Jelita Pramono seorang gadis periang, namun jangan sampai kalian mengusik nya, apalagi keluarga maupun orang yang ia sayang disekitarnya. Karena jika kamu melakukannya, habislah hidupmu.
Hingga suatu hari, ia sedang pergi bersama kakak nya, tapi di dalam perjalanan, mobil mereka tertabrak mobil lain dari arah belakang. Sehingga, Jelita yang berada di mobil penumpang mengeluarkan darah segar di dahi nya dan tak sadarkan diri.
Namun, ia terbangun bukan di tubuh nya, tapi seorang gadis bernama Jelita Yunanda, yang tak lain merupakan nama gadis di sebuah novel yang ia baca terakhir kali.
Bukan sebagai pemeran utama atau si antagonis, melainkan figuran atau teman antagonis yang sikapnya dingin dan jarang bicara sekaligus jarang tersenyum.
Mengapa Jelita tiba-tiba masuk kedalam novel menjadi seorang figuran? Apa yang akan terjadi dengannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lily Dekranasda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kejutan
Begitu Jelita dan mama Acha sampai di teras utama, sang mama memberikan isyarat kecil kepada salah satu maid. Dan ketika Jelita hendak mendorong daun pintu besar itu.
DOR!
Suara ledakan kecil tiba-tiba terdengar, disusul semburan confetti warna-warni yang beterbangan ke udara. Jelita langsung terlonjak kaget.
"Astaga!" serunya spontan, menutup mulut dengan tangan.
"Beruntung aku gak punya penyakit jantung!" ucapnya dalam hati.
Tepat di depannya, seluruh maid dan pelayan rumah sudah berbaris rapi di sepanjang lorong masuk, semuanya membungkuk sopan sambil mengucapkan, "Selamat datang kembali, Nona Jelita!"
Sebuah banner panjang tergantung manis di langit-langit, bertuliskan huruf emas mengkilap:
"SELAMAT DATANG JELITA YUNANDA!"
Dan yang membuat Jelita semakin terpaku—di balik para maid berdiri kedua kakak kembarnya, Reza dan Raza, bersama geng mereka yang tampak semangat. Di sebelah kanan, tiga gadis sudah melambai-lambaikan tangan dengan wajah ceria.
“Mey, Dara, Tiara?” gumam Jelita tak percaya.
“Welcome back, Lita!” seru mereka hampir bersamaan, lalu langsung berlari kecil menghampiri Jelita dan memeluknya bersamaan.
Jelita berdiri di tengah-tengah sambutan itu, hatinya hangat. Dia memandang sekeliling, geng kakaknya, sahabat-sahabatnya, pelayan-pelayan yang tersenyum penuh hormat, semua menyambutnya dengan tulus.
Dalam hati ia bergumam, “Jadi figuran di dunia novel ternyata nggak seburuk yang ku fikirkan, ya. Bahkan mungkin ini awal cerita ku yang baru. Akan aku buat cerita ku menjadi tokoh utama.”
“Kalian bertiga, kita saudara kandungnya loh, belum sempat peluk adik sendiri!” seru Reza tiba-tiba dengan nada sewot, melirik Meyriska, Dara, dan Tiara yang masih menempel manja ke Jelita.
“Betul tuh! Nggak adil, kita yang buat surprise juga.” tambah Raza sambil menyilangkan tangan di dada.
Ketiganya langsung melepas pelukan sambil nyengir malu.
“Hehe, maaf ya, Kakak-kakaknya Jelita,” ucap Tiara sambil ngikik.
“Tenang-tenang, giliran kalian sekarang,” sahut Meyriska, melipir ke samping.
Reza dan Raza pun langsung memeluk Jelita bergantian. Pelukan erat, hangat, dan penuh rindu.
“Eh, by the way, papa mana?” tanya Reza sambil melihat ke sekitar.
“Papa nggak bisa ikut nganterin pulang, harus menemui klien meeting di luar kota selama kurang lebih tiga sampai seminggu,” jawab mama Acha sambil melirik arlojinya.
“Oh.” sahut Raza dan Reza bersamaan, sedikit kecewa tapi bisa dimaklumi.
Mama Acha tersenyum hangat lalu mengusap kepala Jelita. “Ya sudah, kalian senang-senang dulu ya. Mama ke atas dulu. Istirahat sebentar,” ujarnya.
Ia lalu menoleh ke arah para tamu muda. “Makasih ya udah datang menyambut Jelita. Santai aja di sini, anggap rumah sendiri seperti biasanya.”
“Siap, Tante!” sahut semua dengan kompak.
Sebelum naik ke lantai atas, mama Acha memberi instruksi ke salah satu maid. “Tolong bersihkan semua confetti dan bereskan lorong masuk, ya. Jangan lupa sediakan camilan di ruang tengah.”
“Baik, Nyonya,” jawab sang maid cepat.
Mama Acha pun meninggalkan mereka semua, melangkah ringan menuju kamarnya.
Jelita digiring dengan setengah paksa ke sofa empuk di ruang tamu. Dara langsung duduk di sampingnya, menatap wajah sang sahabat penuh perhatian.
