Aira harus memilih di antara dua pilihan yang sangat berat. Di mana dia harus menikah dengan pria yang menjadi musuhnya, tapi sudah memiliki dirinya seutuhnya saat malam tidak dia sangka itu.
Atau dia harus menunggu sang calon suami yang terbaring koma saat akan menuju tempat pernikahan mereka. Kekasih yang sangat dia cintai, tapi ternyata memiliki masa lalu yang tidak dia sangka. Sang calon suami yang sudah memiliki anak dari hubungan terlarang dengan mantannya dulu.
"Kamu adalah milikku, Aira, kamu mau ataupun tidak mau. Walaupun kamu sangat membenciku, aku akan tetap menjadikan kamu milikku," ucap Addriano Pramana Smith dengan tegas.
Bagaimana kehidupan Aira jika Addriano bisa menjadikan Aira miliknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menukar Kebahagiaan
Tiba-tiba jantung Aira berdetak dengan keras saat mendengar apa yang bocah kecil itu sekali lagi ucapkan. Langit mengatakan dia ingin menukar semua mainannya bahkan semua barang kesayangannya dengan papinya yang Langit ketahui akan menikah dengan orang lain.
"Aunty Aira, mamiku berkata jika nanti papi dan mami tidak bisa bersama karena papiku akan menikah dan tinggal dengan mami baruku, jadi kalau aku ingin bersama papi, aku harus tinggal dengan mami baruku, tidak dengan mami Shelo."
"Apa mami kamu yang cerita soal ini?" Bocah kecil itu mengangguk pelan.
Aira sebenarnya tidak menyalahkan keinginan bocah kecil ini karena siapapun ingin keluarga yang utuh dan lengkap, apalagi Langit yang sejak kecil sudah kehilangan sosok ayahnya dan sekarang dia bisa bertemu dengan ayahnya, dia pasti menginginkan bisa bersatu bersama keluarganya.
"Memangnya Langit tidak mau tinggal nanti bersama dengan mami baru?" tanya Aira. Sebenarnya pertanyaan itu juga sangat berat Aira ucapkan, di mana dia yang notabennya usianya masih muda berharap menikah dan nanti saja memiliki anak karena dia masih ingin merasakan pacaran dengan suaminya. Aira, kan, memang tidak pernah pacaran dari dulu. Dekat dengan seseorang saja sudah ditentang oleh mamanya, sedangkan sama Dewa dia berpacaran hanya beberapa bulan saja.
Sekarang, saat dia sudah mendapat restu dan bisa bersama dengan Dewa, dia harus menerima kenyataan bahwa Dewa sudah mempunyai seorang anak kecil dan mau tidak mau dia akan menjadi seorang ibu dari anak-- pria yang dicintainya.
"Mau aunty, tapi Langit hanya mau bermain saja bersama mami baru," jawabnya polos. Mungkin maksud Langit hanya teman yang bisa di ajak bermain bukan menggantikan peran maminya.
Aira hanya menerbitkan senyuman tipisnya mendengar ucapan bocah kecil itu. Tidak lama Shelomitha keluar dari dalam dapur dan duduk di sofa ingin ikut bergabung bermain lagi bersama dengan Aira dan Langit.
"Oh ya, Aira! Nanti kita makan bersama di sini, Ya? Aku sudah membuat banyak makanan dan ayam goreng kesukaan Langit, kamu harus mencobanya. Pasti kamu suka." Shelomitha tersenyum dengan tulus.
"A-aku, sepertinya tidak bisa, Mitha karena aku harus pulang, hari ini aku sudah berjanji akan makan malam bersama dengan mama dan ayahku. Hari ini adalah ulang tahun pernikahan kedua orang tuaku dan aku ingin mengajak mereka makan malam bersama."
"Oh ya? Kenapa kamu tidak bilang tadi sama aku, Aira? Aku bisa menyiapkan kado spesial buat kedua orang tua kamu."
"Tidak perlu, Mitha, aku saja sudah senang mereka mau menyediakan waktu libur dari kerjaanya dan makan malam bersama denganku karena baru sekarang aku bisa merayakan hari ulang tahun pernikahan mereka."
"Mami, kalau papi sudah sadar, kita juga makan malam bersama, Ya?" celetuk pria kecil itu yang ternyata mendengarkan apa yang sedang mereka bicarakan.
"Iya, Sayang!" Tangan Shelomitha mengusap lembut pucuk kepala Langit. Mitha melihat pada Aira. "Maaf ya, Aira. Langit ini seolah sudah mempunyai daftar kegiatan apa saja yang ingin dia lakukan dengan papiny, aku harap kamu tidak marah dengan semua keinginanya?"
