Ayla Navara, merupakan seorang aktris ternama di Kota Lexus. Kerap kali mengambil peran jahat, membuatnya mendapat julukan "Queen Of Antagonist".
Meski begitu, ia adalah aktris terbersih sepanjang masa. Tidak pernah terlibat kontroversi membuat citranya selalu berada di puncak.
Namun, suatu hari ia harus terlibat skandal dengan salah seorang putra konglomerat Kota Lexus. Sialnya hari ini skandal terungkap, besoknya pria itu ditemukan tewas di apartemen Ayla.
Kakak pria itu, yang bernama Marvelio Prado berjanji akan membalaskan dendam adiknya. Hingga Ayla harus membayar kesalahan yang tidak diperbuatnya dengan nyawanya sendiri.
Namun, nyatanya Ayla tidak mati. Ia tersadar dalam tubuh seorang gadis cantik berumur 18 tahun, gadis yang samar-samar ia ingat sebagai salah satu tokoh antagonis di dalam novel yang pernah ia baca sewaktu bangku kuliah. Namun, nasib gadis itu buruk.
“Karena kau telah memberikanku kesempatan untuk hidup lagi, maka aku akan mengubah takdirmu!” ~
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Joy Jasmine, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29 ~ Obrolan Group Yang Menenangkan
"Hah? Siapa yang mau menikah?"
"Tentu saja kamu, Sayang."
"Sama siapa?"
"Sama siapa lagi kalau bukan Aldric tunangan kamu."
Hah?
Evelyn meraih kedua tangan sang putri yang masih menatapnya penuh tanya.
"Kenapa tiba-tiba?" Hanya itu yang dapat Alice ucapkan, pikirannya tiba-tiba buntu.
"Mom juga tidak tahu kenapa, daddy mu yang mengatur semuanya."
Hening.
Keduanya hanya saling menatap satu sama lain, Alice tidak tahu harus mengatakan apa begitu juga dengan Evelyn.
Mata Alice sudah nampak berkaca-kaca, "Mom," lirihnya sembari menatap sang ibu semakin dalam.
"Kenapa tidak bertanya padaku sebelumnya?" lanjutnya dengan suara serak.
"Kau tahu bagaimana daddy mu, Dear. Dia tidak butuh pendapat maupun penolakan kita." Evelyn mencoba memberi pengertian, ia tahu putrinya masih shock atas berita tiba-tiba ini.
"Tapi kalian tetap harus bertanya dulu padaku!" protes Alice dengan suara yang mulai meninggi. Tangannya melepas genggaman sang ibu yang tidak terasa memberi kehangatan apapun.
"Aku masih muda, Mom. Masih delapan belas tahun, baru saja masuk kuliah. Masa depanku masih panjang, dan kalian ingin aku segera menikah hanya untuk memperkaya diri kalian, hah?" pekiknya mulai tak terkendali, ia bangkit dari duduknya dan menatap sang ibu marah.
"Alice sayang, bukan seperti itu maksud kami. Justru jika kamu menikah dengan Aldric masa depan kamu akan semakin terjamin."
"Hahaha, tidak Mom. Jangan jadikan masa depanku sebagai alasan, kalian hanya ingin memuaskan diri kalian sendiri. Jika kalian memikirkan aku, maka kalian akan bertanya. Apa yang aku inginkan, apa yang aku jalani, apa dan apa apa lainnya. Tapi tidak kan? Kalian sama sekali tidak bertanya tentang keinginanku. Semuanya kalian yang mengatur, semuanya kalian yang pilih jika aku tidak berbicara untuk meminta."
Alice tertawa miris, air matanya kini tak terbendung. Mungkin ini adalah kemarahan Alice dan Ayla sekaligus, emosi gadis itu kini tidak dapat terkontrol.
Evelyn terdiam, air matanya ikut terjatuh ketika melihat sang putri menangis. Ia sadar jika apa yang dikatakan Alice adalah benar.
Sejak kecil tidak sekalipun ia dan Barnett bertanya tentang kehidupan sang putri, tentang apa yang dia inginkan, apa cita-citanya, bahkan pertanyaan sederhana tentang apa yang sedang putrinya kerjakan juga jarang sekali mereka ucapkan.
Kedua tangannya terangkat, ingin sekali merengkuh tubuh ringkih yang kini sedang menangis itu. Namun sang putri malah mundur, masih dengan sesenggukan Alice berbalik dan berlari keluar. Ia ingin mencari ketenangan sekarang.
Sementara Evelyn terpaku, hanya satu kata yang dapat bibirnya ucapkan, "Maaf."
Tiba di luar Alice melihat paman Yos yang sedang duduk di bangku taman, "Paman, aku ingin kunci mobil," ujarnya cepat.
Paman Yos yang bingung hanya bisa menuruti sang nona, ingin sekali ia bertanya kenapa nonanya menangis namun ia urung ketika melihat Barnett yang berjalan keluar dengan wajah penuh amarah.
Alice yang melihat sang ayah tengah menyusul dengan cepat berlari ke arah mobil yang masih terparkir di halaman.
"Hey, Alice Lawrence. Tunggu!" pekik Barnett keras. Namun mobil itu telah melaju kencang menuju gerbang.