“Jel, kamu beneran nggak apa-apa? Maksudnya… udah pulih banget belum?” tanya Dara, nada suaranya terdengar lembut namun jelas khawatir.
Jelita tersenyum kecil. “Aku baik-baik aja, Ra. Serius. Nggak usah khawatir, sekarang malah ngerasa lebih… ringan.”
Meyriska yang sedari tadi menahan diri, langsung menyelutuk, “By the way, kamu kapan mulai sekolah lagi?”
“Besok,” jawab Jelita santai.
“Wah, mantap! Gimana kalau kita berangkat bareng?” saran Meyriska antusias, disambut anggukan semangat dari Dara dan Tiara.
“Setuju!” Tiara menimpali cepat.
Belum selesai, Dara menambahkan, “Atau sekalian aja kita nginep di sini. Gimana?”
Jelita langsung mengangguk mantap. “Owkeh, aku sih hayuk aja!”
Tawa dan keceriaan mereka memenuhi ruang tamu, membentuk gelembung kecil yang terasa hangat dan menyenangkan.
Namun, di sisi lain ruangan, para laki-laki hanya duduk sambil mengamati. Geng Velocity X, terdiri dari Verrel, Reza, Raza, Willy, Harry dan Devano. Mereka saling pandang dengan ekspresi yang sulit ditebak.
Reza dan Raza, yang dari tadi terdiam dan duduk cukup jauh dari adik mereka, saling melirik. Seperti membaca pikiran satu sama lain, keduanya langsung berdiri bersamaan.
“Minggir kalian, aku mau duduk sama adikku,” ujar Reza dengan nada sewot.
“Betul. Udah cukup ngobrolnya, sekarang giliran kami,” tambah Raza, menatap ketiga sahabat Jelita dengan ekspresi datar.
Ketiganya sempat bengong.
Memang, geng si kembar dikenal agak sensitif terhadap sahabat Jelita. Mereka tidak pernah benar-benar menunjukkan rasa suka, mungkin karena cerita lama yang belum selesai, tentang Laura yang sering jadi bahan bully dalam cerita novel ini.
“Apaan sih, Kak?” ujar Jelita sambil cemberut manja ke Reza dan Raza yang duduk kepedean di sebelahnya.
“Ayuk, guys! Ke kamar ku!” seru Jelita tiba-tiba sambil berdiri, menarik tangan Dara, Meyriska, dan Tiara.
“Yesss!” sahut Tiara ceria, langsung mengikuti langkah Jelita ke lantai atas.
Dara sempat menoleh ke arah Reza dan Raza, lalu menjulurkan lidahnya iseng ke mereka. “Ciyaa… kalah cepat!”
Reza melotot pelan, “Dasar bocah,” gumamnya.
Sementara itu, Meyriska sempat melirik ke arah Verrel. Tatapannya penuh arti. Sendu. Ada rasa rindu yang tak terucap.
Namun Verrel bahkan tidak menoleh. Ia pura-pura sibuk memainkan ponsel, seolah tak ada seorang pun bernama Meyriska di ruangan itu.
Jantung Meyriska seperti diremas. Tapi ia cepat-cepat mengalihkan pandangan, pura-pura ceria, lalu ikut naik ke lantai atas bersama yang lain.
Setelah sampai di kamar Jelita yang super luas dan mewah, mereka berempat langsung lompat ke ranjang king size dengan tawa riang. Bantal-bantal empuk langsung jadi rebutan buat bersandar paling nyaman.
“Akhirnya yaaa... bisa rebahan juga!” seru Dara sambil tenggelam setengah badan di tumpukan bantal.
“Ini kasur apa awan sih, empuk banget!” timpal Meyriska sambil peluk guling besar.
Tiara yang dari tadi senyum-senyum sendiri tiba-tiba nyeletuk, “Eh, nonton dracin, yuk! Gue pengen banget nonton ulang Love O2O!”
Jelita langsung duduk, matanya berbinar, “Gaaaasss!”
“Gaskeun lah!” sahut Tiara, Dara, dan Meyriska kompak.
Jelita pun buru-buru ambil remote smart TV-nya, menyambungkan ke aplikasi streaming, dan dalam hitungan detik, layar besar di kamar itu sudah menampilkan opening scene Love O2O.
Ketika scene romantis muncul dan lagu soundtrack “A Little Sweet” mengalun pelan, keempat cewek itu—Jelita, Dara, Meyriska, dan Tiara—langsung reflek ikut nyanyi bareng, lirih tapi penuh semangat:
shì nǐ ràng wǒ kànjiàn gānkū shāmò kāi chū huā yī duǒ
Shì nǐ ràng wǒ xiǎng yào měitiān wèi nǐ xiě yī shǒu qínggē
Yòng zuì làngmàn de fù gē
Bantal-bantal beterbangan lagi. Suasana kamar Jelita berubah jadi ajang fangirling bebas tak terkendali.
Mereka semua tertawa bareng, wajah berbinar-binar seperti remaja yang baru pertama kali jatuh cinta.
gak rela rasanya harus terpisah sama kak jordi nya 🥺