Siapa yang menyangka seorang Gus cucu dari pemimpin pesantren bisa melakukan kesalahan yang terbilang fatal.
Zayn tak sengaja meniduri seorang gadis yang merupakan teman adiknya. gadis yang kerap kali Zayn anggap sebagai musuhnya karna perilaku dan tindakan gadis itu.
Zayn terus memaksa akan bertanggung jawab meskipun gadis itu selalu menolaknya. rasa bersalahnya tak hilang begitu saja meski gadis itu tak mempersalahkan apa yang mereka lalu.
Lantas apakah mereka akan tetap diam atas dosa yang pernah mereka lakukan tanpa sengaja.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon indahnya halu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kemalangan Alexa
"Biarkan saja Alda. Ibu tidak perduli dengan siapa Alexa menghabiskan malam panjangnya, dengan supir taksi, atau dengan genderewo penghuni jembatanpun ibu tidak perduli. Yang jelas ibu yakin setelah ini Alexa tidak akan terus menggoda Adam." Berlian berujar dengan sangat ringan. Jahat sekali, kelicikan seseorang tidak pernah memandang umur, padahal apa yang di lakukannya juga merugikan putranya.
Zayn tidak tahan lagi, sedari tadi ia menahan diri di balik pintu. Sehari dua kali Zayn menjadi seorang penguping, yang pertama tadi siang saat Alexa berdebat dengan Adam, dan sekaran ibu Adam juga pria yang Alexa anggap teman.
"Tante Berlian!" Zayn mendang pintu. Ketiga orang di ruangan itu tersentak kaget bahkan Aksa sampa meloncat dari tempat duduknya.
"Pak Zayn." ujar Aksa sepontan.
"Tega kau Aksa! Kau mencurangi temanmu sendiri."
Bugh ...
Bugh ...
Zayn menghajar wajah Aksa beberapa kali, perawakan Aksa tinggi, dengan warna kulit sawo matang juga dengan satu lesung pipit di salah satu pipinya.
"Pak "
Aksa mencoba menangkis beberapa pukulan di tubuhnya, tapi ia kalah telak badan Zayn terlalu kekar sehingga perlawanannya tidak berpengaruh apapun.
"Apa yang ada di otakmu saat kau melakukan hal hina itu Aksa!" Zayn kehilangan kendali. Meski ia bertanya tapi ia tak membiarkan Aksa menjawab.
Berlian juga putrinya segera melarikan diri dari sana, ia tak ingin terlibat dengan amarah Zayn yang mengebu-gebu.
"Demi sejumlah uang kau tega mencelakai temanmu sendiri?" Zayn belum puas ia tetap menghajar Aksa meskipun pria itu sudah minta ampun.
Srkuat mungkin Zayn menahan amarahnya, hanya agar ia bisa mendengar kesaksian Aksa.
"Pak, bukan karna soal uang saya melakukan itu." Aksa bergunam lirih di sela nafasnya yang nemburu. "Saya menyukai Alexa sejak lama. Saya bersedia bertanggung jawab atas apa yang Alexa alami, saya tidak keberatan sekalipun harus menikahi Alexa yang tak utuh karna ulah saya."
Apa yang Aksa katakan menyulut kembali amarah Zayn. Ia kesal mengapa banyak sekali pria yang menginginkan calon ibu dari anaknya. Zayn terlalu berlebihan akhir-akhir ini.
"Urus segera kepindahanmu dari kampus Aksa. Jika aku masih melihatmu di kampus 2x24 jam. Aku sediri yang akan menghancurkan kariermu hingga ke dasar." Zayn menjambak rambut setengah gondrong Aksa dan menghempasnya dengan sangat kuat.
Berlian dan putrinya kabur, membuat Zayn dalam di lema besar, jika ia membeberkan kelicikan Berlian, maka ia akan menelanjangi Alexa dan dirinya sendiri kepada semua orang, sehingga Zayn lebih memilih diam, cukup hanya dirinya saja yang tau.
.
Selang beberapa hari Zayn kembali memiliki jadwal di kampus Alexa, persis seperti hari itu Zayn memaksa Alexa untuk melakukan tes kehamilan kembali.
"Cepat Alexa. Tampung urinmu disini." Alexa mendengus saat Zayn memberikan tes pack juga wadah untuk menampung urinnya.
"Tidak perlu aku tengah datang bulan." bohong Alexa, padahal ia sudah telat beberapa waktu dari jadwal bulanannya, ia hanya tak ingin mengacaukan semua hal dengan mengatakan yang sebenarnya. Lagi pula ia belum tentu hamil, kemarin saja hasilnya negatif.
Zayn mematung di tempatnya, dua benda yang ia gengam terlepas begitu saja di atas lantai, harapannya untuk menjadi seorang ayah di usia 28 tahun kini pupus sudah. Ia terlalu berharap rupanya.
Semenjak hari itu, Alexa tidak menampakan batang hidungnya di hadapan Zayn.
Di sisi lain Alexa merasa aneh dengan dirinya sendiri, ia sangat lemah juga mual muntah, semua gejala yang ia miliki adalah gejala wanita hamil, setidaknya itu yang ia baca dari artikel di ponselnya.
Sedangkan Mama Green tidak menyadari kejanggalan yang di alami putri sambungnya, begitu juga dengan Papa Azam, mereka terlalu sibuk meratapi kepergian putri bungsu mereka. Itu semua membuat Alexa semakin sedih, ia merasa sendiri saat ini, tak ada tempatnya untuk berbagi. Ia juga menghindar dari Hanna sahabatnya karna tidak ingin bertemu dengan Zayn.
