Caca dan Kiano memutuskan untuk bercerai setelah satu tahun menikah, yaitu di hari kelulusan sekolah. Karena sejak pertama, pernikahan mereka terjadi karena perjodohan orang tua, tidak ada cinta di antara mereka. Bahkan satu tahun bersama tak mengubah segalanya.
Lalu bagaimana ceritanya jika Caca dinyatakan hamil setelah mereka bercerai? Bagaimana nasib Caca selanjutnya? Mampukah ia menjalani kehamilannya tanpa seorang suami? Dan bagaimana reaksi Kiano saat tahu mantan istrinya tengah mengandung anaknya? Akankah ia bertanggung jawab atau justru sebaliknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon desih nurani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 29
Sesampainya di apartemen, Caca mendudukkan diri di sofa sambil meringis kecil karena kulit kepalanya baru terasa berdenyut.
"Perut kamu sakit, Ca?" Panik Kiano yang baru saja masuk dan mendengar ringisan Caca.
Caca menggeleng kecil seraya memijat kepalanya perlahan.
"Sini aku lihat." Tawar Kiano hendak memeriksa kepala Caca. Tetapi Caca langsung menolaknya.
"Gak usah nyari kesempatan. Mending lo buat makanan, gue laper." Perintahnya tanpa beban.
Kiano terperangah mendengarnya. "Ca, aku bukan pembantu kamu lho."
Caca menoleh lalu memberikan tatapan tajam padanya. "Lo lupa anak siapa yang ada di perut gue hem?"
Kiano menghela napas berat. "Ya udah iya aku buatin. Kamu mau makan apa?"
"Apa aja yang penting kenyang dan gak bikin mual." Caca menjawab sekenanya.
Kiano tampak melihat sekeliling. "Katanya hari ini art datang, kok gak ada?"
"Besok, Mama gak sempat antar hari ini." Sahut Caca sambil terus memijat kepalanya.
Kiano mengangguk paham lalu bergegas ke dapur.
Caca yang melihat Kiano pergi pun tersenyum puas. "Emang enak gue jadiin babu? Siapa suruh elo diem aja pas tahu anak lo dihina. Bapak gak punya hati. Bukan bantuin gue jambak kek tu si mulut ember. Hah, sabar, Ca. Lo gak boleh terlalu emosi. Tar anak lo mirip dia lagi." Diusap perutnya dengan lembut.
"Jangan lama-lama, Kiano!" Teriaknya lagi seolah melupakan ucapannya barusan.
Kiano yang mendengar itu cuma bisa menghela napas berat. "Kenapa aku baru tahu dia galak ya? Perasaan dulu diem kayak anak penurut. Bawaan hamil kali ya?"
"Jangan ngedumel, gue denger." Teriak Caca lagi. Tentu saja Kiano kaget dan akhirnya memilih diam dan fokus memasak. Kali ini ia membuat sup ayam jahe karena sebelumnya ia sudah mencari tahu makanan apa saja yang bisa menghilangkan mual saat hamil.
Setengah jam kemudian....
Caca menatap mangkuk sup di atas meja tanpa selera. Lalu melirik Kiano. Begitu pun sebaliknya.
"Lo tahu kan gue mual kalau makan yang amis-amis?" Kata Caca seraya menatap Kiano tajam.
"Dirasa dulu, Ca. Katanya sup ayam jahe bagus buat bumil yang mual-mual."
"Gue mau yang lain." Pinta Caca yang sebenarnya ingin mengerjai Kiano. Padahal dalam hati ia sangat penasaran dengan rasa sup itu karena aromanya sangat enak.
"Ca, setidaknya kamu rasa dulu supnya. Aku udah susah payah buatnya."
"Gue mau yang lain, Kiano. Gue pengen yang manis-manis. Lo buat cake kek apa kek yang bisa balikin mood gue yang udah ancur." Protes Caca.
Kiano menghela napas pasrah. "Ya udah aku buatin."
Caca mengangguk tanpa melihat ke arah Kiano. Pemuda itu pun beranjak ke dapur lagi meski terlihat malas.
"Cih, emang enak dikerjain." Caca pun tersenyum geli. Lalu ditatapnya sup itu penuh minat. "Kayaknya enak."
Caca melihat ke belakang memastikan Kiano sudah pergi. Di rasa aman, ia pun langsung menyambar mangkuk sup itu dan mencicipinya.
Matanya melebar saat kuah sup itu masuk ke mulutnya dan melewati kerongkongan. "Emmmm! Kenapa masakan dia selalu pas dimulut gue ya? Ini enak banget." Lagi-lagi Caca melihat kebelakang untuk memastikan Kiano tidak ada. Setelah itu ia pun langsung melahap supnya sampai tersisa tulangnya saja.
"Ah, kalau gini gue bisa gendut." Caca menyeruput sisa kuahnya sangking enaknya sup buatan mantan suaminya itu. Setelah itu ia menaruh kembali mangkuknya ke dalam nampan. Lalu menghidupkan televisi.
Tidak lama Kiano pun kembali membawa segelas coklat panas, ia kaget saat melihat mangkuk supnya sudah kosong. "Lah, katanya gak mau kok kosong?"
"Bocor mangkoknya. Terus mana pesenan gue?" Tuntut Caca.
Kiano memberikan coklat panas itu padanya. "Bahannya gak lengkap kalau buat cake. Minum aja coklat panas buat balikin mood kamu."
