Valerie memutuskan pulang ke Indonesia setelah dikhianati sang kekasih—Kelvin Harrison. Demi melampiaskan luka hatinya, Vale menikah dengan tuan muda lumpuh yang kaya raya—Sirius Brox.
Namun, siapa sangka, ternyata Riu adalah paman terkecilnya Kelvin. Vale pun kembali dihadapkan dengan sosok mantan, juga dihadapkan dengan rumitnya rahasia keluarga Brox.
Perlahan, Vale tahu siapa sebenarnya Riu. Namun, tak lantas membuat dia menyesal menikah dengan lelaki itu, malah dengan sepenuh hati memasrahkan cinta yang menggebu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gresya Salsabila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kehancuran Juliet dan Theo
Sudah genap tiga hari Annisa dan Kelvin tinggal di rumah utama keluarga Brox. Riu tidak datang lagi ke sana, pun dengan Vale. Sepasang suami istri itu seolah tak peduli dengan musibah yang menimpa Annisa.
Kelvin tak henti merutuk, berulang kali menyalahkan Riu yang tak bersikap layaknya saudara. Ia lupa bahwa orang tuanya lah yang pertama kali menodai persaudaraan mereka.
"Mungkin Riu masih kecewa. Nanti, biar Papa saja yang mencoba membantu masalahmu," ucap Jason semalam.
Terdengar menenangkan, tetapi tidak memberikan harapan penuh. Usia Jason sudah senja, kemampuan pula sudah menurun. Sedangkan Theo, dia cukup lincah dalam mengatur strategi. Terlebih lagi ada Juliet yang berdiri di belakangnya. Jadi, sedikit mustahil Jason bisa melawan dan mengambil kembali hak milik keluarga Brox.
Kendati begitu, Annisa tak banyak protes. Ia kini tak bisa melakukan apa pun. Dari pada diam dan menyerah, mungkin memang lebih baik memberi kesempatan kepada Jason. Kalaupun gagal, setidaknya sudah ada usaha dari keluarganya.
"Vin, kamu ikutlah ke London! Bantu Kakek mengurus masalah dengan papamu," ucap Annisa saat berkumpul di meja makan.
"Terus bagaimana dengan Mama?"
"Di sini ada banyak pelayan, Mama tidak apa-apa. Kamu ikut Kakek saja, sekalian tunjukkan kalau kamu bisa diandalkan," jawab Annisa. Sedikit kesal juga karena Kelvin tak ada antusias untuk melawan. Padahal, harta yang tinggal satu-satunya yang dirampas.
"Baiklah." Akhirnya, Kelvin mengiakan perintah ibunya meski agak keberatan.
Usai Kelvin menjawab, Annisa hendak melayangkan protes. Namun, belum sempat satu kata pun terucap, Kelvin lebih dulu bangkit. Ada telepon yang entah dari siapa.
"Hah! Kamu serius?" Kelvin tampak terkejut ketika menyahut suara seseorang di seberang.
Annisa dan Jason pun mengernyit bingung dibuatnya.
"Kamu jangan bercanda ya! Ini ... ini tidak mungkin. Ini tidak masuk akal!" Kelvin mengusap wajahnya dengan kasar, menunjukkan betapa kagetnya ia kala itu.
Annisa dan Jason berbisik-bisik, menerka dan mengira apa gerangan yang mungkin terjadi. Apakah masalah yang lebih serius lagi?
"Vin! Ada apa?" Annisa langsung bertanya ketika Kelvin baru saja menjauhkan ponselnya.
"Ma___" Kelvin menjawab pelan. Itu pun sekadar panggilan 'ma', tidak ada kata-kata lagi yang menyertainya.
"Cepat katakan ada apa, Vin!" sahut Annisa dengan tidak sabar.
Kelvin tak langsung menjawab, melainkan mengambil segelas air dulu dan meneguknya hingga tandas.
"Ma, Papa dan Juliet ditangkap polisi. Katanya mereka tersandung kasus perdagangan obat-obatan terlarang. Sekarang keadaan perusahaan Juliet juga kacau. Semua data bocor ke publik, banyak pihak meminta pertanggungjawaban atas hal itu. Kata temanku tadi ... Juliet terancam hancur, Ma," ucap Kelvin.
"Apa!" Annisa dan Jason berteriak bersamaan. Keduanya sama-sama terkejut, nyaris tak percaya dengan apa yang barusan ia dengar.
"Aku juga kaget, Ma. Tapi, memang inilah yang terjadi," gumam Kelvin.
"Jangan-jangan ini bukan kebetulan," timpal Jason. Ingatannya langsung tertuju pada Riu.
"Maksud Papa?" Annisa masih tak mengerti.
Jason menarik napas panjang, "Jangan-jangan ... adikmu yang melakukan ini. Meski ucapannya terkadang kasar, tapi Papa yakin dia masih menganggapmu saudara."
Annisa tertegun cukup lama, sedangkan Kelvin langsung pergi tanpa mengatakan apa pun.
Mendengar ucapan Jason barusan, Kelvin jadi memikirkan hal yang sama. Mungkin, itu memang ulah Riu, karena tidak mungkin semua terjadi secara kebetulan. Catatan hidupnya tidak cukup baik untuk mendapat dukungan dari alam.
"Aku akan ke rumah Paman, dan akan kupastikan ini ulah dia atau bukan," batin Kelvin sambil menyambar kunci mobil milik kakeknya. Tanpa pamit, ia bergegas keluar rumah dan melajukan mobil itu menuju rumah Riu.
Kelvin benar-benar tidak sabar. Bahkan, untuk mengurangi laju saja ia tak mau. Dari menit ke menit terus ditambah kecepatannya, hingga kendaraan lain sering kelabakan ketika ia dahului.
Namun karena egonya terlalu tinggi, Kelvin tak peduli. Yang ia pikirkan hanya satu, yakni segera tiba di rumah Riu.
Sekitar dua puluh menit kemudian, Kelvin tiba jua di sana. Ia menarik napas lega ketika pelayan mengatakan bahwa Riu belum berangkat kerja. Ternyata belum terlambat, pikirnya.
"Tunggu di sini, Tuan. Saya akan memanggilkan Tuan Riu, beliau masih makan bersama Nyonya," ujar pelayan. Akan tetapi, tidak diacuhkan oleh Kelvin.
Lelaki itu menyerobot masuk dan dengan langkah cepatnya menuju ruang makan. Untungnya desain rumah tidak berubah, masih sama seperti dulu ketika ia berkunjung. Jadi, dia tidak salah tempat.
Namun sayang, pemandangan pertama yang menyambutnya bukanlah sesuatu yang baik. Riu dan Vale tidak sedang makan, melainkan berdiri berpelukan di dekat meja. Ahh, bukan itu saja, bibir keduanya juga saling bertautan dengan mata yang memejam, seolah sangat menikmati adegan yang mereka buat sendiri.
"Sial!" geram Kelvin dalam hatinya.
Empat tahun ia bersama Vale, sedikit pun tidak pernah merasakan itu. Lantas sekarang ... dia malah melihat Vale berciuman dengan lelaki lain di hadapannya.
Bersambung...