NovelToon NovelToon
Bukan Sebatas Impian

Bukan Sebatas Impian

Status: tamat
Genre:Romantis / Tamat / CEO / Wanita perkasa / Peningkatan diri-Perubahan dan Mengubah Takdir / Mengubah Takdir / Bullying dan Balas Dendam
Popularitas:399k
Nilai: 5
Nama Author: Nadziroh

Kehidupan gadis yang bernama Renata Nicholas tak jauh dari penderitaan, wajahnya yang pas-pasan serta penampilannya yang kurang menarik membuat semua orang terus merendahkannya.

Setelah orang tuanya meninggal, Renata tinggal bersama sang bibi dan sepupunya. Namun, mereka selalu tak adil padanya dan mengucilkannya. Tak pernah mendapatkan kebahagiaan membuat Renata jenuh dan memutuskan pergi dari rumah.

Disaat itu ia bertemu dengan laki-laki yang bernama Derya Hanim, seseorang yang pernah ia kagumi, akan tetapi itu bukan akhir dari segalanya, ternyata Derya hanya memanfaatkan keluguannya sebagai pelukis yang hebat.

Setelah tahu tujuan Derya, Renata kembali bangkit dan pergi dari pria itu, dan akhirnya Renata bertemu dengan Bagas Ankara, dia adalah bos Renata, pria yang diyakini bisa membantu mengubah hidupnya, baik dari segi karir maupun wajahnya. Bagas yang ingin membalas mantannya pun mengakui Renata sebagai pacarnya.

Akankah cinta tumbuh diantara mereka?
Ataukah Bagas kembali memanfaatkan Renata seperti yang dilakukan Hanim?

Siapa sosok Bagas dan Derya, pria yang sama-sama hadir dalam hidup Renata?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nadziroh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Makan malam

Karin tidak menjawab apa-apa. Ia hanya menyapa wajah Renata lalu pergi. 

Bayangan masa lalu kembali hadir, di mana Renata tidak pernah mendapatkan kebahagian saat tinggal di rumah Karin. Ia hanya mendapatkan siksaan setelah sang paman meninggal. Namun, membalas pun percuma, lebih baik meniti masa depan  bersama orang-orang yang sangat menyayanginya saat ini. Melupakan masa kelam yang pernah hadir dalam hidupnya. 

"Kak Karin, tunggu!" Renata mengulurkan tangan. Baru saja melangkah, Bagas menarik pinggangnya dari belakang. Kini ia hanya bisa menatap punggung Karin yang tenggelam di kegelapan malam. 

"Sepertinya dia buru-buru," ucap Bagas mencegah. Ia takut kejadian di parkiran mall waktu itu terulang lagi. 

Kak Karin kenapa? Dia tidak seperti biasanya yang langsung marah, bahkan aku sempat dengar dia minta maaf. 

Masih banyak tanda tanya. Renata hanya bisa mengucap dalam hati dan tidak menceritakan pada Bagas.

"Kita masuk!" ajak Bagas. 

Sekelebat Renata melihat sesuatu yang ada di samping sepatunya, ia memungut benda tipis dan panjang itu tepat di area tas Karin terjatuh. 

"Mas, sepertinya ini test pack." Renata menunjukkan benda itu di depan Bagas. 

Bagas meraihnya, membaca merek dan membolak balikan benda tersebut. Benar apa yang dikatakan Renata, itu alat untuk mengecek kehamilan.

"Ini kan di depan apotik, pasti banyak beginian, mungkin milik orang lain jatuh," ucap Bagas santai. 

"Mas, tapi bagaimana kalau ini punya kak Karin?" tanya Renata semakin takut. 

Ia mengingat pacar Karin bukan orang baik-baik. Renata sering melihat pria itu bermesraan dengan wanita lain. 

"Maksud kamu Karin hamil?" tanya Bagas antusias. "Kalau dia sudah menikah, bagus dong."

