NovelToon NovelToon
Cinta Dan Kultivator

Cinta Dan Kultivator

Status: sedang berlangsung
Genre:Perperangan / Penyelamat
Popularitas:3k
Nilai: 5
Nama Author: J.Kyora

Apa reaksimu ketika tiba-tiba saja seorang gadis cantik dari planet lain masuk ke kamarmu?
Terkejut? Kaget? Ya, begitu juga dengan Nero. Hanya beberapa jam setelah ia ditolak dengan kejam oleh siswi sekelas yang disukainya, ia bertemu dengan seorang gadis mempesona yang masuk melalui lorong spasial di kamarnya.
Dari saat itulah Nero yang selama ini polos dan lemah perlahan berubah menjadi pribadi yang kuat dan menarik. Lalu membalikkan anggapan orang-orang yang selama ini telah menghina dan menyepelekannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon J.Kyora, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 6

"Apakah kamu bahkan manusia?" Nero bertanya lagi.

Eona mengedipkan matanya, terlihat sedang memikirkan sesuatu.

"Semacam itu," jawabnya.

Eona membalikkan tubuhnya, lalu memandangi beberapa tempat. Seperti menemukan sesuatu ia mengarahkan bola perak di tangannya, sebuah sorot cahaya putih menembak dari bola tersebut, terdengar bunyi berdengung kemudian portal spasial seperti piringan hitam tempo hari muncul lagi. Semakin lama semakin besar, setelah lingkarannya cukup untuk dimasuki, Eona melangkah ke dalamnya.

"Ikuti aku, kita harus pindah," pinta Eona.

Nero merasa was-was, namun rasa ingin tahunya begitu besar. Menguatkan tekad, ia pun ikut melangkah masuk.

Ruangan terasa berputar dan Nero merasa tubuhnya melayang dalam kegelapan. Spontan ia berteriak dengan kencang namun beberapa detik kemudian ruangan kembali tenang dan stabil. Tiba-tiba tubuhnya seperti dilemparkan ke sebuah cahaya terang. Sebelum ia menyadari situasinya, kakinya menjejak lantai yang keras.

Nero terduduk mengamati sekelilingnya, ia berada dalam ruangan seperti sebuah aula, berlantaikan marmer dengan bentuk lingkaran yang cukup luas. Di sekelilingnya kabut cahaya parabola yang mengurung dirinya dan Eona.

"Tempat apa ini?" Nero bangkit berdiri, namun alangkah kagetnya ia ketika merasakan tubuhnya begitu berat untuk diangkat.

Eona berdiri tidak begitu jauh, memperhatikannya dengan mata birunya yang lembut.

Susah payah Nero akhirnya berhasil berdiri, tetapi

kakinya gemetar menahan tubuhnya seolah-olah ditekan oleh suatu energi yang tidak terlihat.

"Kenapa tubuhku berat sekali?" geram Nero berusaha mempertahankan sikap tegaknya.

"Gravitasi di sini lebih kuat dari duniamu," jelas Eona.

"Dan tempat ini adalah?" Nero bertanya ingin tahu.

"Ruang dimensi," jawabnya.

"Apa itu?"

"Sebut saja ini adalah seperti kamar di tempatmu," jawab Eona menjelaskan.

Nero bingung, ini sama sekali tidak mirip dengan kamar. "Apakah kamu datang dari sini?" tanya Nero lagi. Teringat tentakel itu ia celingukan dengan cemas.

"Tidak, ini hanyalah ruangan yang dibuat dan bisa dibawa kemana-mana, tempatku berasal adalah tempat yang sangat jauh, dan butuh banyak upaya menemukan jalan spasial kesana," jelas Eona.

"Jadi yang mengejar mu bukan dari sini?" Nero bertanya lagi dengan ekspresi khawatir.

Eona menggelengkan kepalanya. Melihat itu Nero menjadi agak lega, perlahan ia mencoba melangkahkan kakinya, namun rasanya begitu berat, butuh berkali kali upaya baginya hanya untuk melangkah satu langkah saja.

