Sebuah rasa yang sudah ada sejak lama. Yang menjadikan rasa itu kini ada di dalam satu ikatan. Ikatan sah pernikahan. Namun sayang, entah apa masalahnya, kini, orang yang dulu begitu memperhatikan dirinya malah menjadi jauh dari pandangan nya. Jauh dari hatinya.
Alika Giska Anugrah, wanita cantik berusia 25 tahun, wanita yang mandiri yang sudah memiliki usaha sendiri itu harus mau di jodohkan dengan Malik, anak dari sahabat orangtuanya. Lagipun, Giska pun sudah memiliki rasa yang bisa di sebut cinta. Dari itulah, Giska sangat setuju dan mau untuk menikah dengan Malik.
Tapi, siapa sangka, Malik yang dulu selalu mengalah padanya. Kini, malah berbanding terbalik. Setelah menjadi suami dari Giska, Malik malah jadi orang yang pendiam dan bahkan tak mau menyentuh Giska.
Kira-kira, apakah alasan Malik? Sampai menjadi pria yang dingin dan tak tersentuh?! Yuk baca! 😁
Kisah anak dari Anugrah dan Keanu--> (Ketika Dua Anu Jatuh Cinta)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yuli Fitria, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29
Masih Flashback ya ....
Laras sampai duluan dengan Yoga. Setelah sekian lama tidak pernah berjumpa, di pertemuan kali ini pemuda berkulit sawo matang itu begitu terpesona pada perempuan yang kini terlihat cantik, wajahnya mulus nan licin. Sepertinya jika ada nyamuk yang hinggap di sana, otomatis akan jatuh.
"Ya Allah, cantik banget kamu Ras?" puji Yoga pada Laras.
"Makasih, loh." jawab Laras, lantas gadis itu menarik tangan Yoga untuk duduk di bagian belakang panggung.
Yoga hanya mengikuti langkah Laras tanpa ragu, jelas saja mau di bawa kemanapun, yang penting dengan wanita cantik bukan? Setelah keduanya duduk di lantai yang bersih. Yoga pun bertanya, "kenapa nih, kok ke tempat sepi?"
"Kamu lupa? 'Kan aku mau minta bantuan kamu," ucap Laras.
"Iya, aku tahu. Buat ngapain sih orangnya?" tanya balik Yoga yang masih belum mengerti.
"Aku mau ngerjain Malik sama Sarah." jawab Laras.
"Ngerjain gimana?" Tanya Yoga lagi, ia benar-benar tak mengerti dengan apa yang di maksud Laras.
"Pokonya mana, orangnya?" Laras tak sabar. "Nanti aku mau suruh dia kasih minuman di akhir acara, yang penting untuk kita berdua minuman itu akan aman. Kamu tidak akan ma bu k." jelas Laras.
"Oh, gitu aja. Kasihan loh, Ras. Malik 'kan nggak pernah minum kayak gitu." kata Yoga.
"Apaan sih, orang cuma minum doang." begitu obralan antara Laras dan Yoga. Hingga akhirnya teman yang lain pun mulai berdatangan dan acara di mulai.
Sampai di mana rencana di mulai saat acara hampir selesai, Laras menyuruh seseorang yang di cari-kan oleh Yoga. Dan semua terjadi. Yoga hanya tahu kalau ia bertugas membawa Dimas. Tadinya ia ingin mengantar Dimas pulang kerumahnya, namun ia takut kalau sahabat nya itu di marahi orangtuanya, jadilah ia membawa Dimas ke rumahnya sendiri.
Kebetulan dia memang sudah memiliki rumah sendiri, rumah nenek-kakek nya yang sudah meninggal. Lagian rumah itu memang di peruntukan untuk dirinya, karena dialah cucu satu-satunya.
Flashback Off.
Malik dan Dimas saling pandang dengan alis berkerut. Jadi, apakah semuanya hanya perbuatan Laras? Jadi, apa anak dari Sarah adalah anak Malik?
..._-_-_-_-_...
Semuanya terasa abu-abu. Tidak jelas. Malik bahkan kini duduk dengan diam di dalam mobil. Dimas yang melajukan kendaraan itu. Sementara Yoga, sudah masuk kembali ke kantor, terlebih sudah waktunya untuk memulai kerja.
Malik bahkan merebahkan dirinya di jok belakang. Rasanya ia sudah tak punya tenaga, tak lagi memiliki semangat. Lalu, apakah ini sudah saatnya dia menyerah dan memberikan apa yang Giska inginkan?
Dimas yang ada di balik kemudi begitu sedih melihat sahabatnya seperti itu. Malik terlihat frustasi, bahkan dari tadi tangannya bolak-balik terkepal dan meninju udara. Seandainya saja dia bisa membantu, sudah ia lakukan sekarang.
"Lik, kita masih bisa menemui Laras 'kan?" tanya Dimas dengan pelan. Ia berharap bisa mendapat petunjuk yang bagus.
