Di hari pernikahan Kakaknya, seorang gadis terpaksa menggantikan sang kakak menjadi pengantin wanita. Ia didesak oleh kedua orang tuanya karena sang kakak lari di hari pernikahan.
Kehidupan baru dimulai bagi seorang gadis yang masih duduk di bangku SMA sebagai seorang istri yang tak diinginkan. Ia terpaksa menjadi istri seorang guru yang juga mengajar di sekolahnya.
Aku melakukan semua ini demi menutupi rasa malu kedua orang tuaku. (Putri Anastasya)
Jangan pernah berharap aku memperlakukanmu sebagai seorang istri. Karena aku hanya menganggapmu sebagai muridku. (Rama Airlangga)
"Ingat, Putri! Mungkin di rumah, kita adalah suami istri. Tapi tidak di sekolah, kamu tetap saja muridku dan aku adalah gurumu. Jangan sampai ada yang tahu jika kita sudah menikah, mengerti!"
Bagaimana kisah rumah tangga mereka? Akankah cinta bersemi di antara guru dan siswa itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LichaLika, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bersedia menikahi Dinda
Yudha dan Dinda pun saling bercerita. Dinda cukup antusias saat Yudha bercerita tentang perjalanan karirnya sebagai seorang aktor terkenal. Tentu saja Dinda sangat tertarik karena mereka berdua sama-sama suka dunia hiburan. Dulu, Dinda memang suka dengan dunia modelling. Ia pun bercita-cita untuk menjadi model terkenal. Namun, semuanya sirna setelah Dinda mengetahui jika dirinya mengidap penyakit kanker otak.
"Waaahhhh Mas Yudha hebat ya! Sekarang sudah sukses jadi aktor terkenal. Salut dengan perjuangannya. Pasti nggak mudah. Sedangkan aku, aku tidak punya harapan lagi untuk bisa menjadi seorang model. Aku harus berjuang untuk sembuh dan itu tidaklah mudah, sampai aku harus merelakan calon suamiku pergi," ungkap Dinda yang terlihat bersedih.
"Siapa bilang tidak bisa? Kamu masih bisa kok jadi model terkenal," seru Yudha.
"Ah kamu ngaco, Mas. Nggak mungkinlah aku bisa jadi model. Siapa yang mau menawarkan model kepada gadis buta sepertiku," ucap Dinda merendah.
"Kamu masih berkesempatan untuk sembuh. Tidak ada yang tidak mungkin. aku punya kenalan seorang fotografer profesional. Nanti, jika kamu sudah sembuh aku akan merekomendasikan kamu untuk menjadi modelnya, gimana?" tawar Yudha. Dinda pun hanya bisa tersenyum tipis dan dirinya pun tidak bisa terlalu banyak berharap.
"Terima kasih banyak, Mas. Tapi, aku tidak mau terlalu berharap banyak. Aku sadar aku ini siapa. Aku hanya ingin fokus untuk kesembuhanku," ucap Dinda pasrah.
"Tapi aku berharap, kamu bisa meraih mimpi-mimpimu. Percayalah! Aku pasti akan membantumu untuk meraihnya. Kamu cantik, masih muda dan sepertinya kamu sangat berbakat," puji Yudha.
*
*
*
Setelah beberapa saat, akhirnya Bu Lili dan pak Dedi kembali ke kamar putrinya. Tak lupa mereka juga membawa makanan untuk Yudha.
"Bapak, Ibu. Karena Pak Dedi dan Bu Lili sudah kembali. Maka saya izin pulang dulu. Besok saya pasti datang lagi ke sini setelah pulang dari syuting," pamit Yudha.
"Loh kok pulang aja sih Nak Yudha. Kami sudah belikan Nak Yudha makanan. Dari tadi kami lihat Nak Yudha belum makan apapun. Ini ada nasi bungkus. Tapi maaf kami tidak bisa membeli makanan yang mahal. Setidaknya Nak Yudha bisa mengisi perut setelah seharian menemani kami di sini," seru pak Dedi sambil memberikan nasi bungkus kepada Yudha.
Yudha merasa tidak enak jika menolak pemberian mereka. Ia pun terpaksa menerimanya sebagai bentuk terima kasih kedua orang tua Dinda membelikan dia makanan.
