Seharusnya sudah melewati 10 tahun usia pernikahan, rumah tangga harusnya semakin harmonis apalagi sudah ada kehadiran dua malaikat kecil di dalam kehidupan mereka.
Namun, tidak dengan rumah tangga Yana Ayunda.
Sikap suaminya langsung berubah setelah melewati 10 tahun pernikahan mereka, Yana berusaha agar rumah tangganya harmonis kembali.
Tapi, semakin hari sikap suaminya semakin dingin dan mudah marah terutama pada dirinya.
hingga Yana memutuskan untuk mencari tahu penyebab perubahan sikap suaminya itu.
Apakah Yana bisa menemukan titik terang penyebabnya?
Mampukah ia melewati itu semua?
Yuk simak ceritanya!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Erni sari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29
Tiba di kediaman orang tua Yana, Damar menghela napas panjang. Ia menekan bel berulang kali, namun tak ada yang membukanya.
ceklek ...
Damar membuka pintu, namun tak di kunci.
“Tidak di kunci,” gumamnya.
Damar yakin jika Yana pulang ke rumahnya, karena ia melihat motor milik Yana terparkir di teras.
Damar melihat sekeliling rumah yang tampak sepi, suara Deva dan Diki pun tak terdengar.
Karena tidak mendapati orang, Damar bertekad langsung naik ke lantai atas menuju kamar Yana.
Pintu kamar Yana terbuka sebagian, Damar sedikit mengintip. Ia melihat Yana yang tengah berdiri sembari melipat kedua tangannya menghadap keluar jendela.
Sebelum mengetuk pintu, Damar kembali menghela napas panjang.
Tok ... Tok ...
Damar mengetuk pintu kamar, namun tak kunjung di buka oleh Yana. Bahkan tak terdengar suara Yana menyahut dari dalam kamar, Damar kembali lagi mengetuk pintu cukup keras.
Karena tidak ada tanda-tanda Yana membuka pintu, Damar memberanikan diri untuk membuka pintu.
“Yana,” panggil Damar pelan.
Yana tampak tersadar, dengan cepat ia mengusap air matanya lalu membalikkan badan.
Ia tampak sedikit terkejut melihat kedatangan Damar ke kamarnya.
“Tuan, kenapa kemari?” tanya Yana.
Damar tidak menjawab pertanyaan Yana, namun ia fokus pada mata Yana yang terlihat sembab. Terlihat jelas, jika Yana menangis.
“Yana, maaf atas kejadian di kantor tadi. Aku berani bersumpah, aku tidak melakukan itu! Video itu sudah jelas editan,” ujar Damar berusaha menjelaskan, agar Yana tidak salah paham padanya.
“Tuan, tenanglah. Aku tidak menyalahkan siapapun tentang kejadian tadi,” sahut Yana terlihat santai.
“Benarkah?” tanya Damar.
Ia mendekati Yana yang masih berdiri di tempatnya, Damar menatap lekat wajah sembab Yana. Membuat Yana menjadi salah tingkah, Yana tampak menunduk.
“Kamu menangis?” tanya Damar dengan lembut.
Yana menggelengkan kepalanya masih dengan keadaan menunduk.
“Tatap aku,” ujarnya menarik dagu Yana agar tidak menunduk.
Netra mereka saling bertatapan, sangat jelas terlihat jika masih ada sisa air mata.
“Kamu berbohong! Yana, aku tidak akan mengampuni orang telah membuat kamu menangis seperti ini. Kamu boleh menangis, hanya menangis karena kebahagiaan.”
Memegang kedua bahu Yana.
Mendengar perkataan Damar, Yana malah semakin terisak.
“Hiks ... a-aku ....”
“Menangis saja jika kamu ingin melupakannya semuanya hari ini, tapi tidak untuk besok!” tegas Damar, ia tampak mengepal kuat tangannya karena sangat geram dengan perbuatan Clara tadi.
Damar menarik Yana ke dalam pelukannya, untuk pertama kalinya ia memeluk wanita.
Yana semakin terisak di dalam dekapan Damar, air mata yang keluar membasahi kemeja yang Damar kenakan.
Damar malah semakin mempererat dekapannya, tanpa mereka sadari jika mamanya menatap mereka di pintu kamar.
“Apa yang kalian lakukan?!” suara terdengar sangat mencekam, membuat keduanya langsung tersadar dan melepaskan dekapannya.
“Mama,” ucap Yana lirih.
Dengan cepat Yana mengusap air matanya, lalu menghampiri mamanya yang tengah berdiri di ambang pintu.
“Ma, ini tidak seperti yang Mama pikirkan.” Yana tampak panik dan berusaha menjelaskannya.
“Yana, Mama tidak pernah mengajarimu menjadi wanita murahan seperti ini!”
“Tante, maaf sebelumnya. Saya menyela pembicaraan Tante, tapi Yana benar. Kami tidak melakukan apapun!” Damar membantu Yana untuk menjelaskannya.