"Tapi, kalau ternyata Laras hanya membawa aku dan Sarah di dalam satu kamar, lalu dia meninggalkan kita di sana. Bagiamana? Sudah jelas bukan, siapa ayah dari Shaki?" tanya balik Malik dengan tak bersemangat.
"Apa salahnya kita bertanya, Lik. Aku yakin sih, Laras bisa memberitahukan segalanya. Lagian kenapa coba dia seperti itu? Heran banget aku!" gerutu Dimas yang emosi saat mengingat cerita Yoga tadi.
"Ada manusia kayak dia. Jatuh cinta kok aneh!" Dimas masih kesal. "Harusnya, kalau memang sama pesona nggak mampu, pakailah ajian semar mesem, mungkin. Atau jaran goyang!" sambung Dimas penuh emosi.
Setelahnya ia justru bergumam. "Memangnya ada ya, jurus kayak gitu?" ia menggelengkan kepalanya heran. Tiba-tiba saja mulutnya sampai berbicara ke arah sana.
Malik yang ada di belakang hanya bisa mengembuskan napasnya dengan kasar. Jika saja bisa, ia ingin sekali berteriak agar sesak di dadanya hilang. Kini yang lelaki itu rasakan adalah emosi. Tidak mengerti dengan Laras yang begitu tega, juga tak mengerti pada diri sendiri yang menurutnya b o d o h. Bagiamana bisa di tidak mengingat sedikitpun tentang waktu itu?
"Lik!" Panggil Dimas saat sudah memberhentikan mobilnya di depan kedai. Ia lantas menoleh ke belakang. "Bagaimana kalau kamu tes DNA saja sama Shaki. Biar jelas, dari pada nyari Laras yang sekarang ikut suaminya, dan bahkan entah di mana." kata Dimas dengan senang. Ia merasa idenya itu bagus.
Ya, yang mereka tahu Laras sudah menikah dan tinggal dengan suaminya yang entah di mana. Media sosial Laras pun mereka tidak tahu, karena semua akun lama sahabat merek itu tak lagi aktif. Pun sama dengan nomornya, tidak lagi bisa di hubungi. Nomor yang masih tersimpan cantik di kontak ponsel Yoga pun sama, tidak bisa di hubungi. Sedangkan orangtua Laras sudah tidak ada. Jadi, pada siapa kiranya mereka akan bertanya tentang Laras?
"Aku tahu, Dim." Malik lantas duduk dari tidurannya. "Tapi, kamu pikir tes DNA murah!?" tanya Malik lagi dengan kesal. "Uang segitu bisa buat bulan madu aku sama Giska kalau semuanya sudah jelas. Belum lagi biaya hidup Shaki dan Sarah," ucapnya dengan pelan.
Begitu banyak yang dipikirkan pemuda tampan itu. Dari hati sang istri, kebutuhan hidup wanita yang baru saja melahirkan, lagi bayi kecil yang pastinya banyak membutuhkan uang. Jadi, jika seperti ini, ia harus membuktikannya dengan apa, pada Giska?
Apa yang harus ia lakukan untuk membuktikan segalanya, agar bisa membawa kembali wanita cantik bercadar yang selalu ada dalam doanya. Wanita yang sudah ia halalkan sebulan lebih, namun belum pernah ia beri nafkah batin.
Dimas yang tak bisa membantu hanya bisa diam. Menelan ludahnya secara kasar. Memang tidak sedikit uang untuk tes DNA, apalagi bagi orang-orang seperti Malik yang harus mengumpulkan beberapa bulan untuk memiliki uang sebanyak itu. Harus mengumpulkan sedikit demi sedikit, sisa-sisa keuntungan selama sebulan. Kendati ia punya usaha, namun itu semua bukan hanya miliknya, tapi milik sang adik juga. Jadi, Dimas tahu persis kalau sang sahabat kini tengah pusing tujuh keliling.
"Aku hanya bisa diam, Lik." kata Dimas pelan. "Aku ada yang sekitar sepuluh juta. Tapi kalau aku pinjamkan ke kamu, aku pulang nggak bawa uang ya, isin aku. Nggak bisa traktir tonggo." sambung Dimas dengan sejujur-jujurnya.
"Ah, embuh lah!" Malik lantas keluar dari mobilnya. Membanting pintu sekuat tenaga untuk melupakan emosi. Berjalan dengan cepat masuk ke kedai.
Dimas yang masih duduk di dalam mobil hanya bisa mengelus dadanya. Terkejut bukan main saat pintu mobil seperti suara ledakan petasan yang paling besar. Menggelengkan kepala dan turun. Pria itu lantas ikut masuk ke dalam kedai yang tengah ramai. Mengikuti langkah Malik yang ternyata langsung melayani pembeli.
Mungkin dengan melayani pembeli, bisa membuat Malik sebentar saja melupakan masalah hidupnya yang rumit.
giska boleh nampak effort kamu tu untuk selesaikan masalah