Inara harus menelan pil pahit ketika Hamdan, sang suami, dan keluarganya tak mampu menerima kelahiran anak mereka yang istimewa. Dicerai dan diusir bersama bayinya, Inara terpuruk, merasa sebatang kara dan kehilangan arah.
Titik balik datang saat ia bertemu dengan seorang ibu Lansia yang kesepian. Mereka berbagi hidup, memulai lembaran baru dari nol. Berkat ketabahan dan perjuangannya, takdir berbalik. Inara perlahan bangkit, membangun kembali kehidupannya yang sempat hancur demi putra tercintanya.
Di sisi lain, Rayyan Witjaksono, seorang duda kaya yang terluka oleh pengkhianatan istrinya akibat kondisi impoten yang dialaminya. Pasrah dengan nasibnya, sang ibu berinisiatif mencarikan pendamping hidup yang tulus, yang mau menerima segala kekurangannya. Takdir mempertemukan sang ibu dengan Inara,ia gigih berjuang agar Inara bersedia menikah dengan Rayyan.
Akankah Inara, mau menerima Rayyan Witjaksono dan memulai babak baru dalam hidupnya, lengkap dengan segala kerumitan masa lalu mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eli Priwanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Saling bertemu secara diam-diam
Sinar mentari pagi telah menembus celah-celah gorden, seperti biasanya, Inara sudah selesai dengan pekerjaan rumah, Daffa juga sudah dimandikan air hangat dan meminum ASI ekslusif darinya, pagi ini Bu Farida tidak pergi ke ruko berbarengan dengan Inara karena menjaga Daffa yang sudah tertidur pulas.
"yasudah kamu segera pergi ke ruko gih, takutnya sudah ada pelanggan yang menunggu di sana, nanti kalau Daffa sudah bangun, ibu segera kesana... Oh iya, bukankah hari ini Mpok Jule mulai membantu pekerjaanmu di ruko? Semalam Ibu sempat berpapasan dengannya saat ibu pulang lebih dulu bersama Daffa."
"aku baru tahu malahan Bu, yasudah nanti Inara coba tunggu Mpok Jule di ruko, siapa tahu langsung kesana!" ujarnya, katanya.
akhirnya Inara bergegas menuju ruko, pagi ini ia tidak begitu terburu-buru dengan pekerjaannya, karena pesanan gaun dari Bu Manopo sudah rampung pagi ini.
Sekitar hampir lima belas menit berjalan kaki, akhirnya Inara tiba di depan ruko dan benar saja sudah ada beberapa konsumen yang sudah menunggunya, tidak lupa Mpok Jule juga sudah berada di sana sambil mengobrol dengan dua orang wanita yang terlihat cukup akrab.
" akhirnya Mbak Inara datang juga, Mba perkenalkan kedua temanku, mereka ngajar di sekolah SMP Negeri Kebon kosong Jakarta, deket ko di sekitar sini, katanya mau minta di jahitkan kebaya, mbak bisa kan?"
Inara mengangguk pelan, ia tersenyum ramah ke arah Jule dan kedua temannya.
"tentu saja bisa, mari biar saya ukur dulu, dan nanti temannya Mpok Jule bisa melihat beberapa desain yang mungkin cocok!"
Kedua temannya Mpok Jule sudah tak sabar untuk melihat desain yang cocok untuk kebaya mereka yang rencananya akan di gunakan untuk acara peresmian penting.
.
.
Pagi menjelang siang, setelah mengobrol dengan konsumen barunya Inara, kemudian Inara kembali melanjutkan pekerjaannya, suasana di ruko jahit milik Inara ramai oleh deru mesin jahit. Inara sedang merapikan lipatan kain brokat di atas meja potong, sementara Mpok Jule menjadi asisten barunya, ia sibuk menyeterika kain furing.
Mpok Jule, yang kini bekerja di ruko ini setelah Inara melarang keras Bu Farida bekerja sebagai pemulung lagi, tampak antusias.
Kehadiran Bu Farida kini lebih fokus pada mengasuh Daffa, yang sudah dianggap sebagai cucunya sendiri, sebuah peran yang akhirnya bu Farida jalani dengan sukacita di usia senja.