Mama Yana tampak menghela napas kasar.
“Damar, kami sangat berterima kasih padamu karena begitu banyak membantu kami! Tapi, tidak sepantasnya kamu memasuki kamar putriku. Apa kata orang nanti, jika ada yang melihat?! Orang-orang akan berpikir yang buruk, walaupun kalian tidak melakukan apapun! Damar, Putriku baru saja menyandang status janda! Kamu tahu itu kan?!” seru mamanya Yana yang terlihat kesal dengan keduanya.
Mereka berdua terdiam, karena mereka memang salah.
“Astaga! Kalian benar-benar membuat Mama kecewa. Bagaimana jika Papamu mengetahui ini?!” tanya mamanya melihat Yana yang masih menunduk.
“Tante, izinkan aku menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi! Kami ....”
“Ada apa ini? Kenapa ribut-ribut di depan kamar? Pintu rumah di biarkan terbuka lebar! Bagaimana jika ada orang jahat yang masuk!” seru suaminya.
“Damar, apa yang terjadi?” melihat ada Damar juga di rumahnya.
Yana dan Mamanya saling menatap.
“Biar aku yang menjelaskannya Tante,” usul Damar.
Namun, mamanya Yana menghampiri suaminya.
“Mas, mereka ....” Istrinya menunjuk ke arah Yana.
“Kenapa dengan mereka?” tanya suaminya tampak bingung.
“Saya ingin menikahi putri anda,” sela Damar, karena sejak tadi dirinya tidak diizinkan untuk berbicara.
Mereka menatap ke arah Damar, tak terkecuali Yana sendiri.
“Damar, kamu bicara apa? Jangan asal bicara!” seru Yana.
“Aku tidak asal bicara! Kami sudah sepakat untuk menikah, tapi Yana malu untuk mengatakannya kepada kalian. Aku ingin meminta izin dan restu kalian untuk meminang Yana Ayunda.” Damar menatap Yana yang tampak melongo.
Sama halnya dengan kedua orang tua Yana, yang tampak terkejut dengan ucapan Damar yang secara mendadak melamar putrinya.
“Damar, jangan bercanda Nak! Kamu sudah mengetahui status Yana bukan? Pikirkan baik-baik dulu, aku tidak ingin putriku menderita seperti dulu lagi!” sindir papanya Yana yang masih belum bisa melupakan atas kejadian yang menimpa putrinya dengan mantan suaminya.
“Apa bedanya dengan diriku? Aku juga seorang Duda beranak satu! Aku akan berjanji, akan aku pastikan Yana tidak merasakan penderitaan yang pernah ia alami dulu. Aku akan membuatkan surat perjanjian, jika Yana menangis karena ulahku. Semua harta yang aku miliki akan menjadi miliknya.”
Yana menatap netra Damar yang tampak tulus mengatakan itu.
“Yana, apa benar yang di katakan oleh Damar, Nak? Jika kalian akan menikah,” tanya papanya.
“A-aku ....” Yana tampak gugup.
“Yana, aku tahu kamu ragu untuk menerimaku untuk menjadi suamimu. Aku memang tulus ingin menjadikanmu Istriku, selain itu aku juga ingin mengujudkan permintaan Kevin ingin mempunyai seorang Ibu, ” ujar Damar menatap lembut Yana.
Mama Yana hendak mengatakan sesuatu, namun di tahan oleh suaminya.
“Yana, apa kamu bersedia menerima pinangan Damar?” tanya Papanya.
Yana masih bungkam, karena pinangan ini terlalu mendadak baginya.
“Damar, sepertinya putriku tidak menerima pinanganmu. Mohon maaf, itu bukan kami tidak menyetujuinya. Kami sangat menghargai keputusan Yana untuk tidak menikah dalam waktu dekat, jadi kami mohon maaf yang sebesar-besarnya,” ujar Papanya Yana.
Namun, ia mengatakan itu tidak menatap Damar. Tapi, menatap putrinya yang masih menunduk.
Damar tampak menutup matanya, berulang kali menghela napas berat, ia sangat menghargai keputusan orang tua Yana.
“Baik, saya memaklumi. Maafkan saya sekali lagi sudah lancang masuk ke dalam rumah ini tanpa sepengetahuan kalian, Yana aku akan mengembalikan nama baikmu di kantor,” ucap Damar.
Setelah mengatakan itu, Damar berpamitan untuk pulang. Ia berpikir, akan pergi sejenak bersama putranya setelah ini untuk menenangkan dirinya agar melupakan kejadian ini.
Di tengah tangga, Damar tampak berhenti namun tidak berbalik badan. Ia hanya berhenti sejenak, berharap Yana berubah pikiran lalu melanjutkan lagi langkahnya.
“Tunggu, Damar!” panggil Yana.
Langkah Damar kembali terhenti.
***