Hidup Naura yang sudah menderita itu, semakin menderita setelah Jessica anak dari Bibinya yang tidak sengaja menjebak Naura dengan seorang pria yang dikenal sebagai seorang preman karena tubuhnya yang penuh dengan tato, berbadan kekar dan juga wajah dingin dan tegas yang begitu menakutkan bagi warga, Naura dan pria itu tertangkap basah berduaan di gubuk hingga mereka pun dinikahkan secara paksa.
Bagaimana kelanjutannya? siapakah pria tersebut? apakah pria itu memang seorang preman atau ada identitas lain dari pria itu? apakah pernikahan mereka bisa bertahan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon elaretaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aku Sibuk
Juragan Adit melaksanakan perintah Aiden untuk membatalkan semua kerja sama perkebunan dengan warga dan berita itu menyebar secepat api. Warga desa yang tadinya sombong karena, kini dilanda kepanikan dan kemarahan karena pemasukan utama mereka lenyap dalam sekejap.
Sementara itu, Fandy dengan sigap menjalankan perintah Aiden. Malam harinya, seorang petugas penginapan mendatangi kamar Paman Carlo, Bibi Aulia dan Jessica.
"Maaf, Bapak dan Ibu. Kami mendapat perintah mendadak untuk mengosongkan kamar Anda semua malam ini juga," ujar petugas itu tanpa basa-basi.
Paman Carlo terkejut, "Apa? Tapi kenapa? Kami sudah membayar untuk beberapa hari ke depan!" tanya Paman Carlo.
"Uang Anda akan kami kembalikan, tapi Anda tidak bisa menginap di sini lagi. Ada masalah internal," jawab petugas itu dengan ekspresi datar, tidak mau berdebat.
Bibi Aulia mulai panik, "Tapi, kami tidak punya tempat tinggal," ucap Bibi Aulia.
"Saya tidak peduli, tolong segera berkemas. Jika tidak, kami akan meminta bantuan keamanan," tegas petugas itu, nada suaranya mengancam.
Dalam keadaan terpaksa dan panik, Paman Carlo, Bibi Aulia dan Jessica harus angkat kaki dari penginapan itu di tengah malam buta. Uang yang dikembalikan tidak seberapa. Mereka berdiri di pinggir jalan yang gelap, barang-barang mereka berserakan dan tidak tahu harus pergi ke mana.
"Lihat! Ini semua gara-gara ide bodohmu, Carlo! Sekarang kita jadi gelandangan!" hardik Bibi Aulia dengan suara tinggi.
"Diam! Aku tidak tahu Aiden akan sekejam ini! Dulu dia tidak pernah bertindak sejauh ini!" balas Paman Carlo, raut wajahnya dipenuhi rasa takut dan penyesalan.
Jessica, yang sedari tadi terdiam, akhirnya angkat bicara dengan nada sinis. "Seharusnya kita tidak membiarkan Naura menikah dengannya," ucap Jessica.
Ketiganya saling menyalahkan, sementara dinginnya malam dan kegelapan pinggiran desa menjadi saksi bisu awal penderitaan mereka yang direkayasa oleh Aiden, rencana mereka untuk mempermalukan Aiden justru berbalik menjadi bumerang yang menghancurkan hidup mereka.
Keesokan paginya, Naura terbangun dengan mata bengkak. Ia melihat ke cermin, penampilan dan jiwanya sama-sama kacau. Namun, tekadnya semalam masih kuat. Ia tidak bisa terus menangisi nasib.
Setelah membersihkan diri, Naura segera menyiapkan sarapan seadanya, ketika sedang membereskan piring, ponselnya berdering. Itu panggilan dari nomor yang tidak dikenal, Naura ragu, tapi ia mengangkatnya.
^^^[Halo?]^^^
[Naura, ini Paman Carlo]
^^^[Paman? Ada apa?]^^^
[Kami diusir dari penginapan, Naura. Semua warga juga marah karena Juragan Adit membatalkan kerja sama perkebunan. Semuanya hancur, Naura. Kami tidak punya tempat tinggal, tidak punya uang]
Jantung Naura mencelos. Meskipun ia tahu Paman Carlo dan Bibinya sering memanfaatkan dan menyakitinya, mendengar mereka dalam kesulitan seperti ini tetap menyentuh sisi kemanusiaannya.
^^^[Kenapa bisa diusir, Paman?]^^^
[Ini pasti ulah suamimu! Dia sengaja membuat kami menderita! Dia dendam, Naura! Kamu harus bicara dengannya, dia tidak boleh sejahat ini! Naura, kamu harus meminta Aiden untuk membatalkan semua ini]
^^^[Maaf, Paman. Naura tidak bisa]^^^
'Bagaimana bisa aku meminta Mas Aiden, dia bahkan tidak ingin aku ada di hidupnya. Aku tidak punya pengaruh apa-apa padanya. Lagipula, Paman tahu kan, semua ini terjadi karena ulah Paman dan Bibi sendiri. Aku tidak bisa membantah keputusannya,' batin Naura, suaranya kini lebih tegas dari dugaannya sendiri.