Kenapa tempat ini begitu menyiksa, pikir Nero, "

Kenapa kamu tidak mau menjelaskan saja dari mana asal usulmu dan siapa dirimu, Eona." Nero terus mengajaknya bicara, selain untuk meredam ketegangannya, ia benar-benar sangat penasaran.

"Nanti kamu akan tahu," jawab Eona singkat.

"Nanti? Apa kamu berencana tinggal di sini?" tanya Nero sambil mencoba melangkah lagi.

Eona menatapnya, ada kilatan aneh di matanya, namun ia tidak menjawab pertanyaan Nero.

Eona mengangkat bola peraknya, dan tirai cahaya bergerak.

Ziing... ziiing..." terdengar suara berdesing di ikuti distorsi ruang dan kubah cahaya yang sebelumnya menyelubungi perlahan memudar.

Nero tercengang, ia melihat sekeliling, ternyata ruangan itu aslinya sangat luas, bahkan mungkin tidak lagi cocok disebut ruangan, karena pemandangan yang terbentang didepannya.

Ada pepohonan, dengan daun-daun yang berwarna warni, sungai dengan air yang jernih, bukit-bukit dikejauhan. Bebatuan yang bertebaran berwarna-warni, hijau, ungu, merah dan banyak warna lainnya dengan tekstur sebening kristal.

Namun tidak ada matahari, ia hanya melihat langit tinggi berwarna oranye, dan beberapa makhluk aneh berterbangan. Nero sangat takjub, ini seperti negeri fantasi, bunga-bunga tersebar di banyak tempat. Ada lapangan rumput luas, namun hamparannya berwarna ungu lembut.

Dan yang paling menarik baginya adalah sebuah bangunan berbentuk menara, dengan tiang seperti tiang listrik beton, itu menyangga sebuah bangunan berbentuk bundar. Dinding bundaran tersusun dari banyak jendela prisma dengan kaca kaca bening, lalu ditengah bagian luar bundaran tersebut ada sebuah balkon yang dipagari dengan teralis.

"Apa itu?" tanya Nero.

"Rumahku," jawab Eona.

Nero keheranan, ia tidak melihat ada tangga sama sekali, lantas bagaimana cara naik ke bangunan itu? pikirnya dalam hati.

Tiba-tiba dua buah pelat logam muncul dari lantai, pelat itu berbentuk lingkaran dengan ukuran tidak terlalu besar, pelat tersebut melayang ke arah mereka.

Eona melangkah dan naik ke atas pelat itu. "Naiklah," ujar Eona.

Nero mengangguk, lalu dengan susah-payah ia menaikan sebelah kakinya, dengan usaha yang sangat keras akhirnya ia bisa naik ke atas pelat tersebut.

Tiba-tiba tubuhnya dan tubuh Eona terangkat keatas, ia melayang naik menuju menara bundar, Nero melihat ke bawah kakinya dan mengamati pelat yang diinjaknya.

Tidak lama kemudian tubuhnya masuk ke dalam bangunan bundar itu melalui lobang di bawahnya, terdengar bunyi klik ketika pelat tersebut berhenti. Ukuran pelat tersebut sangat pas dengan lobang yang di lalui tubuhnya untuk masuk ke dalam menara.

Ruangan di dalam bangunan bundar itu cukup luas,. Nero memperhatikan lantainya, ada beberapa bulatan seperti pelat yang ada dikakinya, sepertinya alat itu di gunakan untuk pengganti tangga, sungguh teknologi yang maju, pikir Nero. Mereka sudah tidak menggunakan tangga lagi.

Mengamati lebih jauh, Nero melihat sebuah tempat tidur, berbentuk bulat dan kasur empuk di atasnya, lalu ada tabung seukuran tubuh manusia yang setengah bagiannya tertutup kaca bening. Nuansa berwarna putih di mana-mana, perabotan seperti meja dan kursi berwarna putih, ada sebuah lemari dan beberapa rak dengan hiasan ornamen kristal warna warni yang sangat indah.

