NovelToon NovelToon
NusaNTara: Sunda Kelapa

NusaNTara: Sunda Kelapa

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Misteri / Spiritual / Evolusi dan Mutasi / Slice of Life
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: Jonda

Perjalanan NusaNTara dan keluarga didunia spiritual. Dunia yang dipenuhi Wayang Kulit dan Hewan Buas yang menemani perjalanan. Mencari tempat-tempat yang indah dan menarik, demi mewujudkan impian masa kecil. Tapi, sebuah tali yang bernama takdir, menarik mereka untuk ikut dalam rangkaian peristiwa besar. Melewati perselisihan, kerusuhan, kelahiran, kehancuran dan pemusnahan. Sampai segolongan menjadi pemilik hak yang menulis sejarah. Apapun itu, pendahulu belum tentu pemilik.

"Yoo Wan, selamat membaca. Walau akan sedikit aneh."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jonda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Markas Siluman.

# Cover Story; Perjalanan Tuan Dodi

Tuan Dodi berhenti sejenak karena ular sawah berukuran besar melintas di depannya. Anak-anak terpukau melihat ular yang berukuran besar. Si Ibu mencoba menahan anak-anak supaya tidak turun dari gerobak.

Tiga orang dari gerobak di belakang Tuan Dodi berlari ke depan. Mereka membawa beberapa peralatan.

##

#*# Info

Petarung fisik jarak jauh ada dua sebutan:

- Pelontar; petarung yang mengandalkan alat untuk bertarung, seperti panah dan senjata api.

- Pelempar; petarung yang mengandalkan anggota tubuh untuk melesatkan peluru atau senjata, seperti menendang peluru, memukul peluru, atau meniup jarum dari tabung.

#*# Info Bersambung

** Rumah Kayu

Supa melihat seorang perempuan membuka pintu. Tombak Supa tepat mengarah ke kepala perempuan itu. Supa mengangkat tangan kanannya kedepan.

Saat tombak itu hampir mengenai hidung perempuan, tombak Supa berhenti. Mata perempuan itu terbelalak dan nafasnya berhenti sejenak. Dia terkejut mendapati ujung tombak tepat di depan matanya.

Ternyata Supa menghentikan tombaknya. Dia berpindah posisi dalam sekejap dan berada di teras. Supa tidak menurunkan tombaknya dan tetap mengarahkannya ke perempuan itu. Dia menatap tajam perempuan itu.

Boss pendekar dan petinju tersungkur karena tidak bisa menangkap Supa. Mereka kalah cepat dengan Supa.

Tiga anggota lainnya terkejut dan membeku, tidak percaya dengan apa yang mereka lihat. Seorang laki-laki yang berada tepat di hadapan mereka tiba-tiba sudah berada di depan pintu, yang jaraknya jauh dengan mereka.

** Sisi NusaNTara

NusaNTara juga terkejut melihat itu. Rinson memandang Supa dengan tajam. Jarak mereka cukup jauh dari rumah.

"Siapa orang itu? Bagaimana dia bisa bergerak secepat itu?" Tara bertanya-tanya tentang apa yang terjadi di depan matanya. Dia tidak bisa melihat pergerakan pemuda itu.

"Dia tidak bergerak, dia hanya berpindah," ucap Rinson.

"Hah? Bagaimana dia bisa pindah kalau dia tidak bergerak?" tanya Nusa merasa aneh. Nafasnya masih tersengal.

"Itu yang kau lakukan sekarang," jawab Rinson.

"Aku merasakan Aura Barni di rumah itu. Kita langsung kesana atau melihat situasi dulu?" tanya Rinson mengajak diskusi.

Tara berpikir sejenak dan membuat keputusan.

"Kita langsung kesana. Kita tidak tau apa yang akan di lakukan pemuda itu," ucap Tara dengan penuh keyakinan dan kekhawatiran.

Rinson mengangguk dan langsung berlari ke rumah itu.

** Sisi Supa

Supa menatap tajam perempuan itu dan mengendusnya. Dia tersenyum lebar.

"Hehe, Perempuan Siluman."

Perempuan itu tersadar dari keterkejutannya dan bersiap menarik belati di pinggangnya. Tapi sudah terlambat. Supa menancapkan tombaknya ke pangkal lehernya sampai tembus ke belakang. Dar** segar muncrat dan mengenai pakaian Supa.

Perempuan itu melihat dadanya yang tertusuk kemudian menatap Supa dengan tajam tatapan tajam. Dar** mengalir dari mulutnya.

"Waduh! Aku lupa ganti pakaian, ini! Tian pasti memarahiku nanti." Supa lebih memikirkan bajunya dari pada perempuan yang sudah di tusuknya.

"Ah, nanti tinggal cari alasan."