"Aduh, saya jadi nggak enak. Saya jadi merepotkan bapak dan ibu saja." Yudha menerima nasi bungkus itu dari tangan pak Dedi.
"Tidak usah sungkan, silakan dimakan dulu! Tapi, kira-kira Nak Yudha suka apa tidak ya, Yah? Nak Yudha kan seorang artis. Pasti makanan seperti ini tidak mungkin ia konsumsi. Hanya makanan pinggir jalan," sahut Bu Lili.
Yudha tersenyum dan menyangkal ucapan Bu Lili.
"Ibu tidak perlu berkata seperti itu, saya tidak pernah pilih-pilih tentang makanan apa, selagi saya suka pasti saya makan," ucap Yudha sambil membuka nasi bungkus itu.
Pak Dedi dan Bu Lili merasa bahagia melihat Yudha yang terlihat rendah hati. Pemuda itu memang seorang aktor tapi dia tidak terlihat ingin diistimewakan. Terlihat Yudha tidak didampingi oleh asisten pribadi atau bodyguard. Padahal aktor sekelas dia pasti didampingi oleh paling tidak asisten pribadi yang selalu menemani dirinya kemana-mana. Meskipun sebenarnya ia dicari-cari oleh sang tunangan yang selalu menanyakan keberadaannya sekarang.
Dinda yang hanya bisa mendengar, gadis itu pun tersenyum. Ia bisa membayangkan bagaimana hangatnya suasana saat itu. Untuk kesekian kalinya, Yudha melihat senyum Dinda yang berhasil mencuri perhatiannya.
"Astaga, kenapa aku tidak bisa move on dari senyum Dinda. Aku merasa nyaman saja saat berada di dekatnya. Ahhh ... ini nggak mungkin!!" batin Yudha sambil menikmati nasi bungkus itu.
Setelah Yudha menghabiskan nasi bungkus itu. Ia pun pamit pulang. Dengan senang hati pak Dedi dan Bu Lili mengizinkan Yudha untuk pulang.
Yudha kembali ke apartemennya dan ia ingin beristirahat segera. Namun, tiba-tiba saja ia dikejutkan dengan kedatangan Zora yang sudah menunggunya di dalam apartemen mewah itu.
Yudha membuka pintu apartemennya dan Zora sudah ada di dalam dengan duduk di sofa menunggu sang kekasih pulang.
"Zora!!" seru Yudha yang terkejut saat melihat Zora menatapnya penuh curiga.
"Dari mana saja kamu? Seharian kamu nggak pulang?" tanya Zora penuh penekanan.
"Bukan urusanmu, aku mau istirahat!" jawab Yudha yang terlihat cuek dan tidak perduli.
"Kamu tidak bisa giniin aku, Yud! Aku tuh nggak mau kamu pergi tanpa seizin dari aku, sebelum kamu pergi kamu wajib ngomong dulu sama aku, faham!" seru Zora yang benar-benar posesif terhadap Yudha.
"Zora, aku tekankan sekali lagi padamu. Aku bukan anak kecil yang suka kamu atur-atur. Aku berhak pergi kemana yang aku mau. Belum jadi istri sudah ngatur-ngatur seperti ini. Ini yang membuatku muak! Kamu tidak pernah memberikan kebebasan kepadaku seolah aku ini tawananmu, aku juga punya hak untuk pergi kemanapun yang aku suka," sahut Yudha dengan sedikit tegas.
"Hooo ... jadi kamu sekarang berani menentangku ha!! Kamu tuh nggak ada apa-apanya tanpa aku, aku yang sudah membuatmu terkenal seperti ini. Jika bukan aku kamu akan tetap menjadi orang miskin!" Zora berbicara sambil menunjuk wajah Yudha.
Karena merasa dihina dan diinjak-injak harga dirinya. Yudha pun sudah tidak kuat lagi menghadapi sikap Zora yang semakin keterlaluan terhadapnya.
"Oke! Sudah cukup selama ini aku selalu mendapatkan hinaan dari kamu. Iya, aku memang sebelumnya bukan siapa-siapa.Tapi tidak serta merta dan seenaknya kamu menghina aku. Lagipula aku juga tidak berharap menjadi artis terkenal tapi selalu diinjak-injak harga dirinya oleh kamu dan keluargamu. Mulai saat ini aku akan putuskan hubungan pertunangan kita dan aku juga akan putuskan kontrak kerja dengan rumah produksi Papamu. Aku akan pergi dari hidup kalian dan aku akan meniti karirku di tempat lain, setidaknya aku masih punya banyak teman yang mensupport karirku. Sekarang silakan kamu pergi dari sini!" seru Yudha sambil membukakan pintu apartemen itu.
