"Kapan kau akan memberi kami cucu!!"
Hati Sherly seperti di tusuk ribuan jarum tajam setiap kali ibu mertuanya menanyakan perihal cucu padanya. Dia dan Bima sudah menikah selama hampir dua tahun, namun belum juga dikaruniai seorang anak.
Sherly di tuduh mandul oleh Ibu mertua dan kakak iparnya, mereka tidak pernah percaya meskipun dia sudah menunjukkan bukti hasil pemeriksaan dari dokter jika dia adalah wanita yang sehat.
"Dia adalah Delima. Orang yang paling pantas bersanding dengan Bima, sebaiknya segera tandatangani surat cerai ini dan tinggalkan Bima!!"
Hadirnya orang ketiga membuat hidup Sherly semakin berantakan. Suami yang dulu selalu membelanya kini justru menjauh darinya. Dia lebih percaya pada hasutan sang ibu dan orang ketiga. Hingga akhirnya Sherly dijatuhi talak oleh Bima.
Sherly yang merasa terhina bersumpah akan membalas dendam pada keluarga mantan suaminya. Sherly kembali ke kehidupannya yang semula dan menjadi Nona Besar demi balas dendam.
Lalu hadirnya sang mantan kekasih mampukah membuka hati Sherly yang telah tertutup rapat dan menyembuhkan luka menganga di dalam hatinya?! Hanya waktu yang bisa menjawabnya.
-
-
Hanya cerita cerehan, semoga para riders berkenan membaca dan memberikan dukungannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lusica Jung 2, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28
"Papa, apa kau mencariku?"
"Laura, kau darimana saja, Nak? Papa mencarimu kemana-mana."
Pria itu menghampiri putri kecilnya yang tiba-tiba menghilang. Disaat dia mulai frustasi. Gadis kecil itu tiba-tiba muncul dan mengejutkannya. Mimik wajahnya tak menunjukkan penyesalan sedikit pun.
"Aku hanya jalan-jalan sebentar. Oya, Pa. Rara tadi tidak sengaja bertemu dengan seorang Bibi. Dia sangat kasihan, tidak memiliki rumah, tidak memiliki uang, pakaian dan juga makanan. Jadi pakaian Mama yang ingin kubuang aku berikan saja padanya, aku juga memberinya setengah dari makanan yang kita beli tadi." Celoteh bocah berusia 5 tahun itu saat sudah berada di gendongan sang ayah.
"Benarkah?" Laura mengangguk. "Rara, anak baik, tapi lain kali jika ingin pergi kemana pun harus memberi tahu Papa dulu. Apa kau tau bagaimana cemas dan paniknya Papa tadi. Ya sudah, ayo kita menemui Nenek Ivanka, pasti dia sudah menunggu kita."
"Oke, Papa."
-
-
Malam ini, kediaman Nyonya Ivanka akan kedatangan tamu dari jauh. Putra dari kakaknya yang selama ini tinggal di Swiss akan datang malam ini.
Meskipun sudah lewat jam makan malam, tapi ibu dua anak itu tetap mempersiapkan berbagai hidangan lezat untuk menyambut keponakan dan putrinya.
Sherly dan Rey juga datang. Nyonya Ivanka meminta putri serta menantunya itu untuk datang ke rumahnya. Saat ini Sherly sedang membantu sang ibu di dapur. Sedangkan Rey bermain catur dengan ayah mertuanya di ruang keluarga.
"Ma, apa Laura dan kak Frans akan menetap di sini?" Tanya Sherly.
Nyonya Ivanka menggeleng. "Mama sendiri belum tau pasti, kemungkinan begitu. Frans baru saja kehilangan Mirna, di sana begitu banyak kenangan mereka. Jika ingin mengobati luka akibat kehilangan belahan jiwanya, seharusnya sih begitu."
Sherly menghela napas panjang. "Aku sungguh kasihan pada Laura, dia masih kecil tapi sudah harus kehilangan ibunya. Pasti itu sangat berat untuknya." Pandangannya berubah sendu.
"Semua sudah menjadi takdir Tuhan, mau bagaimana lagi. Kita di dunia ini hanya sementara, jika sudah waktunya tiba, pasti akan kembali kepadanya." Sherly menganggu, dia setuju dengan apa yang dikatakan oleh ibunya.
"Mama benar juga, aku hanya bisa berharap Kak Frans bisa segera melupakan kak Mirna dan menata kembali hidupnya. Kasian Laura, dia masih terlalu kecil untuk menerima kenyataan menyakitkan itu."
"Itu juga yang Mama pikirkan, sudah jangan bicara lagi. Sebaiknya segera susun dimeja makan, sebentar lagi mungkin mereka tiba." Sherly tersenyum dan kemudian mengangguk.