Semua orang terkejut dengan tindakan yang di lakukan Supa, termasuk NusaNTara. Pemanah menggerakkan gigi nya karena marah dan melesatkan anak panah ke dada Supa.

Supa melihat dari ujung matanya. Dia sedikit memindahkan tubuhnya ke samping ketika tau ada panah mengarah padanya. Panah itu lewat di depannya dan mengenai gigi perempuan sampai tembus belakang rahang.

"Wow, bantuan yang bagus! Tapi aku tidak butuh." Supa mengacungkan jempolnya ke pemanah itu. Dia bicara dengan nada mengejek.

Pemanah itu menjatuhkan busurnya karena tidak percaya dengan apa yang sudah di lakukan. Dia baru saja membantu membunuh seseorang, walau tidak di sengaja. Hatinya sangat terpukul.

"Serang pemuda itu!" teriak Boss dengan ekspresi sangat marah.

Pesilat langsung berlari dan melompat melakukan tendangan terbang.

Supa memundurkan tubuhnya dan menggeser perempuan tepat di jalur serangan Pesilat.

Mata Pesilat terbelalak dan dia tidak bisa menghentikan serangannya. Dia menendang kepala perempuan sampai terlepas dari tombak. Perempuan terpental masuk ke dalam rumah.

"Wow, meriah sekali hari ini!" ucap Supa dengan senyum lebar. Jiwa psikonya menggebu-gebu.

Supa melihat seekor badak sedang melaju ke arahnya. Dia melihat ada dua orang menungganginya.

"Waduh, makin runyam, ini." Supa langsung masuk ke dalam rumah. Dia melihat pesilat itu merangkul perempuan. Di ujung ruangan, terlihat empat orang yang berada di baru saja menuruni tangga.

** Lantai Dua

"Joh, siapa sih yang ribut-ribut di luar? Ganggu orang tidur saja," ucap seorang pria kekar—Todi— yang sedang tiduran di tempat tidur gantung bersama seorang wanita di pelukannya—Ceri.

"Mungkin para pengirim barang," balas seorang wanita yang sedang mengecek isi kotak—Lina. Lantai dua hanya terdapat satu ruangan luas.

"Sigh, kencang sekali suara mereka. Padahal lantai ini kedap suara," ucap Todi jengkel.

"Diamlah! Tinggal tidur saja—Hmm? Aku merasakan Energi Spiritual!" ucap seorang Pria berkaca mata—Supri— yang sedang melihat kurungan. Wajahnya terlihat serius.

Mereka bertiga tertegun dan langsung bergegas turun.

Supri tetap tinggal dan memeperhatikan kurungan.

** Lantai Satu

Sesampainya mereka di bawah, mereka melihat seorang pria sedang merangkul temannya.

"Desi!" teriak mereka.

"Apa yang kau lakukan pada Desi, bangsat," ucap Todi geram. Dia berjalan mendekati Pesilat dengan langkah berat.

"Orang itu yang melakukannya," ucap Pesilat menunjuk Supa yang berdiri di depan pintu dengan senyum lebar.

"Dia menusuk temanmu dengan tombak," sambungnya.

Todi menatap Supa dengan sangat geram. Dia mengeluarkan tanduk kerbau di kepalanya dan berlari dengan posisi menyeruduk.

Pesilat terkejut dengan pria itu yang bisa mengeluarkan tanduk.

"Siluman?" batin Pesilat.

Supa melirik ke belakang dan kembali menatap Todi. Dia tersenyum jahat. Dia melompat kesamping.

"Craaackk."

Muncul Rinson yang menerobos masuk. Dia menghancurkan tiang pintu karena tubuhnya terlalu besar. NusaNTara merebahkan tubuh mereka kebelakang karena hampir menghantam tiang pintu bagian atas.

Todi terkejut. Karena tidak bisa berhenti, kepala mereka berbenturan. Kepala Rinson yang sangat keras membuat tengkorak Todi hancur. Todi terpental ke belakang dan tersungkur di hadapan kedua perempuan dan tidak sadarkan diri.

"Todi!" teriak kedua perempuan.

Mereka tidak menyangka Todi bisa tumbang dalam sekali tandukan. Wajah mereka berubah menjadi ketakutan dan mereka saling berpelukan.

"Fiuuh, hampir saja kepalaku retak," ucap Nusa lega.

"Lain kali hati-hati kalau mau berlari di celah sempit, Rinson," ucap Nusa.

"Hmm?" Nusa memperhatikan sekitar. Lalu dia melihat seseorang menuruni tangga.

"Masuk! Masuk!" Anggota pemburu lain mulai masuk ke dalam Rumah.

Nusa melirik ke belakang dan melihat kelompok pemburu berlari masuk.

Tara turun dari Rinson. Dia menatap Supa dengan tajam.