Caca mendengus sebal. "Gak ada usaha banget." Dengan malas ia menatap kepulan asap dari gelas. Aroma coklat pun menyeruak dalam indera penciuman, dan itu membuat sakit dikepalanya sedikit berkurang. Kemudian ia menyeruputnya sedikit dan agak tersentak karena coklatnya masih panas.
"Masih panas, Ca." Tegur Kiano seraya menggelengkan kepala.
"Gue tahu." Sinis Caca meniupnya pelan. Tentu saja semua itu tak lepas dari pengawasan Kiano. Pemuda itu cuma bisa menggeleng lagi lalu mengintip mangkuk sup yang sudah tak tersisa di depannya.
"Enak kan supnya?"
"Enggak, biasa aja." Jawab Caca datar.
"Oh, biasa aja ya?" Kiano tersenyum geli. "Biasa aja tapi sampe ludes." Gumamnya kemudian.
Caca menoleh. "Lo ngomong apa tadi?"
"Enggak, iklannya lucu." Jawab Kiano pura-pura menonton.
Caca mengerutkan kening, pasalnya tidak ada iklan yang lucu sama sekali. Namun Caca tidak peduli soal itu dan kembali menyeruput coklatnya. Sambil sesekali melirik ke arah Kiano.
Beberapa kali Kiano terlihat menguap kecil. Matanya juga terlihat sayu karena mengantuk. "Ca, pinjem kamar tamu kamu sebentar ya? Aku ngantuk."
"Hm." Sahut Caca acuh tak acuh. Kiano pun bangun dari posisinya lalu beranjak menuju kamar tamu. Caca yang melihat itu cuma bisa mendengus sebal, kemudian lanjut menonton.
****
Sorenya Caca dikejutkan dengan kedatangan Randy.
"Ca." Sapa pemuda itu menatap Caca lekat.
"Masuk dulu, Ran." Caca pun mempersilakan.
Randy masuk dengan sopan. Lalu keduanya pun duduk berhadapan di sofa dan bertemu tatap.
"Ada apa, Ran? Lo mau pecat gue ya? Gak papa kok, gue tahu ini murni kesalahan gue."
Randy langsung menggeleng cepat. "Gue gak ada niat buat mecat elo, Ca. Gue ke sini cuma mau mastiin elo baik-baik aja."
"Oh, gue baik-baik aja kok. Sorry juga soal kejadian tadi siang. Oh iya, gue juga kayaknya mau resign. Gue malu buat balik ke sana."
Randy terkejut mendengarnya. "Ca, gue udah pecat karyawati yang nyerang elo tadi siang. Lo gak perlu malu, gue yang bakal jamin semuanya aman. Gak akan ada kejadian kayak tadi lagi."
Caca tersenyum kecil. "Makasih sebelumnya karena elo udah bela gue, Ran. Tapi kayaknya gue emang gak bisa lanjut kerja, memperkecil lingkungan rasanya lebih baik buat gue sekarang ini. Gue lebih enak hidup jauh dari orang banyak. Gue capek denger hinaan orang terus." Jelasnya panjang lebar.
"Ca." Randy menatapnya penuh harap. "Gak akan ada yang berani hina elo lagi setelah ini."
"Apa yang buat lo begitu yakin semua itu gak akan terjadi lagi?"
Randy dan Caca langsung menoleh saat Kiano ikutan nimbrung. Sontak Randy terkejut dengan keberadaan Kiano di sana karena pemuda itu memang belum pulang.
Randy pun langsung menatap Caca penuh tanya. Namun Caca tidak memberikan penjelasan karena ia merasa itu tidak perlu. Melihat keterdiaman Caca, Randy pun tersenyum getir.
"Jadi bener dugaan gue lo sama Kiano balikan?" Randy menatap Caca penuh kecewa. "Ca, lo lupa dia udah buang elo dulu?"
Kiano tersenyum miring lalu tanpa sungkan duduk di sebelah Caca. Menatap Randy sambil tersenyum penuh kemenangan.
"Gue gak akan pernah biarin elo nyakitin Caca lagi." Kecam Randy dengan tatapan permusuhan yang begitu kental.
Caca menghela napas berat. "Cukup. Sebaiknya kalian berdua pergi." Usirnya karena tahu atmosfer di antara mereka sudah tak nyaman.
Mendengar itu kedua pemuda itu langsung menatapnya.
"Ca." Panggil keduanya kompak. Refleks mereka pun kembali melayangkan tatapan permusuhan.
Caca memutar bola matanya malas. "Gue hitung sampe tiga, kalau kalian gak pergi. Gue gak akan pernah tunjukin diri di depan kalian lagi."
"Ca." Lagi-lagi kedua pemuda itu protes dengan kompak.
Caca bangun dari duduknya. "Satu." Dan mulai berhitung.
"Oke, gue pergi." Akhirnya Randy mengalah lebih dulu dan langsung meninggalkan kediaman Caca.
Caca menatap Kiano tajam. "Lo juga pergi Kiano." Usirnya.
"Kenapa aku juga diusir, Ca? Aku...."
"Dua...." Caca melanjutkan hitungannya dengan tatapan tajam.
"Ok fine." Kiano bangkit dari posisinya meski tak rela. "Aku pergi, tapi besok aku balik lagi." Setelah mengatakan itu pemuda itu pun langsung pergi.
Caca bernapas lega karena berhasil mengusir mereka berdua. Ia menjatuhkan diri di sofa. "Ah, kenapa gue harus terjebak sama mereka sih? Tuhan, jangan persulit hidupku lagi."
tetap semangat ya kak upnya 💪💪💪
semoga terus berlanjut dan lancar hingga ending nya nanti 👍👍🤗🤗🤗