Alexa akhirnya membeli dua jenis alat tes kehamilan dengan merek berbeda tapi dengan kualitas yang terbaik.
Wanita berusia 21 tahun itu mengurung dirinya di kamar mandi untuk beberapa waktu sebelum melakukan tes itu.
Urinnya sengaja ia tampung ke dalam wadah secara bersamaan Alexa letakan kedua alat tes itu setelah kemasannya ia buka. Dan saat melihat hasilnya, Alexa repleks berteriak.
"Tidak !!!"
Suasana masih pagi, Mama dan Papanya masih berada di rumah sehingga keduanya kompak berlari ke kamar Alexa.
Di kamar mandi kedua orang tua Alexa mendapati keadaan putrinya yang kacau. Juga dengan dua alat tes kehamilan dengan hasil yang sama dua garis merah. Kedua orang tua Alexa mengetahui arti dari alat itu.
"Alexa!"
Suara keras Azam menggetarkan pendengaran Alexa, ada kekecewaan dan amarah di mata Papa Azam. Ia adalah ayah yang gagal tidak bisa menjaga kedua putrinya, putri bungsunya meninggal dunia dan putri sulungnya hamil di luar nikah itu jelas mempermalukan dirinya juga keluarganya.
"Anak tidak tau diri. Kenapa bukan kau saja yang mati!" Azam sangat murka, kekecewaannya sudah berada di level tertingginya sebagai seorang ayah.
Alexa masih menangis, rasanya sangat sakit saat sang ayah menginginkannya mati. Iya kenapa Tuhan malah mengambil adiknya yang saliha sedangkan dirinya masih di biarkan hidup.
"Hubungi Adam suruh dia ke sini!" Azam berujar dingin, ia tak mau berlama-lama berada di sana ia tak ingin lepas kendali dan melukai Alexa. Papa Azam juga tidak tau jika hubungan putrinya dan Adam sudah berakhir. Itu semua karna dirinya tidak pernah bertanya hal apapun pada Alexa, jangankan menanyakan hubungannya dengan Adam Papa Azam bahkan tidak pernah menanyakan kabar Alexa. Alasannya karna Papa Azam terlalu larut dalam kesedihan setelah kepergian putri bungsunya. Saat kaki Papa Azam hendak keluar dari sana tiba-tiba Alexa berujar yang mana membuat Papa Azam semakin murka.
"Bayi ini bukan milik Adam Pa, kami sudah putus sejak lama semenjak papa masih di singapore."
Plak.
Satu tamparan Papa Azam layangkan.
"Semurah itu dirimu Alexa!" Hardik Azam pada putrinya.
Azam menjambak rambut putri sulungnya dan
Duak ...
Azam menghantukkan kening Alexa ke dinding kamar mandi. "Katakan siapa ayah anak haram itu Alexa!"
"Pa, hentikan."
Greendia mencoba melerai jambakan tangan suaminya dari rambut Alexa, ia takut Azam gelap mata dan berbuat semakin jauh, mengingat kemarahan Azam tak bertepi.
Darah segar mulai mengucur dari kening juga sudut bibirnya, tidak Alexa perdulikan rasa kebas di seluruh wajahnya. Alexa memejamkan matanya menikmati rasa sakitnya.
"Katakan siapa ayah anak haram itu!?" Papa Azam kembali berteriak di hadapan wajah Alexa, satu tangan Azam menjambak rambut putrinya dan satu tangannya menampar kembali wajah Alexa.
"Plak."
Wajah Alexa di penuhi dengan memar juga darah.
"Katakan Alexaaa ..."
"Alexa tidak mau Pa." lirih Alexa pelan.
"Anak sialan kau. Apa terlalu banyak pria yang menidurimu sehingga kau kesulitan mengenali mereka." Alexa tidak menyaut apa lagi membantah, yang bisa ia lakukan hanya menangis dan menangis.
Tidak cukup sampai di situ Papa Azam seakan gelap mata. Tangan kekarnya kini mencekik leher putrinya sendiri sehingga dalam hitungan detik Alexa hampir kehilangan nyawa, lidah Alexa bahkan sudah menjulur.
"Sudah Pa. Sudah." Green memeluk tubuh suaminya dari belakang.
"Aku tidak ingin kembali kehilangan putriku." Green menangis kencang membuat kesadaran Azam kembali tapi tidak dengan amarahnya. Azam melepas cekikannya sehingga Alexa terjatuh di lantai dengan tubuh lemasnya.
Azam menggeret tangan Alexa dan melemparkan tubuh Alexa ke jalan. Nalurinya sebagai seorang ibu bangkit, Alexa memegangi perutnya, ia tak ingin sesuatu melukai anaknya termasuk ayahnya sendiri.
"Pergi kau! Dasar anak tidak tau diri. Mulai saat ini jangan pernah menganggap aku ayahmu. Pergilah keneraka." Sepanjang hidup Alexa inilah yang paling menyakitkan, mendapat kekerasan fisik dan mental dari orang yang paling ia sayangi. Satu-satunya orang yang terikat hubungan darah dengannya kini melukainya begitu dalam bukan merangkul dan memberikannya ketenangan dan perlindungan. Ini adalah kemalangan Alexa.
Sumpah serampah keluar dari mulut Azam. Luka di tubuhnya tidak sebanding dengan luka di hatinya. Jangankan untuk menjelaskan kejadiannya Alexa bahkan tak sempat meminta maaf. Alexa pergi tanpa uang sepeserpun hanya setelan piama panjang yang ia kenakan, bahkan Alexa tidak menggunakan alas kaki untuk menyusuri jalanan.