Nathaniel Alvaro, pewaris muda salah satu perusahaan terbesar di negeri ini, hidup dalam bayang-bayang ekspektasi sang ibu yang keras: menikah sebelum usia 30, atau kehilangan posisinya. Saat tekanan datang dari segala arah, ia justru menemukan ketenangan di tempat yang tak terduga, seorang gadis pendiam yang bekerja di rumahnya, Clarissa.
Clarissa tampak sederhana, pemalu, dan penuh syukur. Diam-diam, Nathan membiayai kuliahnya, dan perlahan tumbuh perasaan yang tak bisa ia pungkiri. Tapi hidup Nathan tak pernah semudah itu. Ibunya memiliki rencana sendiri: menjodohkannya dengan Celestine Aurellia, anak dari sahabat lamanya sekaligus putri orang terkaya di Asia.
Celeste, seorang wanita muda yang berisik dan suka ikut campur tinggal bersama mereka. Kepribadiannya yang suka ikut campur membuat Nathan merasa muak... hingga Celeste justru menjadi alasan Clarissa dan Nathan bisa bersama.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nitzz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
25. Rahasia yang Disimpan Rapat
Pagi itu, rumah keluarga Alvaro tampak sibuk seperti biasa. Suara langkah kaki Clarissa terdengar di koridor, gaunnya berayun ringan saat ia membawa secangkir kopi ke ruang keluarga. Nathan sedang duduk santai di sana, membaca koran yang sejak lama sudah tak benar-benar menarik perhatiannya.
"Kopinya," ujar Clarissa sambil tersenyum manis.
Nathan menerima tanpa banyak bicara. Pandangannya menatap wajah gadis itu dalam diam, mencoba mencari tahu. siapa sebenarnya Clarissa? Entah kenapa, makin lama ia merasa seperti sedang menyusun teka-teki, hanya saja potongan-potongannya terlalu rapi disembunyikan.
Namun, pagi ini ia memilih untuk tidak bertanya. Tidak dulu. Tidak sekarang. Ia menenangkan pikirannya dengan menyadari satu hal, bahwa perasaan membutuhkan waktu, dan mungkin, apa yang tidak ia ketahui sekarang akan terbuka pada waktunya.
Clarissa duduk di sampingnya, bersikap manis seperti biasanya. Namun jauh di luar tembok rumah itu, ada kisah yang tak pernah sampai ke telinga Nathan.
*
Di sebuah rumah kecil yang nyaris roboh di pinggiran kota, seorang wanita paruh baya duduk memandangi foto tua. foto keluarga mereka saat masih utuh. Di sebelahnya, seorang pria kurus dengan rambut memutih merokok pelan, pandangannya kosong. Mereka adalah orangtua Clarissa. Keluarga yang dulunya hidup berkecukupan, namun sekarang hanya bergantung pada utang dan belas kasihan.
Beberapa tahun lalu, keluarga mereka mengalami kebangkrutan karena usaha sang ayah digerogoti rekan bisnisnya sendiri. Jeratan utang pun menghimpit tanpa ampun. Dan di tengah keterpurukan itu, datanglah tawaran dari keluarga Liviu, sebuah keluarga terpandang yang memiliki kuasa dan kekayaan di desa itu. Mereka menawarkan bantuan... dengan syarat.
Clarissa, yang kala itu masih remaja, akan "diasuh" oleh keluarga tersebut. Ia akan dibesarkan, dididik, dan dijanjikan masa depan cerah. Tapi semua orang tahu, tidak ada makan siang gratis di dunia ini. Clarissa menjadi semacam investasi. Suatu hari nanti, ada harga yang harus dibayar.
"Ini untuk kebaikanmu juga, Ris," kata ibunya sambil menggenggam tangannya saat itu. "Ibu dan Ayah nggak bisa lagi menjamin apa pun..."
Clarissa hanya diam. Menangis pun sudah tidak bisa. Ia hanya mengikuti takdir seperti kapal tanpa layar. Di rumah keluarga Liviu, ia belajar menjadi sempurna. Bicara sopan, berpakaian elegan, dan menundukkan kepala saat diminta. Ia tidak pernah punya pilihan. Dan kini, berdiri di samping Nathan, ia tahu betul bahwa hidupnya bukan miliknya sendiri.
*
Sementara itu, jauh di Singapura, Darius Aurellia duduk di ruang kerjanya yang mewah, memandangi sebuah foto lama yang terselip di dompet kulitnya. Foto itu tampak tua, ia dan istrinya saat muda, di taman yang penuh bunga. Sang istri tertawa bahagia, mengenakan gaun musim semi, dan Darius memeluknya dari belakang, wajahnya bersinar penuh cinta.
"Kamu masih yang terindah dalam hidupku..." bisiknya.
Ia menyesap kopinya, lalu menoleh pada layar laptop yang menampilkan laporan bisnis. Ekspresinya kembali dingin dan penuh kalkulasi. Namun jauh di balik itu semua, kenangan cinta pertamanya masih menyala. Saat itu, Darius bukan pria yang kejam. Ia adalah pria muda dengan ambisi dan cinta tulus untuk wanita yang ia nikahi. Dunia mereka dulu sederhana, makan malam di taman, bercanda di dapur sempit, menulis surat-surat cinta yang kini disimpan dalam kotak besi.
Namun waktu mengubah segalanya.
Dan kini, dia punya rencana. Rencana besar. Semua yang terjadi, rasa sakit, kehilangan, bahkan amarah.. akan ia ubah menjadi kemenangan. Dan bagian dari rencana itu adalah Celeste.
*
Kembali ke rumah Alvaro, Nathan menatap Clarissa yang tengah menyusun bunga di vas besar. Gadis itu cantik, anggun, dan selalu hadir saat ia butuh seseorang.
Ia hanya tahu jika Clarissa hanya wanita biasa yang miskin dan berkerja sebagai pelayan untuk biaya kuliahnya. Nathan masih sangat penasaran dengan cerita keluarga Clarissa. Tapi ia memilih untuk tidak menuntut jawaban lagi. Menunggu Clarissa yang bercerita.
"Kamu sibuk banget hari ini?" tanya Clarissa tiba-tiba.
Nathan menggeleng. "Nggak juga. Aku cuma... banyak mikir."
Clarissa menatapnya. "Tentang apa?"
Nathan menghela napas pelan. "Tentang... kita. Tapi tenang aja, aku nggak akan nanya macam-macam."
Clarissa menunduk. "Makasih... udah ngerti."
Ia meraih tangan Nathan dan menggenggamnya erat. Nathan membalas genggaman itu, mencoba meyakinkan dirinya bahwa cinta bisa tumbuh meski tanpa tahu seluruh cerita.
Tapi di luar sana, kebenaran sedang menunggu untuk ditemukan. Dan waktu terus berjalan.
Hari itu adalah hari ke-96 sejak Celeste datang ke rumah Alvaro. Misi enam bulan itu... kini hanya menyisakan kurang dari tiga bulan.
Dan semuanya baru saja dimulai.