"Ada apa, Lina, Ceri?" tanya Supri. Dia turun kebawah karena merasakan sesuatu. Dia melihat Todi terkapar di hadapan keduanya.

"Apa? Todi tumbang? Siapa pelakunya?" batinnya. Dia memperhatikan ruangan dan melihat seekor badak di dalam ruangan.

"Badak itu?" batin nya dengan mata terbelalak.

"Lina! Ceri! Lari ke ruang bawah tanah!" teriak Supri. Kedua wanita itu membeku di tempat karena takut.

Supri berlari dan menarik mereka masuk ke pintu di belakang mereka.

"Kita ikuti mereka," ajak Rinson. Nusa mengangguk dan mereka ikut masuk. Rinson tersangkut karena pintunya sempit. Dia merubah ukuran tubuhnya dan akhirnya bisa masuk.

Tara dan Supa saling pandang.

"Apa? Kau punya masalah?" ucap Supa sombong.

"Kau mirip seseorang yang aku kenal," ucap Tara. Tara langsung pergi menyusul Nusa.

"Cih, kukira ngajak bertarung. Aku sudah sangat berharap," ucap Supa kecewa.

"Jono! Bagaimana kondisi wanita itu?" tanya Boss Marno hawatir.

"Dia sudah mati," balas Jono datar. Dia menjatuhkan tubuh perempuan itu. Dia berdiri dan melihat Tara masuk ke pintu.

"Ini markas siluman. Mereka pergi ke pintu itu," ucap Jono sambil menunjuk pintu yang terbuka.

"Siluman? Jadi perempuan ini—"

"Iya," potong Jono.

Mereka memutuskan ikut masuk ke pintu.

Supa memiringkan kepalanya.

"Ini kenapa pada ikut-ikutan." Supa merasa jengkel karena banyak orang yang mencampuri urusannya. Tanpa pikir panjang dia memutuskan ikut masuk.

** Ruang bawah tanah

Ketiga siluman melewati lorong bawah tanah. Mereka masuk ke sebuah ruangan. Di sana banyak pria dan wanita yang sedang makan. Mereka terkejut dengan seseorang yang membuka pintu dengan keras.

"Braakk"

"Ada penyusup!" ucap Supri datar.

Semua orang tersentak dan menghentikan makan mereka. Para laki-laki langsung berdiri dan bergegas meninggalkan meja.

Supri dan kedua wanita masuk kedalam ruangan, sedangkan rombongan pria keluar. Sepertinya Supri memiliki kedudukan tinggi melihat semua orang langsung patuh.

"Kalian semua tetap disini, jangan ada yang keluar," ucap Supri tegas pada semua wanita yang ada di ruangan itu. Semua wanita mengangguk.

Supri pergi dari ruangan itu. Dia berjalan menuju pintu yang lain.

** Sisi Nusa.

Nusa berjalan di lorong sambil menggendong Rinson di tengkuk.

Rinson menuntun Nusa ke tempat dia merasakan Barni.

"Luas juga ruang bawah tanah ini," ucap Nusa melihat banyak pintu. Dinding dan langit-langit di penuhi akar pohon yang menjalar.

"Pasti Tikus Tanah yang membuat ini," duga Rinson dengan yakin.

"Apa mereka sengaja membiarkan akar-akar pohon ber gelantungan? Ini seperti mereka tidak mengurus tempat ini. Dan ini sangat gelap," ucap Nusa melihat pemandangan yang cukup menegangkan.

"Para Siluman hanya suka memburu Manusia. Mereka tetap cinta alam. Kau akan menjumpai ketika mereka bertarung, mereka pasti menghindari bertarung di hutan atau mencari tempat yang cukup luas. Dan mata mereka tajam," jelas Rinson.

"Ketika suatu saat kau bertarung dengan seorang Siluman, kau jangan membunuh mereka," ucap Rinson.

"Kenapa? Bukankah mereka berbahaya?" tanya Nusa tidak paham.

"Mereka tetap lah makhluk hidup. Mereka juga lah yang sudah merawat hutan. Kau jangan melihat mereka sebagai hewan, tapi lihatlah mereka sebagai makhluk hidup, baru kau akan mengerti seberapa pentingnya menghargai kehidupan."

"Bagaimana kalau mereka mencoba membunuhku?"

"Lumpuhkan saja. Kau itu manusia. Jangan menggunakan hukum alam liar sebagai sandaran hidup," sambung Rinson. Rinson seakan membuat Nusa untuk jangan sampai menyakiti Siluman.

"Pintu ini," ucap Rinson.

Nusa memandang pintu itu. Pintu itu cukup besar dan terbuat dari kayu. Nusa berusaha membukanya tapi tidak berhasil. Ada akar yang melilit pintu itu.

