Seruni adalah seorang gadis tuna wicara yang harus menghadapi kerasnya hidup. Sejak lahir, keberadaannya sudah ditolak kedua orang tuanya. Ia dibuang ke panti asuhan sederhana. Tak ada yang mau mengadopsinya.
Seruni tumbuh menjadi gadis cantik namun akibat kelalaiannya, panti asuhan tempatnya tinggal terbakar. Seruni harus berjuang hidup meski hidup terus mengujinya. Akankah ada yang sungguh mencintai Seruni?
"Aku memang tak bisa bersuara, namun aku bisa membuat dunia bersuara untukku." - Seruni.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mizzly, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Permintaan Daddy Dio
POV Author
Avian mendekati Nyonya Anita dan mengajaknya bicara. "Ma, aku Avian. Dia rekan bisnisku, Kavi."
Nyonya Anita menggelengkan kepalanya. "Bukan. Dia Avian." Nyonya Anita mengangkat wajahnya dan menatap Avian dengan bingung. "Kamu juga Avian. Yang mana Avian-ku?"
"Aku, Ma. Aku Avian anak Mama." Avian dengan sabar meyakinkan Nyonya Anita.
"Iya, kamu Avian. Vian, Papa kamu mana?" Nyonya Anita kembali menanyakan pertanyaan yang sama.
"Papa sudah tiada. Mama lupa tadi kita mau makan es krim?" bujuk Avian lagi.
"Mau. Mama mau es krim cokelat." Nyonya Anita kembali menggandeng tangan Avian.
"Kavi, maaf ya, kondisi Mama memang seperti ini. Mama menderita demensia. Suka lupa dan mengulang pertanyaan yang sama. Sebenarnya saya mau lama mengobrol dengan kamu, saya tunggu kamu di kantor ya!" kata Avian tak enak hati.
"Baik, Pak."
Avian lalu pamit pada Kavi dan mengajak Nyonya Anita pergi. Kavi masih mendengar pertanyaan yang sama dari Nyonya Anita. "Vian, Papa kamu mana?"
Kavi menatap kepergian Avian dan Nyonya Anita sambil tersenyum. Dalam hatinya timbul rasa kagum melihat Avian yang begitu sabar menjawab pertanyaan berulang dari Nyonya Anita.
"Kavi!" Rose memanggil Kavi yang sejak tadi ijin ke toilet dan tak kembali. "Ayo, kita makan pizza!"
****
Brak!
Sisil melempar proposal yang Kavi ajukan dengan wajah kesal. "Anggaran perusahaan sebesar ini hanya untuk memamerkan kesombongan kamu? Kamu pikir perusahaan punya kamu seorang apa? Ganti lagi!"
"Ba-baik, Sil." Kavi mengambil kembali proposal yang dilempar Sisil.
"Panggil Ibu saja. Kamu itu bawahanku, jangan sok akrab!"
"Iya, Bu. Permisi." Kavi pamit sambil menahan rasa kesalnya. Kavi kembali ke tempat kerjanya dan menghembuskan nafas kesal.
"Kenapa? Ditolak lagi sama tuh anak bocah?" ledek Rizal, teman satu bagian Kavi.
"Hush! Nanti dia dengar. Ribet urusannya. Aku saja sekarang disuruh panggil Ibu. Bingung aku, apa sih maunya dia? Kemarin panggil Ibu eh disuruh ganti nama. Sekarang sudah panggil nama, disuruh ganti panggil Ibu lagi," keluh Kavi sambil garuk-garuk kepala.
"Namanya juga bocil labil disuruh pimpin perusahaan, ya begitulah," kata Rizal.
"Labil sih labil, jangan tolak proposalku terus dong. Ini sudah proposal ketiga dan ditolak terus. Tugas kuliahku saja tidak sesulit ini," keluh Kavi.
"Semangat, Bro! Jangan kasih kendor!"
Kavi menghela nafas berat. Hari-harinya makin berat sejak ia dipercaya memegang proyek minyak murah yang ia usulkan. Sisil seakan terus menjegalnya. Setiap ia mengajukan proposal selalu ditolak dengan berbagai alasan.
Sebuah ide tiba-tiba tercetus di benak Kavi. Ia hanya mengubah sedikit kalimat tanpa mengubah anggaran. Kavi yakin, Sisil tidak benar-benar membaca proposal buatannya.
Benar saja, saat Kavi ajukan untuk ke empat kalinya, Sisil menyetujui proposal buatannya. "Lain kali buat anggaran yang masuk akal. Jangan kebanyakan caper!" kata Sisil dengan pedas.
"Baik, Bu." Kavi tersenyum puas lalu pergi meninggalkan ruangan Sisil. Akhirnya ia bisa melanjutkan rencananya membuat minyak murah dengan kualitas ala PT Putra Laksana Agro. Pasti masyarakat akan menyukai produk gagasannya.
Kavi pun mulai disibukan dengan proyek barunya dan harus kuliah sepulang kerja. Ia benar-benar sibuk, hanya pulang ke rumah untuk tidur saja dan berangkat besok pagi-pagi sekali.