Deru suara mobil yang memasuki halaman menyita perhatian semua orang yang berada di rumah mewah itu. Nyonya Ivanka dan Sherly bergegas keluar untuk menyambut tamunya. Seorang pria muda dan gadis kecil berusia 5 tahun turun dari mobil hitam itu.
"Nenek, Bibi..." Seru Laura seraya berlari menghampiri mereka berdua.
Nyonya Ivanka langsung membawa Laura ke dalam pelukannya. Lalu mengangkat tubuh mungil itu dan menggendongnya. Laura telah tumbuh menjadi gadis kecil yang sangat menggemaskan, terakhir mereka bertemu adalah ketika Laura berusia 3 tahun.
Mereka berkumpul di ruang keluarga dan saling mengobrol. Nyonya Ivanka dan Tuan Robert mengucap belasungkawa atas kepergian istri Frans. "Maafkan, Bibi, Frans. Karena tidak bisa datang di pemakaman Mirna." Ucap Nyonya Ivanka penuh sesal.
Frans menggeleng. "Tidak apa-apa, Bibi. Aku bisa mengerti." Frans tersenyum simpul.
Kehilangan istri dan bayi yang baru dilahirkan tentu saja menjadi pukulan berat bagi Frans. Dia sudah menunggu selama 9 bulan lamanya, namun ketika hari itu tiba, dia malah kehilangan keduanya. Yang lebih menyakitkan lagi, putri mereka masih sangatlah kecil.
Tak ingin membahas hal itu lagi dan membuat Frans semakin sedih, mereka pun membahas hal lainnya sambil menyantap makan malam. Meskipun sebenarnya mereka juga sudah makan malam, tapi Nyonya Ivanka dan keluarga kecilnya tetap makan bersama Frans dan Laura.
"Bibi, kau memiliki suami yang sangat tampan. Nanti saat dewasa, Rara juga ingin punya suami yang tampan dan keren seperti Paman Rey,"
Sherly terkekeh. Dengan gemas dia mencubit pipi Laura. "Kau ini anak kecil tapi kenapa sudah memikirkan soal suami," dan Laura hanya terkekeh. Meskipun telah kehilangan ibu dan adiknya, tapi gadis kecil itu terlihat sangat tegar. Bahkan dia masih bisa tersenyum dan tertawa.
Usai makan malam. Mereka lanjut mengobrol di ruang keluarga. Banyak hal yang mereka bahas dan bicarakan dalam obrolan tersebut, dan Laura juga bercerita jika dia bertemu dengan seorang Bibi yang cantik tapi menyedihkan.
Gadis kecil itu terlihat sangat bersemangat ketika menceritakan mengenai wanita itu pada semua orang yang ada di sana. "Lalu apakah Laura berniat menjadikan dia sebagai pengganti Mama Mirna?" Tanya Nyonya Ivanka.
Laura menggeleng. "Tentu saja tidak, karena sampai kapan pun mama Mirna tidak akan pernah tergantikan. Rara hanya kasihan saja padanya, dia sangat menyedihkan." Ucapnya.
Lagipula Frans juga tidak berencana untuk menikah lagi apalagi mencari pengganti mendiang istrinya. Dia sangat mencintai ibu Laura. Bagi Frans, mama Laura adalah cinta sejatinya yang tak akan pernah bisa terganti sampai kapan pun.
Tak terasa sudah hampir tengah malam. Karena terlalu asik mengobrol mereka hingga lupa waktu. Laura tertidur di pangkuan sang ayah. Satu persatu mulai meninggalkan ruang keluarga dan pergi istirahat dikamar masing-masing.
Malam ini Rey dan Sherly juga menginap karena sudah terlalu malam untuk pulang. Selain itu Rey sangat lelah dan sedikit mengantuk, akan sangat berbahaya mengemudi dalam keadaan mata setengah terbuka. Karena akibatnya bisa sangat fatal.
.
.
Rey melepas kemejanya dan menghampiri Sherly yang sedang berbaring. Bukannya berbaring disamping sang istri, Rey malah mengungkung tubuh wanita itu dengan kedua tangannya. Sepasang biner matanya mengunci mata wanita itu.
"Kenapa menatapku seperti itu? Kau masih belum bisa memakan ku malam ini," ucap Sherly melihat sorot mata suaminya yang seperti seekor singa jantan yang kelaparan.
"Padahal aku sangat ingin melahapmu malam ini juga," ucap Rey.
Sherly menangkup wajah suaminya lalu mengecup singkat bibirnya. "Hanya tinggal beberapa hari lagi. Aku harap kau bisa menahannya." Ucapnya.
"Hm, baiklah. Sudah larut malam, sebaiknya segera tidur." Rey beranjak dari atas tubuh istrinya. Kemudian berbaring disampingnya.
Sherly masuk ke dalam pelukan sang suami. Dan pelukan hangat Rey segera mengantarkan wanita itu ke dalam mimpi.
-
-
Bersambung.