"Tapi dia belum menikah, dan pacarnya __" 

Renata menghentikan ucapannya dan menarik tangan Bagas, ia tak mau membeberkan aib orang lain sebelum semua terungkap. 

Di balik pagar besi setinggi badan. Karin menatap punggung Renata yang sudah tiba di. depan etalase. Kedua tangannya mengepal dengan mata yang menyala.

Semua ini gara-gara kamu, Re. Kamu yang membuat ayah meninggal, dan aku akan pastikan kamu akan mendapat balasan yang setimpal.

Setelah menebus obat, Bagas mengajak Renata mampir ke sebuah tempat. Meskipun malam hari, mereka bisa menikmati pemandangan indah, lampu berkelip menghiasi beberapa gedung pencakar langit. Nampak dengan jelas memanjakan mata yang mulai mengantuk. 

"Sejak kapan Mas tahu tempat ini?" tanya Renata menerima jus yang dibawa Bagas. Menghirup udara dalam-dalam, merasakan hawa dingin yang mulai menusuk tulang. 

Matanya terus menatap ke depan jauh. Ia sedikit merinding jika melihat ke arah bawah. Berada di atap gedung yang menjulang tinggi adalah hal yang paling mengerikan bagi Renata. Namun, ia tetap mengikuti Bagas dan mengusir rasa takut yang sempat mencuat di dada. 

"Sejak papa meninggal." Suara Bagas terdengar berat, seakan ada sesuatu yang tertahan di kerongkongan.

Wajah yang dari tadi tersenyum kini menjadi kusut. Memori tentang orang tercinta pun kembali hadir hingga membuat dada Bagas bergemuruh hebat. 

Bagas menceritakan sosok pria tangguh yang berjuang melawan penyakitnya bertahun-tahun itu pada Renata. Bahkan sesekali cairan bening luruh di pipi kokoh Bagas tanpa permisi. Ia tak kuat lagi untuk memendam rasa rindu pada sang ayah yang kini sudah tiada. 

Tak pernah mengenal lelah, sejauh apapun melangkah pasti akan ditempuh demi membahagiakan dirinya dan sang mama. Papa yang menjadi idolanya. Darinya ia banyak belajar untuk merangkai kehidupan yang lebih baik, dari sekolah menengah atas Bagas sudah diajarkan berbagai bisnis.

Bagas berlutut, melepas gelasnya dan menundukkan kepalanya. Momen yang paling berharga adalah mengingat pesannya yang terakhir kali. 

Jadilah pria sejati. Sayangi setiap wanita yang hadir dalam hidupmu, jaga mama dengan baik. Kamu kebaggaan papa satu-satunya. Jangan kecewakan mama karena dia adalah surgamu. 

Renata menoleh dan menyandarkan lututnya di atas lantai. Mengelus lengan Bagas yang tertutup jaket kulit berwarna hitam pekat. Ikut merasakan kesedihan itu, seolah-olah dirinya berada di antara Bagas dan keluarganya. 

"Maaf, bukan maksudku __" 

Renata menghentikan ucapannya saat Bagas mencegah tangan Renata yang mulai turun, kini keduanya saling menggenggam erat dan menatap ke arah yang sama. 

 

"Aku yang cengeng," sahut Bagas tersenyum tipis. Membuang rasa yang terus bergejolak tak karuan yang membuat hatinya nyeri. "Bukankah kamu juga yatim piatu? Tapi kamu kuat dan bisa melewati semuanya."

Renata mengangguk tanpa suara. 

Kasihan mas Bagas, dibalik sikapnya yang sangat dingin, ternyata dia adalah laki-laki rapuh dan butuh kasih sayang. Apa sebaiknya aku menerima lamarannya.

"Mas, aku lapar," ucap Renata mengalihkan pembicaraan.

Keduanya kembali ke meja makan, berbagai hidangan tersaji di sana untuk menemani menikmati indahnya malam ini. 