Aira menggeleng pelan. "Aku tidak marah, Mitha, dia wajar menginginkan hal itu." Aira menghela napasnya samar.
Dalam hatinya Aira kembali berpikir. Apa memang sebaiknya mas Dewa berkumpul bersama Mitha dan Langit? Dan dirinya melupakan saja tentang cintanya kepada mas Dewa, mungkin kejadian kecelakaan yang dialami mas Dewa memang bertujuan untuk hal ini agar Mitha dan mas Dewa bisa berkumpul kembali bersama karena ada harapan yang sangat besar dari bocah kecil ini. Lagi-lagi Aira bertarung dengan hatinya sendiri.
"Mitha, aku pulang dulu karena ini sudah hampir menjelang malam, aku mau bersiap-siap dulu untuk acara makan malam bersama mama dan ayah aku." Aira beranjak dari tempat duduknya.
"Iya, Aira. Sampaikan salamku untuk kedua orang tua kamu, Ya!" Tangan Mitha mengusap pundak Aira.
"Aunty, ini mainan milikku, kenapa tidak aunty bawa? Aku, kan sudah memberikan ini buat aunty." Tangan kecil itu mengulurkan mainan kepada Aira.
"Sayang, bukannya ini mainan kesukaan kamu, kenapa di berikan pada aunty Aira?" tanya Mitha cepat.
"Emm ...! Kamu bawa saja mainan itu, Sayang karena aunty tau itu mainan kesukaan kamu jadi jangan memberikannya pada aunty walaupun kamu sudah ada papi kamu."
"Aku berikan pada Aunty jika Aunty membutuhkan teman untuk berbicara."
"Aunty sudah memiliki teman yang sangat baik. Kapan-kapan aunty akan mengenalkan kamu pada teman baik aunty."
"Aku menunggunya."
Mitha mengantar Aira sampai ke depan pintu apartemennya dan Aira berjalan sambil memikirkan ucapan Langit. Aira semakin merasa bersalah yang teramat dalam. Tidak terasa air matanya menetes pada pipinya.
Di restoran favorite keluarga Aira berkumpul. Mas Arlan juga baru datang dari luar kota. Mereka berdua tampak sangat bahagia. Aira pun mencoba menutupi masalah yang sedang dia hadapi. Aira tidak mau Keluargnya sampai tau tentang siapa Mitha. Bisa-bisa Aira disuruh meninggalkan mas Dewa, dan bahkan tidak boleh mengenal lagi tentang mas Dewa.
"Coba kamu jadi menikah dengan Dewa, pasti sekarang kita bisa makan malam merayakan ulang tahun pernikahan ayah dan mama bersama."
"Arlan, kenapa kamu malah mengingatkan Aira tentang hal itu?" ucap ayahnya kesal.
"Bukan maksud aku mengingatkan hal itu, Yah, tapi aku juga memimpikan kita menjadi keluarga yang lebih besar bersama dengan keluarga Dewa."
"Kita doakan saja semoga Dewa cepat sadar dari komanya dan pulih." Aira hanya mengangguk dan mereka melanjutkan makan malamnya.
***
Keesokan harinya Aira berangkat ke kampus dengan diantar oleh mas Arlan. Arlan melihat wajah sayu adiknya yang tidak biasanya, tapi Arlan menduga bahwa semua ini karena memikirkan keadaan Dewa.
"Ai, kamu mau ke kampus atau kita jalan-jalan?" Arlan mencoba menghibur adiknya.
"Kita ke kampus saja, Kak karena hari ini ada pemberitahuan soal acara study tour yang akan kampus Aira adakan."
"Jadi kampus kamu akan ada acara study tour? Mau ke mana?"
"Ke luar kota yang nanti akan dibahas lagi di mana tempatnya."
"Kamu mau ikut?"
Aira seketika melihat ke arah kakak laki-lakinya. "Menurut Mas Arlan, aku pantas tidak ikut acara study tour ini?"
Arlan bingung dengan pertanyaan adiknya. "Memangnya kenapa kamu tidak pantas untuk ikut? Bukannya ini acara untuk semua yang kuliah di sana kecuali mengajukan tidak bisa ikut."
"Huft!" Aira menghela napasnya pelan. "Apa pantas jika aku ikut di tengah musibah yang sedang aku hadapi ini, Mas Arlan?"
Arlan terdiam sejenak. "Ai, kamu juga harus memikirkan pendidikan kamu, kalau untuk ikut pergi study tour, pasti tidak akan ada yang melarangnya karena hal itu juga penting untuk masa depan kamu." Aira mengangguk perlahan.