Hidden CEO

Kedatangan Louis membawa kebanggaan tersendiri bagi Margareth. Seorang ibu yang memiliki tiga anak itu tak lepas dari senyum melihat pria tampan duduk di ruang tamunya. Ini bukan pertama kali dia datang, namun terasa sangat spesial dan istimewa. 

''Sebentar lagi, pasti Cassandra keluar.'' Meletakkan secangkir kopi hitam yang baru saja diantar asisten.  

''Iya, Tante,'' jawab Louis ramah. 

Matanya terus menatap ke arah lantai dua, dimana tadi Cassandra berlalu. Sesekali melihat jam yang melingkar di tangannya. Menyeruput kopi yang tersaji untuk menghilangkan kejenuhan. 

''Bagaimana kabar keluargamu, Louis?" Margareth memecahkan keheningan. 

''Mereka baik, Tante. Tapi sayang belum bisa ke sini karena masih banyak urusan,'' jawab Louis jujur. 

''Keluarga Louis memang tinggal di luar negeri. Mereka akan ke Indonesia jika ada sesuatu yang penting. Sedangkan Louis sendiri memilih tinggal di Indonesia dan menjajaki beberapa bisnis. Memutuskan jauh dari orang tuanya yang selalu mengekangnya. Jika seperti ini ia lebih bebas untuk melakukan sesuatu semaunya sendiri. 

''Apa Cassandra sudah cerita tentang perceraiannya dengan Yunan?'' tanya Margareth penasaran. Barangkali putrinya itu sudah menceritakan rencananya pada Louis. 

Louis menggeleng pelan. Bahkan, ia tidak tahu apa-apa tentang itu. Kebersamaannya dengan Cassandra seharian ini murni tentang pekerjaan, bukan yang lain. Dan wanita itu tampak bungkam dengan masalah pribadinya. 

''Mungkin dia mau membuat kejutan untuk kamu. Tapi sayang, tante sudah membongkarnya.'' Menepuk pelan lengan Louis. ''Setelah ini tante harap ada kepastian dari kamu,'' imbuhnya penuh harap. 

Louis tak bisa berkata-kata. Terlalu cepat untuk memiliki seorang istri di usianya yang masih sangat muda. Butuh persiapan yang matang. Ingin bebas dengan dunia luar yang selalu menawarkan keindahan. Apalagi, ia banyak uang dan bisa membeli apapun, termasuk wanita.

Ia menatap Cassandra yang tampak menyusuri tangga. Wanita itu terlihat cantik dengan balutan dress hitam selutut tanpa lengan. Mengekspos kulit putihnya yang begitu menggoda. Pria mana yang tak terpesona dengan tubuhnya yang seksi, pun Louis yang selalu tak bisa menahan diri ketika di dekat wanita tersebut. Hanya saja, tak bisa memperlakukannya seperti wanita malam.

''Maaf, aku lama,'' ucap Cassandra merasa bersalah. 

''Gak pa-pa,'' jawab Louis tanpa berkedip. Terlalu terlena dengan wajahnya yang cantik di atas rata-rata. 

''Sekarang kalian pergi saja, keburu kemalaman.'' Mendorong Cassandra dan Louis menuju pintu. Melambaikan tangannya ke arah mereka yang sudah mendekati mobil. 

Sepanjang perjalanan Cassandra memilih diam menikmati indahnya lampu penerang jalan yang menyala terang. Ia juga tak menanyakan ke mana Louis membawanya pergi. Yakin malam ini bisa menghilangkan rasa yang dari tadi membelenggu jiwa dan melupakan masalah yang menimpa. 

''Kata tante Margareth, kamu dan Yunan akan bercerai?'' Louis membuka percakapan. 

''Iya,'' jawab Cassandra singkat. Malas membahas itu lagi.

Padahal, dulu ia sangat ambisius ingin segera berpisah dan menyandang status janda perawan. Namun sekarang, seolah terasa begitu berat seperti memikul beban. Kepergian Yunan benar-benar membuatnya bingung untuk melakukan apa. Biasanya pria itu yang mengatur semua kebutuhannya, namun sekarang harus melakukannya sendiri. Terlebih, ia belum mendapatkan asisten baru. 

''Dia memang pantas pergi dari kamu, Ndra. Seorang suami itu bertugas mencari nafkah dan menjunjung tinggi istrinya. Memberikan semua keinginannya, membahagiakan dan memanjakan. Tidak seperti dia yang selalu menyusahkanmu,'' cibir Louis sok bijak.