Zora terlihat begitu marah. Ia pun segera pergi dari apartemen Yudha dengan wajah penuh dendam.
"Ingat Yudha! Aku tidak akan pernah lupa dengan perbuatanmu hari ini. Aku akan mencari tahu kenapa kamu tiba-tiba menjadi seperti ini. Pasti ada sesuatu yang mempengaruhimu. Atau jangan-jangan kamu sudah berani berselingkuh!!" sahut Zora yang masih tidak terima.
Yudha pun tanpa pikir panjang dan segera menarik tangan Zora dan mengusirnya dari apartemennya.
"Yudha, brengsek kamu. Lepaskan! Yudha, buka pintunya!!" teriak Zora dari luar. Namun Yudha tidak mempedulikan nya.
*
*
*
Selang beberapa hari.
Kondisi kesehatan Dinda pun kian membaik. Ia pun sudah diizinkan oleh dokter untuk pulang dan rawat jalan. Tentu saja kedua orang tua Dinda sangat bahagia karena sang anak kini bisa dibawa pulang.
"Syukurlah, akhirnya kamu bisa pulang, Nak! Ibu sangat bahagia sekali. Adikmu Putri pasti juga bahagia bisa melihatmu kembali pulang," seru Bu Lili.
"Dinda juga bahagia, Bu. Tapi, sebaiknya Dinda tinggal dulu di kota ini. Maaf, Bu. Dinda tidak enak jika berada dekat dengan mereka. Takutnya nanti Putri berpikiran macam-macam dengan Dinda. Karena Dinda juga tidak ingin melihat hubungan mereka renggang gara-gara kehadiran Dinda. Apalagi Mas Rama pasti merasa bersalah. Dinda tidak ingin melihat Putri bersedih. Salam untuk Putri," seru Dinda yang memilih untuk tidak tinggal bersama kedua orang tuanya.
"Tapi, Din. Kamu itu sedang sakit dan masih dalam terapi. Jika kamu tinggal sendirian di sini, lalu siapa yang akan menjagamu, Nak? Apalagi kamu itu tidak bisa melihat, Din. Ibu jadi semakin khawatir ninggalin kamu," tanya Bu Lili yang tentunya sebagai seorang ibu pasti khawatir meninggalkan putrinya sendirian di kota orang.
Mendengar itu, Yudha yang sedari awal sudah bertekad untuk bertanggung jawab atas apa yang sudah dilakukannya kepada Dinda. Pemuda itu pun bersedia untuk menjaga Dinda selama dalam masa pengobatan.
"Ibu dan Bapak tidak perlu khawatir. Dinda akan bersama saya. Saya akan menjaga putri Bapak dan Ibu dengan baik!" sahut Yudha yang siap untuk melakukan apapun untuk membuat Dinda kembali sembuh.
Pak Dedi dan Bu Lili saling menatap. Tidak mungkin mereka meninggalkan Dinda bersama seorang pria yang bukan keluarganya. Yudha adalah orang lain dan tentunya tidak semudah itu mengizinkan Dinda ditemani oleh Yudha.
"Tapi, bukannya saya melarang Nak Yudha untuk menemani Dinda. Dinda adalah anak gadis kami. Kami takut saja jika terjadi sesuatu kepadanya apalagi Nak Yudha adalah laki-laki normal. Aduh gimana ya! Nak Yudha mengerti maksud saya, kan?" seru Pak Dedi yang juga merasa tak enak untuk mengatakannya secara gamblang.
Namun, apa yang disampaikan oleh pak Dedi rupanya sudah dimengerti oleh Yudha.
Yudha pun mendekati pria paruh baya itu dan berkata. "Saya mengerti maksud pak Dedi. Jika seperti itu saya bersedia untuk menikahi Dinda, agar Bapak dan Ibu tidak usah khawatir lagi tentang keselamatan Dinda. Saya akan menjaganya dan merawatnya!!" ucap Yudha yang seketika membuat Dinda terkejut bukan main.
"Apa?? Menikah!!"
...BERSAMBUNG ...