Pria itu tak tinggal diam, ia juga masuk ke mobilnya sendiri dan mengejar sang putri yang sudah hampir sampai ke gerbang. Alice menekan tombol remot dan gerbang otomatis terbuka, setelah berhasil keluar ia menekan tombol lain yang membuat gerbang terkunci otomatis.
Barnett yang tertinggal memukul setirnya. Ia tidak memiliki remot yang sama di dalam mobil. Lebih kesal lagi ketika mengingat bahwa gerbang ini adalah hasil kreasinya sendiri, dan sekarang malah membuat sulit diri sendiri.
Ia lalu menghubungi pengawal dan memintanya membuka gerbang, setelah terbuka jejak sang putri tak terlihat lagi. Dan ia hanya bisa menghembuskan napasnya kasar.
...
Alice bisa bernapas lega ketika melihat Barnett yang tak berhasil mengejarnya. Kini tujuannya hanya satu, yaitu butik. Daddynya pasti belum mengetahui tempat ini, dan untuk sementara ia akan aman.
Sampai di butik keadaan telah sepi, tidak ada lagi orang di sana. Alice masuk ke dalam, lalu duduk di sebuah sofa panjang di ruangannya. Wajahnya masih terlihat sendu dan matanya juga masih merah dan sedikit bengkak.
Di antara kegundahan itu ia hanya teringat satu suara, suara yang selalu bisa menenangkannya. Ia mengambil ponsel dan menghubungi sebuah nomor dengan nama Pria Tua Kaku.
Tuttt.
Panggilan itu berdering, namun hingga panggilan itu berakhir Alice tidak mendapat jawaban. Wajahnya terlihat kecewa, namun ia tidak boleh larut. Ia mengangkat kembali ponselnya dan kini menghubungi sang rekan, Darier.
"Halo." Panggilan itu terhubung saat bunyi yang kedua kali.
"Rier, orangtuaku pulang," ujar Alice to the point, dengan Darier ia tidak boleh bertele-tele atau ia sendiri yang akan pusing nanti.
"Memangnya kenapa kalau mereka pulang?"
"Ck, mereka ingin menikahkan ku."
"Apa?".
"Mereka ingin aku menikah dengan Aldric."
"Kenapa kali ini lebih cepat? Bahkan semester dua saja belum dimulai."
"Aku juga tidak tahu, tapi aku yakin ini adalah ulah pria itu."
"Tenanglah, aku akan membantumu dalam kondisi apapun."
Mendengar kalimat Darier, gadis itu akhirnya bisa mengembangkan sedikit senyuman. Meski kadang menyebalkan tapi pria ini selalu ada untuknya.
"Besok kita mulai misi dengan Valerie Brown."
"Hmm."
"Tunggu, kau dimana sekarang? Kau tidak mungkin kabur dari rumah kan?"
"Ya."
"Ya apa? Kau kabur?"
"Hemm."
"Astaga, lalu sekarang kau dimana?"
"Aku berada di tempat yang aman."
"Ck, kau seorang diri?"
"Tidak. Aku bersama Alice."
"Apa kau sedang belajar bercanda denganku?"
"Sama sekali tidak, aku adalah Ayla dan sekarang bersama tubuh seorang Alice."
"Oh, ya ampun. Sudah, kau berhati-hatilah. Aku mau tidur, jangan ganggu aku lagi," ujar Darier tak berperasaan dan langsung mematikan telepon.
Tut.
Alice menatap ponselnya tak percaya, mode menyebalkan pria itu bangkit lagi. Namun meski sedikit kesal tak dapat dipungkiri juga kalau pria itu sudah mengembalikan sedikit moodnya.
Berpikir bahwa ia akan memulai misinya besok, ia kemudian membuat obrolan group berisi Lucy, Kiara, Darier dan ia sendiri.
Lucy : Wow, Nona muda, kamu pergi kemana? Kamu tidak tahu seberapa marahnya tuan besar.
Lucy memulai obrolan dengan khasnya, yaitu mengomel.
Alice : Aku ada di tempat biasa.
Lucy : Baguslah.
Kiara : Kamu dimana, Lice?
Alice : Sebuah tempat yang aman.
Darier : Woi, sudah aku bilang jangan menggangguku kan?
Lucy : OMG, Darier Simpson?
Kiara : ...
Darier : Kenapa? Memangnya aku hantu?
Lucy : Aku hanya tidak menyangka tuan muda Simpson akan bergabung bersama kami.
Darier : Memangnya tidak boleh, aku dan Alice sudah lama menjadi rekan. Kalian saja yang tidak tahu.
Lucy : Alice? Kenapa tidak bercerita padaku?
Alice senang membaca pesan-pesan ini, setidaknya rasa sedihnya semakin berangsur pulih. Wajahnya kini tak sendu lagi, hanya tersisa bagian mata yang masih agak membengkak.
Kiara : Alice...
Alice : Ya, nanti aku akan bercerita pada kalian. Sekarang mari kita bahas misi untuk besok.
Mereka pun membahas apa yang akan menjadi rencana pertama dalam menggagalkan rencana pernikahan ini. Adanya Darier membuat suasana semakin berwarna, apalagi dengan Lucy yang aslinya memang cerewet. Sementara Kiara dan Alice yang memang lebih pendiam hanya sesekali menimpali.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Tbc.
🌼🌼🌼🌼🌼