udihianati sahabat sendiri, Amalia malah dapat CEO.
ayok. ikuti kisahnya ☺️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon uutami, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 7 : Membuat kerusuhan di pesta
"Kamu cantik, Lia."
Lia menatap pantulan dirinya di cermin. Gaun merah marun membalut tubuhnya dengan sempurna, rambutnya disanggul anggun, dan sepasang anting berlian mungil menghiasi telinganya. Senyum tipis terukir di bibirnya, bukan senyum bahagia, melainkan sinis.
"Hari ini... panggung milikmu, Lia," bisiknya pelan, sebelum melangkah keluar dari kamar hotel dengan percaya diri yang terasa seperti getaran di udara.
"Balas dendam yang manis."
Pesta pernikahan itu digelar megah di aula luas yang dihiasi mawar putih dan lampu kristal yang berkilauan bagaikan bintang. Musik lembut mengalun, para tamu berbincang hangat, dan di pelaminan berdiri dua sosok pengantin baru, Silvi dan Jono, tersenyum lebar.
Namun senyum itu segera pudar ketika pintu aula terbuka lebar, menampilkan sosok yang sama sekali tak mereka duga.
Langkah Lia terdengar jelas, hentakan stiletto-nya memantul di lantai marmer. Kepala demi kepala menoleh. Tatapannya lurus ke arah pelaminan, penuh tujuan.
"Lia?" desis Jono, wajahnya langsung pucat.
Silvi menggenggam lengan suaminya, tubuhnya menegang. "Apa yang dia lakukan di sini?"
Lia berhenti di tengah aula. Semua mata tertuju padanya.
"Oh, Silvi…" ucap Lia sambil bertepuk tangan perlahan. "Kau tampak luar biasa hari ini. Tapi aku lebih kagum pada kemampuanmu... menimpakan kesalahan pada orang lain demi menutupi dosamu sendiri."
Silvi menelan ludah. "Li-Lia? Kenapa kau ke sini? Bukankah seharusnya kau sedang di luar negeri, bersenang-senang?"
Lia tertawa keras, "Ah, lucu sekali. Sebulan lalu, aku pikir hari ini juga akan menjadi hari bahagiaku. Tapi ternyata, sahabatku sendiri mengambil tempatku… dan tidur dengan tunanganku, hanya seminggu sebelum hari besar itu."
Keheningan menyelimuti ruangan. Bisik-bisik mulai terdengar di antara tamu.
"Lia, hentikan," Jono maju selangkah. "Kau tidak tahu apa yang kau bicarakan."
"Oh, aku tahu persis." Lia mengangkat ponselnya, lalu menghubungkannya ke proyektor aula.
Sekejap kemudian, suara desahan samar memenuhi ruangan. Gambar di layar menampilkan Jono dan Silvi di ranjang hotel, tak meninggalkan ruang untuk alasan.
Beberapa tamu menutup mulut, terkejut. Ada yang berdiri, bingung dan tercengang.
Ibu Jono bangkit, wajahnya memerah. "Astaga, Jono… apa ini benar?"
"Ini… ini tidak seperti yang kalian pikir!" seru Silvi, panik. "Dia pasti memanipulasi segalanya!"
"Manipulasi bagian mana, Silvi?" Lia menyipitkan mata, suaranya penuh sarkasme. "Saat kalian memesan kamar? Saat kalian masuk ke hotel? Atau saat kalian… mendesah bersama?"
Seorang tamu pria berseru, "Tunggu… aku pernah lihat video ini di media sosial! Wanita yang menampar pria di lobi hotel… itu Lia, kan?"
"Oh iya! Aku ingat! Itu pernah viral. Dan ternyata pasangan itu sekarang menikah? Ya ampun!"
Semua mata kembali tertuju pada Silvi dan Jono, yang kini tampak kaku dan kehilangan kata.
"Jono…" suara ayahnya bergetar, "Kau mempermalukan keluarga kita…"
"Dan kamu, Silvi," sambung ibunya, "Kau tega menghancurkan sahabatmu demi gaun putih dan pesta mewah?"
Silvi terduduk, wajahnya hancur. Jono hanya menunduk, tak bisa berkata apa-apa.
"Memalukan!" geram ayah Jono.
"Katakan kalau ini salah paham!" tuntut ibu Silvi.
Lia menatap mereka sekilas, lalu tersenyum miring. "Kau bilang aku kabur dengan lelaki ke luar negeri, Silvi? Bagus sekali ceritamu. Bahkan aku hampir percaya punya teman pengarang hebat sepertimu."
Ruangan membeku.
"Aku tidak datang untuk merebut kembali apa yang sudah kalian curi. Aku hanya ingin kalian tahu, karma selalu menemukan jalannya… dan malam ini, aku yang memegang iramanya."
Dengan gaun yang berayun anggun, Lia berbalik dan melangkah keluar. Di belakangnya, aula bergemuruh oleh bisik-bisik dan kecaman.
"Jono! Jelaskan ini!"
"Apa yang kalian lakukan!?"
"Kalian tahu kalian sudah viral?"
"Memalukan!"
Namun Lia tak menoleh. Ia keluar dengan kepala tegak, hati yang tak lagi dihuni luka, dan senyum kecil tanda kemenangan yang tak bisa dibeli oleh pesta mewah.
"Lia! Apa yang terjadi?"
Begitu tiba di rumah, Lia langsung dihadang ibunya dan saudara tirinya.
"Pernikahanmu batal dan digantikan Silvi. Tapi… apa benar mereka selingkuh?"
"Itu sebabnya kamu menghilang beberapa hari ini?" tambah saudara tirinya.
"Iya." Lia menjawab singkat, melangkah lesu.
"Kenapa kamu tidak cerita? Kami terkejut waktu kamu bilang pernikahan dibatalkan."
"Karena aku tak mau menikahi pengkhianat. Aku lelah. Mau istirahat." Lia masuk ke kamarnya.
"Lia! Mama belum selesai bicara!"
"Selesaikan sendiri," sahutnya dari dalam.
Ibunya memerah karena marah.
"Sudahlah, Ma. Dia butuh waktu. Menangkap basah calon suami bercinta dengan sahabat sendiri? Aku tak bisa bayangkan. Aku mungkin sudah gila kalau jadi dia," ucap saudara tirinya menenangkan.
Wanita tua itu mendengus. "Di mana papamu?"
"Mungkin sibuk kerja. Hal seperti ini pun dia tak peduli. Lia gagal menikah saja dia tidak akan merasa apa-apa."