"Bu, maaf ya kalau Kavi jarang menemani Ibu. Kavi sedang banyak kerjaan dan harus mengambil beberapa kelas sekaligus. Kavi mau lulus kuliah dengan cepat, Bu. Doakan Kavi selalu ya, Bu." Kavi memeluk Runi sebelum berangkat kerja.
Runi tersenyum dan menganggukkan kepalanya. "Ibu akan doakan kamu selalu," kata Runi.*
Kavi pun pamit. Ia hari ini ada jadwal meeting dengan PT Global Mart. Usulan pertama dari Kavi sudah disetujui. Kini usulan berikutnya akan Kavi ajukan.
Avian menyambut kedatangan Kavi dan Sisil dengan sangat ramah. Kavi dan Sisil dijamu dengan banyak makanan dan minuman di meja meeting. Sikap Avian sungguh berbeda jika dengan Kavi, entah mengapa Avian sangat menyukai Kavi dan sangat senang jika ada jadwal meeting dengannya.
"Seperti yang sudah dibicarakan pada meeting kita sebelumnya, perusahaan kami sudah membuat inovasi dengan tujuan mengikuti pola konsumsi masyarakat. Kami membuat produk baru dengan harga yang mampu bersaing di masyarakat. Diharapkan masyarakat akan lebih memilih produk baru kami karena nama kami sudah terkenal dengan kualitasnya." Kavi menunjukkan contoh produk terbaru mereka. "Kami akan merasa sangat terhormat jika PT Global Mart mau bekerja sama dalam promosi produk terbaru kami."
Avian tersenyum puas dengan hasil kerja Kavi. Ia mampu mengubah image produk PT Putra Laksana Agro yang terkesan mahal di mata masyarakat menjadi produk yang bisa diterima semua kalangan. "Wah, bagus loh produknya. Dengan harga jual yang hanya berbeda beberapa ratus rupiah dari produk minyak murah, masyarakat tentu akan lebih memilih minyak berkualitas produksi PT Putra Laksana Agro pastinya," puji Avian. "Kalau masalah promosi, Kavi tenang saja, saya akan menyediakan promosi di seluruh cabang perusahaan kami. Saya yakin produk ini akan sukses besar."
"Aamiin, Pak." Kavi tersenyum senang. Kerja kerasnya selama ini tak sia-sia. Ia melirik sekilas pada Sisil yang sejak tadi hanya diam. Sisil memasang senyum terpaksa di wajahnya.
Setelah mendapat persetujuan dengan PT Global Mart, promosi pun dilakukan. Kavi semakin sibuk dengan pekerjaannya. Inovasi yang ia buat berhasil membuat laba perusahaan meningkat tajam. Semua tak lepas dari bantuan promosi besar-besaran yang dilakukan PT Global Mart.
"Apa Aki bilang, anak itu cerdas. Dia mengubah masalah menjadi peluang bisnis!" puji Aki saat makan malam bersama keluarga besar Daddy Dio.
Sisil hanya diam saja. Ia merasa telah gagal menjadi pemimpin. Hatinya panas mendengar Kavi terus mendapat pujian dari Aki namun ia sadar kalau dirinya memang masih banyak kekurangan. Sisil memutuskan untuk menenangkan diri.
"Sil." Daddy Dio menghampiri Sisil yang melamun di dekat kolam renang.
"Iya, Dad."
Daddy Dio duduk di kursi samping Sisil dan menatap putri satu-satunya yang selama ini selalu berambisi menjadi penerusnya dalam memimpin perusahaan. "Maaf kalau Daddy harus mengatakan hal ini. Manajemen perusahaan ... makin meragukan kepemimpinanmu."
"Aku tahu, Dad. Aku ... memang tak layak menggantikan Daddy dan Kak Kevin," kata Sisil dengan suara pelan.
"Kamu layak, Sil. Kamu hanya kurang berlatih saja." Daddy Dio diam sejenak sebelum melanjutkan perkataannya. "Sil, saat kemarin penyakit Daddy kumat, kamu tahu apa yang Daddy pikirkan?" tanya Daddy.
Sisil menggelengkan kepalanya.
"Daddy memikirkan kamu. Kalau Daddy sampai tiada, Daddy pasti sangat sedih karena tak bisa menikahkan anak perempuan Daddy satu-satunya." Daddy Dio meneteskan air mata saat mengatakannya.
"Dad, jangan berkata seperti itu. Daddy sudah sehat kok. Daddy pasti akan bisa menikahkanku nanti." Sisil memeluk Daddy Dio seakan takut kehilangan cinta pertamanya.
"Sil, Daddy mau menikahkan kamu sekarang, mumpung Daddy masih sehat. Mumpung Daddy masih bisa bicara. Maukah kamu ... menikah dengan Kavi?" Daddy Dio menatap Sisil dengan penuh harap.
"Dengan ... Kavi?" Sisil terkejut mendengar permintaan Daddy Dio.
"Daddy percaya dia pria baik untukmu. Daddy juga yakin hanya dia yang bisa membantumu belajar memimpin perusahaan kita. Sil, maukah kamu mengabulkan permintaan Daddy ini?"
****
eh jd papa Dio dan mama Ayu...itu yg punya bisnis Ayu Furniture itu?...olala...😂😂😂
Kavi menjadi pemuda yang luar biasa, Seruni berhasil mendidiknya.