[Naura! Kamu tidak boleh seperti itu, kami keluargamu]
^^^[Keluarga? tapi selama ini Naura tidak merasa mmeiliki keluarga, Paman lupa bagimana sikap kasar Paman, Bibi dan Jessica. Sekarang Paman dan Bibi harus bertanggung jawab atas apa yang sudah kalian lakukan. Maaf, Paman. Naura tidak bisa membantu Naura kalian]^^^
Naura menghela napas, lalu memutus sambungan telepon itu dan bersandar di dinding, tangannya gemetar. Itu adalah percakapan paling sulit yang pernah ia lakukan, tapi Naura tahu, ia baru saja mengambil langkah pertamanya untuk melepaskan diri dari racun yang disebut keluarga itu.
Setelah memutus panggilan dari Paman Carlo, Naura mengambil keputusan. Ia tidak bisa hanya menunggu diceraikan sambil meratapi nasib, kemandirian adalah satu-satunya perisai yang harus ia miliki.
Naura mencari informasi pekerjaan di sekitar desa, menghindari area yang terlalu jauh atau terlalu mencolok. Setelah beberapa kali bertanya, ia mendapat kabar bahwa ada sebuah perkebunan kopi besar yang sedang membuka lowongan untuk bagian penyortiran hasil panen. Perkebunan itu dikelola oleh Juragan Adit. Naura tidak tahu bahwa perkebunan yang ia datangi ini adalah salah satu aset terbesar milik Aiden, aset yang tidak ia batalkan karena diurus oleh manajemen terpisah dari masalah desa.
"Aku coba aja melamar kerja disana," gumam Naura dengan penuh semangat.
Keesokan harinya, Naura mendatangi pos pendaftaran dengan tekad bulat, Naura diterima tanpa ada kendala apapun karena tenaganya sangat dibutuhkan. Meskipun para pekerja lain berbisik-bisik ketika melihatnya, namun ia tidak mau ambil pusing.
"Habis ngusir keluarganya, sekarang dia kerja disini," ucap salah satu pekerja.
"Palingan uangnya habis buat lunasi rumahnya, mana suaminya kan cuma preman yang bayarannya juga gak seberapa," sindir lainnya.
Naura berjalan keluar dari pos pendaftaran karena Naura mulai bekerja besok sehingga sekarang Naura memilih untuk pulang, di tengah perjalanan pulang Naura bertemu Aiden yang berada di rumah Juragan Adit.
"Mas," sapa Naura.
"Kamu habis darimana?" tanya Aiden ketika melihat istrinya.
"Tadi keluar sebentar, Mas Aiden masih sibuk ya sampai belum sempat pulang?" tanya Naura.
"Iya, aku sibuk. Juragan Adit ngasih banyak kerjaan," ucap Aiden.
"Nanti Mas pulang?" tanya Naura.
"Kayaknya beberapa hari ini aku gak pulang, kamu gak usah nungguin aku ya," ucap Aiden.
"Iya, Mas," jawab Naura.
"Oh iya, ini gajiku. Semuanya aku kasih ke kamu sesuai dengan apa yang pernah aku bilang dulu kalau gajiku bakal aku kasih ke kamu," ucap Aiden.
"Aku ambil setengahnya aja Mas, terus yang setengahnya buat pegangan Mas Aiden," ucap Naura.
"Gak usah, aku masih ada pegangan kok. Ini buat kamu, kamu beli apa yang mau kamu beli, nanti kalau dapat bonus dari Juragan Adit, aku kasih ke kamu juga," ucap Aiden.
"Aku ambil uang ini, tapi untuk bonusnya nanti buat Mas aja," ucap Naura.
"Gak usah, aku udah ada pegangan kok," ucap Aiden.
"Iya, aku tau. Tapi, gapapa biar kamu juga dapat uang hasil kerja kamu," ucap Naura.
"Yaudah, udah mau hujan, kamu pulang," ucap Aiden.
"Iya, Mas. Aku pulang dulu ya," pamit Naura lalu menyalami Aiden dan pergi meninggalkan suaminya.
Melihat kepergian Naura, Aiden bisa bernapas lega, "Tuan," panggil Fandy.
"Untung saja dia tidak curiga dengan bajuku," ucap Aiden.
"Sepertinya karena Nyonya tidak tau jika baju yang Tuan pakai adalah baju mahal," ucap Fandy.
"Iya juga sih," ucap Aiden.
.
.
.
Bersambung.....