira hindari.
Ia terpaksa menuruti nya, duduk di sofa yang Atara duduki tadi.
“Siapa yang menyuruhmu duduk di sana?”
Refleks Akira kembali berdiri dengan wajah kebingungan. Wanita itu tak tahu apa lagi yang bos menyebalkan nya itu minta. “Lalu...?”
Koji menggerakkan kepalanya ke arah kiri. “Duduklah di sini.” Pintanya menyuruh sang bodyguard untuk duduk di sebelahnya. Ya! Disebelahnya ia duduk.
Kegugupan tentu saja Akira rasakan detik itu juga. Ia ingin sekali menolaknya mentah-mentah, tapi pria yang sedang dia hadapi adalah bosnya sendiri. Si dingin, angkuh dan menyebalkan.
Selang beberapa menit kemudian, keduanya yang duduk bersebelahan, juga terdapat es batu kecil-kecil di dalam plastik di sebuah wadah khusus. Baik Koji maupun Akira, mereka tak menyentuhnya.
Tak ingin seperti orang bodoh yang hanya berdiam diri. Koji langsung meraih plastik berisi es batu tadi dan menempelkannya ke pipi kiri Akira tanpa meminta izin terlebih dahulu. Sungguh? Dia seorang Koji Rodriguez, untuk apa meminta izin?
“Aku hanya memberimu tamparan, bukan hukuman yang biasa seorang bawahan pria dapatkan. Jangan pernah menyela pembicaraan seorang atasan, itu sudah peraturannya. Kau faham?!” jelas pria itu yang masih menempelkan plastik tadi ke pipi Akira.
Kontak mata mereka saling bertemu, hingga wanita itu tersadar kembali dan meraih plastik tadi. “Biar aku saja.” Ucapnya.
Mereka kembali berdiam diri. Akira yang berpaling ke sisi kiri hanya bisa memasang wajah tegang. Degupan yang tak pernah dia rasakan pas seorang pria. Sedangkan Koji sendiri meneguk vodkanya dan mencoba tenang.
Tek! gelas kaca baru saja diletakkan kembali ke atas meja. Sambil mencecap sekilas, Koji beranjak dari duduknya sembari melihat ke arah arlojinya. “Kau boleh pergi jika mau, ini masih hari weekend.” Ujar pria itu memberikan kesempatan.
“Tidak Tuan, lebih baik aku mengantar anda.” Balas Akira hingga ia sadar akan ucapannya. Tapi itu memang benar, membalas yang sudah semestinya menjadi tugasnya sebagai seorang bodyguard.
Koji terdiam beberapa saat. Safir birunya benar-benar tegas sangat cocok dengan rahangnya yang juga nampak tegas. Tak ada jawaban, pria itu langsung saja keluar dari ruangan tadi sehingga Akira segera mengikutinya, toh lukanya tak begitu parah.
...***...
“Ya! Antar yang benar, aku tidak mau Tuan Koji memarahiku dan aku selalu menjadi pawang bagi kalian!!” ucap Kairi jelas dan tegas kepada anak buah Koji yang kini sibuk memasukkan kotak-kotak ke dalam container.
Tentu saja pria itu selalu tegas, dia berjaga di bagian pelabuhan, semua yang terjadi di sana akan menjadi tanggung jawabnya. Dan Koji, pria itu selalu marah-marah bila ada kesalahan sedikitpun.
Saat sibuk memperhatikan angkutan-angkutan barang-barang tadi. Mata Kairi berfokus ke sebuah mobil yang baru saja tiba. Tentu saja dia mengenal mobil tersebut. “Tumben sekali datang di hari weekend.” Gumam Kairi merasa aneh saat melihat bosnya datang.
Sosok pria gagah dengan setelan jas hitam dan kaos hitam berjalan menghampiri Kairi bersama seorang wanita di belakangnya.
“Selamat datang Tuan Koji! Wah, sangat mengejutkan melihat Anda datang di hari libur!” sapa Kairi si pria ramah senyum. Namun bila dia sudah marah, jangan tanyakan lagi.
“Hm. Bagaimana pengirimannya?” tanya Koji dingin, sangat dingin.
“Yang dua baru saja berangkat sekitar 2 jam lalu, dan ini pengiriman terkahir.” Jelas Kairi mendetail. Senyuman Kairi hilang saat dia menengok ke arah Akira.
“Oh! Kau... Akira?!”
Wanita itu hanya mengangguk kecil. “Kau... Juga terluka. Bagaimana bisa—” Seketika pria itu terdiam saat menyadari akan keberadaan Koji di sana.
Ya... Seharusnya Kairi tahu. “Em.. Maksudku... Terluka seperti itu hal biasa, apalagi sebagai seorang bodyguard! Jangan kaget, kau wanita yang kuat!” lanjut Kairi tersenyum ke arah Akira.
Melihat tindakan itu Koji langsung berdeham kecil. “Aku akan pergi ke sudut, tetaplah berjaga di sini.” Ujar pria itu melengos begitu saja, apakah dia sengaja?
Bahkan Kairi sendiri sedikit aneh dengan sikap bosnya, namun itu tak menutupinya bahwa Koji memanglah pria angkuh dan dingin.
“Kau mau kopi? Selagi Tuan Koji merenung.” Tawar pria berkaos hitam rapi itu kepada Akira.
“Tidak usah, aku— ”
“Jangan khawatir, ini gratis. Santai saja, ayo!” ajaknya dengan paksa namun ramah.
Akira tak bisa menolaknya, dia sendiri juga tak ada alasan untuk bekerja di hari weekend. Bukankah Koji sudah memberinya kesempatan untuk pergi bersantai.
.
.
.
Hampir setengah jam berlalu, Koji Rodriguez masih betah berdiri sembari menatap ke lautan luas, tepat berada di tebing atas dengan pagar sebagai pembatas. Pria itu selalu bersantai di sana setiap kali dia datang ke pelabuhan itu.
Kedua matanya tertutup seraya membayangkan sosok wanita yang akhir-akhir ini selalu menggerayanginya dalam mimpi. Bukan hantu, melainkan serpihan hati yang membuat Koji merasa bersalah dan tidak tenang. (“Koji... Tolong aku! Aku mencintaimu.”)
Akira sedari tadi hanya diam mengamatinya dari bawah sambil membawa secangkir kopi yang Kairi berikan.
“Tidak perlu terkejut. Tuan Koji selalu seperti itu, dia hanya ingin ketenangan.” Jelas Kairi saat pria itu menyadari akan tatapan Akira yang terus memperhatikan bosnya.
Wanita itu kembali menoleh ke Kairi yang baru saja menyeduh kopinya sendiri.
“Apa yang dia pikirkan?” tanya Akira untuk pertama kalinya wanita itu membuka pembicaraan lebih dulu.
“Masalah pribadi. Lebih baik kau jangan bertanya hal itu, jika tidak ingin membuatnya menggila.” Jelas pria baik tadi meletakkan cangkirnya di atas meja kecil.
Akira terdiam sambil menyeruput minumannya. Kini dia menjadi penasaran kan jadinya!