"Kita dobrak saja—" Belum sempat Rinson selesai bicara, Nusa langsung bersiap.

"Oke." Nusa mundur mengambil ancang-ancang. Dia menempelkan telapak kakinya di dinding sebagai tolakan. Nusa menendangkan kakinya dan melompat ke depan. Dia membungkuk dan membuat cula Rinson menabrak pintu.

"Duukk" Cula Rinson menghantam pintu dan hanya membuat pintu bergeming. Kepala Nusa juga ikut membentur pintu dan membuatnya pusing. Dia jadi tersungkur.

"Aduuhh." Rinson menanduk kepala Nusa yang sedang tersungkur.

"Terlalu pintar kau. Kenapa kau tidak gunakan tubuhmu sendiri?" bentak Rinson.

"Isss. Tubuhmu kan kuat. Aku kira bisa menghancurkan pintu," ucap Nusa sambil meringis kesakitan.

"Lihat akar-akar itu. Itu masih menyangkut dan membuat pintunya susah untuk di buka. Bersihkan dulu akar-akarnya," ucap Rinson geram.

"Oke, oke. Jangan marah."

Nusa menarik akar-akar dengan kuat, tapi tidak membuat akar terkelupas. Dia mencoba berbagai posisi dan tetap tidak bisa membukanya.

Rinson memeriksa dengan seksama pintu itu. Dia menyadari sesuatu ketika melihat bentuk akar yang melilit pintu.

"Nusa, angkat aku," pinta Rinson.

"Bukankah kau bisa berubah menjadi besar? Lorong ini cukup besar untukmu berubah," ucap Nusa enggan menuruti permintaan Rinson.

"Sudah lah, angkat saja. Kau sudah menunggangi ku ke sini. Gantian," ucap Rinson menuntut balas budi.

Nusa memandang Rinson dengan cemberut. Dia akhirnya mengangkat Rinson.

Rinson memeriksa bentuk lilitan akar itu. Dia menyadari sesuatu dan wajahnya menunjukkan kemarahan.

"Akar ini membentuk Aksara," ucap Rinson.

"Kau bisa membacanya?"

"Tidak. Dan aku tidak ingin membacanya. Aku merasa huruf-huruf ini sangat kotor."

...****************...

Tara dan kelompok pemburu bertemu rombongan Siluman. Mereka saling berhadapan dan bersiap bertarung.

"Sial. Kita di dalam ruang bawah tanah. Aku jadi tidak bisa menggunakan Wayang ku," ucap Jono kesal.

"Gunakan saja Energi Aji dan Energi Spiritual. Lorong ini penuh akan kedua Energi," ucap Tara. Dia melakukan peregangan dan bersiap.

"Oke, atur posisi. Lorong ini cukup gelap dan tidak terlalu lebar," perintah Boss Marno.

"Hajar!" sorak para Siluman.

...****************...

Supa berjalan menelusuri lorong sambil meraba dinding.

"Peh, kemana ini? Jalannya tidak telihat. Para Siluman sengaja membuat lorong gelap." Supa tersesat karena tidak bisa melihat jalan. Dia hanya mengandalkan penciuman nya.

"Aku merasakan energi orang tadi mengarah kesini." Supa menghiraukan siluman lain dan hanya mengincar Supri.

"Huh? Kayu? Apa ini pintu?"

Supa menyentuh papan dan megetuknya. Dia meraba papan mencoba mencari pegangan pintu.

"Kelamaan."

Supa mengambil ancang-ancang dan mendobrak pintu dengan kakinya. Pintu itu terlepas dan terpental ke dalam.

"Boleh juga ketahanan pintu ini." Supa berjalan masuk.

"Prok, prok, prok." Seseorang bertepuk tangan di kegelapan.

"Hebat juga, kau. Padahal pintu itu tidak mudah di dobrak," puji Supri terhadap kekuatan Supa.

Supa tidak bisa melihat Supri. Dia tersenyum karena orang dia menemukan orang yang di incarnya. Dia tambah bersemangat dan bersiap bertarung.

"Apa kau ingin bertarung? Kau bahkan tidak bisa melihatku. Nyalimu besar juga," puji Supri dengan nada sombong.

"Yah, adrenalin ku terpompa dengan kuat dan membuatku bersemangat."

"Oke. Pertempuran adrenalin," ucap Supri tersenyum lebar.

1
Ermintrude
Kisahnya bikin meleleh hati, dari awal sampai akhir.
jonda wanda: Terima kasih. Bila ada yang kurang dipahami dalam cerita, tolong disampaikan, agar tidak terjadi kebingungan.
total 1 replies
Shishio Makoto
Ngga bisa move on!
Myōjin Yahiko
Aduh, thor, aku tak sabar menanti kelanjutan ceritanya!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!