"Dengan siapa kamu tinggal di sini?" tanya Nero ingin tahu.

"Sendiri," jawab Eona.

"Maksudku, apakah ada orang lain di tempat ini?" tanya Nero lagi. Gadis ini agak irit bicara, pikirnya.

"Aku sendirian di seluruh tempat ini, ada yang lainnya tapi bukan manusia," Eona menjelaskan. Ia melangkah ke sebuah kursi dan duduk, jalannya sangat elegan dan anggun.

"Bukan manusia?" Nero agak merinding.

"Binatang monster dan hewan liar di hutan," jawab Eona.

Mendengar kata monster bulu kuduk Nero berdiri, ia membayangkan godzilla di dalam film.

"Berapa lama saya tidak sadarkan diri?" Eona bertanya mengalihkan topik.

Nero sejenak mengingat, "Dua atau tiga hari, kamu tidak sadarkan diri," jawabnya.

Eona memalingkan wajahnya, memandang ke rimbun pepohonan di kejauhan, sepertinya ia memikirkan banyak hal. Nero menangkap ada kesedihan di balik wajah murung itu.

"Saya terluka, butuh waktu cukup lama untuk menyembuhkannya," ujar Eona.

"Aku tidak melihat luka apapun ditubuhmu," balas Nero. Ia tidak mengerti, Eona tidak terlihat seperti sedang terluka.

"Luka spiritual, aku kehabisan kekuatan," kata Eona.

"Kamu petarung?" Nero menatap lekat lekat. Kekuatan berhubungan dengan seorang petarung, Nero hanya bertanya acak.

Namun Eona hanya diam, ia hanya balik menatap mata Nero dengan bola mata birunya yang selembut salju.

Ah, gadis ini begitu penuh misteri, batin Nero. Ia mencoba melangkah lagi, namun kakinya masih tetap terasa berat, tapi kali ini ia mulai bisa melangkah dua langkah.

'Apakah ini tidak bisa diperbaiki agar aku bisa berjalan bebas?" Ia bertanya dengan mengeluh.

"Tidak, kamu harus membiasakan dirimu. Nanti setelah keluar dari ruangan ini, kamu akan merasakan manfaatnya," jawab Eona.

Manfaat? Ini tak lebih hanya penyiksaan, sungut Nero dalam hati.

Eona berdiri lalu melangkah ke balkon yang menjorok keluar dari menara bundar, memegang pagar pembatas ia memandang kekejauhan.

Nero berusaha melangkah ke sana, melayangkan pandangan ke arah yang dilihat Eona. Pemandangan dari atas menara itu sangat luar biasa, ia dapat melihat hamparan bunga, batu berwarna-warni, pepohonan, sungai dan bukit-bukit dikejauhan.

Namun tiba-tiba ia teringat sesuatu, wajahnya menjadi pucat, "Bagaimana aku kembali ke kamarku?"

Eona menoleh, kemudian melemparkan sebuah benda berbentuk kubus seukuran dua jari, Nero menangkapnya. "Tekan sisi berwarna biru, kamu akan langsung diteleportasi ke pintu keluar," Eona menjelaskan.

Dengan lega Nero mengamati kubus itu, memang ada warna biru, dan di tiap sisi ada warna yang berbeda, lalu ada ukiran seperti simbol-simbol yang tidak Nero kenali.

"Sisi yang lain ini untuk apa," ia bertanya ingin tahu.

"Untuk piring yang tadi membawamu naik kesini, juga untuk beberapa hal lainnya, jawab Eona acuh.

Ahh... ini seperti remote control, pikir Nero.

Mendekati Nero, Eona menjelaskan kegunaan kubus itu kepadanya, setiap penjelasannya semakin membuat Nero takjub.

"Bolehkan aku berkeliling?"