Tak lama kemudian, Inara kembali melanjutkan pekerjaannya yang masih menumpuk.
Selang beberapa menit kemudian Inara menyempatkan diri untuk menunjukan beberapa desain miliknya kepada mpok Jule, ia ingin meminta pendapatnya karena desain yang ia buat sendiri nantinya akan ia tunjukkan kepada Tuan Rayyan tanpa ada satu orangpun yang tahu.
"Nah, pas banget mpok Jule tidak begitu sibuk, Aku baru selesai membuat sketsa desain kebaya pesanan seseorang. Mau lihat dulu gak pok? Boleh aku minta pendapat sama, Mpok Jule?"
Mpok Jule mengangguk cepat
"Waaah, mau banget, Mbak Inara! Penasaran nih sama ide-ide jeniusnya Mbak Inara. Bikin deg-degan kayak nunggu hasil undian."
Kemudian Inara mengambil dua lembar kertas sketsa.
"Jangan dilebih-lebihkan ya mpok, Pokoknya aku butuh kejujuran dari Mpok Jule, di sini aku buat dua desain yang berbeda. Satu adalah kebaya tradisional berpotongan klasik dengan detail payet minimalis yang di padupadankan dengan style modern, dan kebaya satunya lagi di buat elegan namun ada ciri khas tradisional di bagian punggungnya aku buat sulaman berupa burung merak, tapi aku coba beri sedikit sentuhan elegan di dalamnya."
Lalu Inara meletakkan sketsa di atas meja. Mpok Jule kemudian mendekat.
"Astaghfirullah, Mbak Inara... ini bagus sekali! Padahal Mpok Kira biasa saja, tapi ini... anggun sekali, Mbak. Cocok untuk segala usia, dan desainnya Mbak Inara tidak berlebihan" kemudian Mpok Jule menunjuk sketsa satunya lagi " nah kalau yang ini di bagian lengan puff dan bordir bunga sangat cocok dengan sentuhan sulaman burung merak di bagian punggung, wah...pokoknya cucok meong! Lengan puff-nya itu lho, Mba... bikin siapapun yang memakainya jadi kelihatan lebih muda sepuluh tahun! matamu itu punya feeling yang bagus. Mbak Inara, bakatmu itu sungguh luar biasa!"
Inara tersenyum atas pujian dari Mpok Jule
"Syukurlah Mpok Jule suka. Ini akan aku buat dari bahan brokat semi-prancis yang sudah aku pilih"
"mantap Mba Inara langsung gas pol!"
"Terimakasih Mpok Jule atas pendapatnya, baiklah kalau begitu ayo kita segera mengerjakan kembali pekerjaan kita, Karena usahaku ini sedang banjir order, malah ada dua pesanan kebaya pengantin yang juga harus segera selesai, jadi perkiraanku adalah sepuluh hari baru bisa di ambil, termasuk dua kebaya pesanannya temannya Mpok Jule!"
"Tidak apa-apa, Mbak. Yang penting hasilnya memuaskan. Aku dan kedua temanku sangat percaya dengan tangan dingin mu itu."
Waktu menunjukkan pukul dua belas lewat, dan Inara mulai merasa gelisah. Ia ingat janji makan siang dengan Tuan Rayyan. Inara harus segera pergi tanpa membuat Bu Farida curiga.
Kemudian Inara berjalan menghampiri Bu Farida yang sedang menyuapi Daffa.
"Bu, Inara izin pergi sebentar ya?"
"Kamu mau ke mana, Nduk? Sudah mau jam makan siang."
Inara mengambil napas dalam dan ia terpaksa berbohong dengan cepat.
"Ada yang order dua kebaya lagi, Bu. Payet dan benang yang Inara punya kurang. Jadi, Inara harus segera keluar ke toko grosir di Tanah Abang. Kalau ditunda, nanti pesanan menumpuk."
Bu Farida mengangguk khawatir.
"Ya ampun, Nduk, banyak sekali rezekimu. Tapi hati-hati ya di jalan. Jangan lupa makan. Perlu ditemani Mpok Jule?"
"Tidak usah, Bu. Mpok Jule biar membantu membereskan sisa potongan kain di sini. Inara sebentar saja kok, cuma ambil barang. Inara pergi dulu ya, Bu."