Sesekali pandangan Bagas teralihkan pada wajah Renata yang nampak cantik. Meskipun malam ini make up yang dipakai  terlalu tipis dan wajah sedikit pucat, pesonanya membuat jantung Bagas terus berdisko. Gadis itu mengelus tangannya yang terekspos karena kedinginan.

Bagas melepas jaketnya, dengan sigap memakaikannya di punggung Renata. 

"Terima kasih," ucap Renata lirih. 

Bulu halusnya semakin berdiri kala tangan Bagas menyentuhnya. 

"Oh iya, besok kamu datang ke kantor. Aku ada kejutan untuk kamu." 

Renata hanya melirik sekilas tanpa menjawab. Jika mendengar nama kantor, ia enggan untuk menginjakkan kakinya di sana, meskipun keadaannya tak seperti dulu, tetap saja malas berhadapan dengan orang-orang yang pernah membencinya. 

Renata mulai menerka-nerka dengan kejutan yang diucapkan Bagas. 

"Kenapa harus di kantor, apa nggak bisa di rumah atau ditempat lain?" tawar Renata ragu.

Bagas menggeleng, lalu menghabiskan steak yang tinggal beberapa potong. 

Aku hanya ingin menunjukkan pada orang-orang yang pernah menyakitimu, Re. Bahwa kamu adalah tunanganku.

Ponsel berdering. Itu milik Bagas karena Renata lupa membawa. Segera ia menyodorkan di depan Renata setelah tahu nama yang bertengger di layar. 

"Kenapa harus aku, ibu kan menelepon, Mas?" 

Renata belum menyentuh benda itu, hanya menatap nama yang tertulis membuatnya tertawa menggelitik. 

"Sesuai namanya di situ, Re. Tante Nurmala pasti ngomel-ngomel, dia nggak pernah kalem."

"Masa? Menurutku nggak, kok," bantah Renata. 

Dug

Bagas meletakkan gelasnya yang baru saja tandas. "Itu kalau sama Kamu, kalau sama aku dia itu cerewet sekali, persis burung beo."

Terpaksa Renata yang mengangkatnya, daripada harus berdebat. 

"Halo, Bu," sapa Renata. 

"Kamu di mana, Re? Ini sudah malam, apa Bagas mengantarmu sampai rumah sakit, dia nggak berbuat macam-macam, kan?" tanya bu Nurmala bertubi-tubi. 

Renata tersenyum menatap Bagas yang juga menatapnya dengan tatapan sendu. 

"Iya, Bu. Mas Bagas mengantarkan aku ke rumah sakit. Sekarang kita lagi makan, sebentar lagi aku akan pulang," jawab Renata jujur. 

1
arniya
bagus
arniya
ternyata Renata cucunya
arniya
Bagas jangan php
arniya
mampir kak
arniya
ternyata ad udang di balik batu....
nia kurniawati
Luar biasa
Bunia raditya
bagus cerita nya
Bunia raditya
hallo
Nay Sha
Luar biasa
Nay Sha
Lumayan
Anonymous
keren
Sativa Kyu
👍
Nana Bati
selamat thor... sukses ceritanya 👍👍👍
Nana Bati
maju terus bagas, abaikan kakek liam dan hina
Nana Bati
semoga bagas dan renata berakhir dengan bahagia... lanjut thor 👍👍👍
fadhila
sabar Bagas... sesuatu yg didapat dg cara merebut itu tidak akan awet ibaratnya tu hasil curian psti g berkah...
fadhila
baru bab 1 tapi dh penuh air mata🥺🥺😭😭
En
mantap
En
seruu sekali
Sumardani Yati Ori
cuih...ra sudi kalo w gantiin biarpun bos....model kayak gitu....model nippon sapu bersih kalo ga dapat hidayah kejedot ketiban duren segerobak ga bakal baik sorry thor ane julid
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!