"Silahkan ... aku juga akan tertidur, kondisi jiwaku masih jauh dari pulih, kamu bebas melakukan apa saja disini," jawab Eona mengizinkan.

Nero menatapnya, dan ia melihat wajah cantiknya memang terlihat lelah, ia mungkin seharusnya membiarkan Eona istirahat terlebih dahulu. Menekan tombol ungu di kubus, tubuh Nero meluncur turun dibawa pelat bulat itu dan mendarat dilantai marmer tempat ia pertama masuk tadi.

Nero memandang ke atas bangunan bundar, Eona masih berdiri dipagar juga memandangnya, namun sama sekali Nero tidak tahu apa yang dipikirkan Eona, mungkin saja ia memikirkan tempat asalnya.

Menghela napas Nero menjadi agak senang, paling tidak memiliki seorang teman sekarang, teman dari planet lain.

Nero telah bisa melakukan langkah demi langkah meskipun masih sangat lambat, namun kemajuannya cukup baik.

Ia berkeliling melihat hal-hal yang sangat menarik, pepohonan, ada sungai yang airnya mengalir sangat jernih, ada burung-burung yang semuanya belum pernah dilihatnya. Keringat Nero bercucuran tetapi semangatnya sangat kuat.

Setelah beberapa lama Nero kembali kebangunan bundar, ia melihat Eona di tempat tidur kembali diselubungi inkubator.

Merasa sudah cukup lama didalam, Nero memutuskan untuk kembali kekamarnya.

Melayang di dalam portal spasial, terasa suatu dorongan memaksa tubuhnya meluncur menuju cahaya putih di depannya, saat menyentuh cahaya itu tubuhnya tiba-tiba telah berada di kamarnya, pintu spasial mengecil dan menghilang.

Nero terkejut, ia merasa tubuhnya teramat ringan, dengan gerakan acak ia mengayun-ayunkan tangan dan kakinya.

"Wooow... Perasaan ini!"

Ia melompat, dan dalam satu lompatan ia melampaui jarak yang cukup jauh, lalu ia mencoba memukul dan menendang. Apa yang berbeda?

Kecepatan gerakannya?

Nero melompat lagi, sangat tinggi!

Tiba-tiba ia memikirkan sesuatu, dan tubuhnya berjumpalitan di udara, dan mendarat di lantai dengan gaya seperti petarung, satu lututnya menyentuh lantai dengan satu kaki ditekuk, kedua tangannya terentang. Ia bergaya seperti seorang petarung pedang.

"Hahaha...! Ini luar biasa!" pekik Nero senang.

Agaknya ia baru menyadari manfaat yang dimaksud Eona, tubuhnya jauh lebih ringan dan lincah sekarang. setelah lama berada didalam ruang dimensi itu yang menekan gerak tubuhnya, banyak pemikiran muncul dikepala Nero, dan senyumnya tumbuh sumringah.

Namun tiba-tiba ia terbelalak, ia melihat sekeliling, kemudian membuka pintu balkon dan melihat keluar.

Masih terang? Menghitung waktu dia berada di dalam ruangan itu tadi seharusnya sekarang sudah tengah malam, dan saat ini jelas masih sore. Memikirkan itu Nero berlari ke bawah menuruni tangga, lalu melihat tanggal di ponselnya.

Ahhh.. masih tanggal yang sama, ia mendesah lega. Suatu dugaan muncul di kepalanya, ada perbedaan waktu antara di dalam ruangan itu dan di luar?Seharusnya begitu! Waktu lebih lambat berjalan di luar dibandingkan di dalam ruangan Eona.

Menemukan banyak sekali hal baru hari ini, perasaan Nero kegirangan. Ia memiliki rencana dan banyak hal yang melintas begitu saja tiba-tiba di kepalanya.

...

1
Rahmat Anjaii
lanjut thioorrr, klo prlu tambah babnya.
dear: diusahakan
total 1 replies
Rahmat Anjaii
lanjut thoorr
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!