Inara mencium tangan Bu Farida dan menggendong Daffa sebentar. Dengan langkah cepat, ia meninggalkan ruko. Ia menuju taman kota, tempat kafe yang disepakati, jantungnya berdebar kencang, merasa bersalah karena telah berbohong.
Di saat yang sama, Tuan Rayyan sudah berada di dalam mobil mewahnya bersama Frans, asisten pribadinya. Mobil itu melaju menuju salah satu restoran terkemuka di Jakarta yang telah mereka pesan khusus.
"Tuan, maaf sebelumnya, tapi bukankah akan lebih efisien jika Nona Inara direkrut saja sebagai karyawan inti di divisi desain Witjaksono? Bakatnya itu luar biasa, Tuan."
Rayyan memandang ke luar jendela dengan tatapan dingin.
"Tidak, Frans. Aku tidak ingin dia menjadi karyawan. Aku hanya ingin desainnya."
"Tapi Tuan... jika dia bekerja untuk kita, desainnya otomatis menjadi milik perusahaan."
Kemudian Rayyan menoleh pada Frans, sorot matanya tajam
"Aku tahu. Tapi aku ingin cara yang lebih cepat. Aku akan membelinya, membayarnya sangat mahal untuk setiap desain yang ia ciptakan. Aku ingin menguasai hak paten desainnya tanpa melibatkan dia dalam struktur perusahaan. Dengan begitu, dia tidak punya hak paten atas karyanya sendiri. Aku tidak butuh designer berbakat, aku butuh karya yang revolusioner."
Kemudian Frans mendesah pelan, ia sangat menyayangkan atas keputusan Tuannya yang ia anggap tidak adil itu
"Baiklah Tuan. Saya mengerti. Saya Hanya ingin memastikan bahwa langkah yang kita ambil sudah tepat."
Tepat pukul 13.00, Inara tiba di restoran mewah tersebut. Ia merasa canggung dan salah tingkah, kontras dengan para pengunjung yang didominasi oleh pebisnis berjas mahal. Rayyan dan Frans sudah menunggu di meja yang agak tersembunyi.
Saat Inara mendekat, Frans bangkit dan tersenyum menyambut. Ia terpesona melihat kecantikan alami Inara, yang walau hanya mengenakan pakaian sederhana, namum aura keanggunannya tetap terpancar. Frans berpikir, Inara adalah wanita cantik yang cocok disandingkan dengan Tuannya, mengingat Tuannya sudah menjadi duda selama dua tahun. Namun, Rayyan masih duduk tegak, memperlihatkan sikapnya yang selalu dingin terhadap wanita.
"Selamat siang, Nona Inara. Terima kasih sudah bersedia datang. Silakan duduk."
Kemudian Inara duduk dengan hati-hati.
"Selamat siang, Tuan Rayyan dan juga Tuan...." Seketika Inara menghentikan perkataannya di udara
"Nama saya Frans, Nona! Saya adalah Assistennya Tuan Rayyan!" Frans mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan.
Lalu Inara membalasnya, dan keduanya saling berjabat tangan.
Tatapan mata Rayyan menelisik Inara sekilas, tanpa senyum.
"Langsung saja, Nona Inara. Saya tidak punya banyak waktu. Saya sangat menyukai desain etnik dan modern milikmu dan saya ingin membeli semua desain kebaya dan gaun yang Anda miliki saat ini. Berapa harga yang Anda minta?"
Inara terkejut dengan sikap dingin dan lugas Tuan Rayyan.
"Tu... Tuan Rayyan, maaf, saya belum menetapkan harganya. Saya hanya ingin menawarkan beberapa desain saja, tidak semuanya."
"Sebutkan saja nominalnya, Nona. Saya tidak akan menawar. Saya akan membayar berapapun yang Anda minta, asalkan semua hak cipta dan paten desain itu sepenuhnya beralih ke tangan perusahaan Witjaksono."
Pertemuan itu baru saja dimulai, dan Inara sudah merasa terdesak oleh penawaran fantastis, namun mengikat, dari Tuan Rayyan.
Bersambung...