Cassandra terdiam, mencerna setiap kata yang meluncur dari bibir Louis. Benar, Yunan memang tidak bisa memenuhi gaya hidupnya yang serba mewah. Bahkan, uang satu bulan dari sang suami pun hanya cukup membeli bedaknya. Namun, dibalik itu semua Yunan berperan penting dalam hidupnya. Hal kecil yang tak bisa dilakukan suami lain pun dilakukan oleh pria itu. 

''Ngapain sih bahas dia. Mending kita bahas pameran minggu depan.'' Cassandra mengalihkan pembicaraan. 

Akhirnya di sisa perjalanan pun diisi dengan percakapan tentang pekerjaan. Cassandra terus membelokkan arah bicara Louis jika sudah menyangkut masalah pribadi. Selalu menutup rapat tentang hatinya yang masih mengambang.  

Menurutnya itu sangat tak penting. Hanya akan membuatnya terus teringat denda Yunan. 

Mobil memasuki kawasan klub malam. Cassandra mengerutkan alis. Ia bingung saat Louis parkir di tengah mobil mewah lainnya. Seolah memang benar-benar tak salah tempat. 

''Kenapa kita  ke sini? Bukankah kamu mengajakku makan malam?'' Cassandra terkejut. 

Louis tersenyum. Membantu Cassandra membuka seatbelt setelah miliknya terlepas. Mendekatkan wajahnya di depan wajah gadis itu. 

''Temani aku sebentar saja,'' ucap Louis serius. 

Tidak ada pilihan lain selain menyetujui permintaan Louis. Percuma saja menolak, semua sudah terlanjur. Tidak mungkin ia pulang sendiri di tengah dinginnya malam yang berbau mistis. Turun dari mobil. Menutup bagian lengannya dengan selendang yang ada di tas. Berjalan Mengikuti Louis menuju pintu depan.   

Alunan musik disko yang dimainkan dj terdengar nyaring. Gemerlap lampu warna-warni pun membuat pandangan sedikit buram. Cassandra terus mengikuti langkah Louis, membelah mereka yang berjoget mengikuti irama lagu. 

''Sepertinya ada yang dapat bonus?''  cerca salah satu bartender yang menuang minuman ke dalam gelas di depan Louis. 

''Bukan bonus, ini rejeki nomplok,'' jawab Louis dengan suara lantang membelah suara musik. 

Cassandra terdiam. Demi apapun, ia menyesal sudah ikut dengan Louis. Tiba-tiba teringat dengan ucapan Yunan saat dulu pernah melihatnya di tempat terkutuk itu.

Jangan pernah datang lagi ke sini, Cassandra. Setiap wanita yang menginjakkan kakinya di tempat ini, artinya dia menjual harga dirinya. Orang tidak akan peduli apa yang dilakukan wanita itu ketika di dalam. Tapi mereka akan percaya dengan apa yang dilihat.

''Berdiri dari duduknya dan menarik tangan Louis dari belakang. "Aku mau pulang,'' ucap Cassandra serius.

''Kenapa buru-buru, di sini asyik,'' jawab Louis ikut berdiri.

''Pokoknya aku mau pulang,'' keukeuh Cassandra kesal.

Louis meraih tangan Cassandra dan menggenggamnya. Lalu tersenyum dan mendekatkan bibirnya. Namun, seketika wanita itu menampar pipi kokohnya karena hampir saja menciumnya.

''Jangan kurang ajar, Louis! Aku bisa berteriak,'' pekik Cassandra dengan raut wajah berapi-api.

Louis mengusap pipinya yang terasa nyeri sembari tersenyum nakal. Mencengkeram erat tangan sang wanita yang mencoba melawannya. Jiwanya yang sudah diselimuti napsu birahi tak lagi mengingat apapun kecuali tubuh seksi Cassandra.

''Temani aku malam ini saja, Sayang. Aku janji akan membuatmu bahagia. Semua keinginanmu akan terpenuhi hanya dengan menjadi wnaita ku,'' ucap Louis mulai ngelantur.

''Aku tidak mau, lepaskan!'' Mencengkal tangan kekar Louis yang terus menraiknya.

''Tolong aku!'' teriak Cassandra mencari pertolongan.

Namun sayang, semua orang hanya menertawaknnya seolah abai dengan nasib buruknya.

''Lepaskan aku!'' teriaknya lagi sembari memukul tangan Louis.

''Yunan, tolong aku!'' Hanya itu yang bisa ia ucapkan saat Louis membuka sebuah pintu kamar.