Tiga tahun lamanya Amara menjalani pernikahannya dengan Alvaro. Selama itu juga Amara diam, saat semua orang mengatakan kalau dirinya adalah perempuan mandul. Amara menyimpan rasa sakitnya itu sendiri, ketika Ibu Mertua dan Kakak Iparnya menyebut dirinya mandul.
Amara tidak bisa memungkirinya, kalau dirinya pun ingin memiliki anak, namun Alvaro tidak menginginkan itu. Suaminya tak ingin anak darinya. Yang lebih mengejutkan ternyata selama ini suaminya masih terbelenggu dengan cinta di masa lalunya, yang sekarang hadir dan kehadirannya direstui Ibu Mertua dan Kakak Ipar Amara, untuk menjadi istri kedua Alvaro.
Sekarang Amara menyerah, lelah dengan sikap suaminya yang dingin, dan tidak peduli akan dirinya. Amara sadar, selama ini suaminnya tak mencintainnya. Haruskah Amara mempertahankan pernikahannya, saat tak ada cinta di dalam pernikahannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hany Honey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Delapan Belas - Aku Sayang Kamu
Setelah menenangkan Alea yang tantrum karena Varo tidak mau untuk mengurusnya saat Mamanya mau ke luar Negeri, Alvaro masuk ke dalam kamarnya. Terlihat Amara sedang berdiri di depan lemari, dengan keadaan tubuhnya hanya terlilit handuk saja, ia sedang mengambil baju gantinya. Amara baru selesai membersihkan dirinya. Kulit mulusnya begitu mengagumkan di mata Alvaro, dada yang bulat sempurna, dan pantat yang sintal, kencang, menggairahkan membuat Alvaro langsung mendekatinya, lalu memeluknya dari belakang.
“Mas ....” Amara terperanjat kala suaminya memeluknya dari belakang. Tidak terdengar pintu terbuka, dan orang menutup pintu, tiba-tiba ada seseorang yang memeluknya dari belakang.
“Jangan pakai ini, Ra.” Alvaro mengambil kaos oblong yang oversize dan celana kulot dari tangan Amara.
“Pakai ini saja.” Alvaro mengambilkan gaun yang terlihat begitu seksi jika dipakai Amara sekarang.
“Ini baju untuk pergi dinner, atau pergi ke pesta, Mas? Aku mau pakai baju santai saja, ini lagi di rumah masa aku pakai baju begini?” protes Amara.
“Jangan membantah, Ara! Pakai ini. Di bawah ada tamu, masa istriku terlihat kek anak kecil, pakai kaos sama kulot saja? Kamu istriku, kamu harus berpenampilan cantik!” tegas Alvaro.
“Huh ... mas ini ada-ada saja! Biasanya aku juga pakai begini?” keluh Amara.
“Sudah, pakai ini, atau gak usah pakai baju sekalian!”
“Iya-iya!”
“Mas tunggu di ruang kerja mas, ya? Ada yang ingin mas sampaikan sama kamu.”
“Okay,” jawab Amara.
Amara akhirnya terpakasa memakai baju yang diambilkan suaminya. Entahlah, Varo kerasukan setan apa, sampai pakaian saja dia yang memilihkan, padahal biasanya cuek-cuek saja Amara mau pakai baju apa pun?
Amara sebetulny sudah ingin istirahat. Hari ini cukup melelahkan, badan dan pikirannya sangat lelah. Amara baru saja kena skors dari perusahaannya selama tiga hari, karena kejadian tadi dengan kakak iparnya yang rusuh itu. Ia harus libur selama tiga hari untuk memperbaiki perilakunya. Ditambah di luar sana ada dua perempuan gila yang sedang bertamu, membuat Amara makin pusing dan muak.
Amara selesai memakai bajunya, rasanya memakai baju seseksi itu, dan tidak dandan, tidak cocok sekali. Amara memoleskan make up tipis di wajahnya supaya terlihat segar, meski dengan make up natural, Amara sudah terlihat begitu cantik. Selesai itu, ia langsung menemui suaminya di ruang kerjanya. Entah mau menyampaikan sesuatu apa, Amara tidak tahu.
“Apa mungkin mau pamit menikahi perempuan gila itu? Ah aku tidak peduli!” batin Amara, tapi terasa sakit sebetulnya.
Amara mengetuk pintu ruang kerja Varo. Varo menyahutinya, dan menyuruh Amara untuk segera masuk.
“Sini, Ra!” Alvaro meminta Amara untuk mendekatinya.
“Ada apa, Mas? Kelihatannya serius sekali? Mas mau menyampaikan apa? Apa ada masalah?” Amara bertubi-tubi melontarkan pertanyaan yang membuat Alvaro memijit keningnya.
“Kamu itu, tanya gak ada titik komanya! Sini dekat aku!” Alvaro menarik tangan Amara, untuk mendekatinya.
“Ada apa?” tanya Amara lagi.
“Ahhkkk ... Ma—mas!!!” pekik Amara saat Alvaro menarik Amara untuk duduk di pangkuannya.
“Diam, jangan bergerak, nanti adik kecilnya bangun!”
“I—ini mau apa sih?”
“Lihat ini, bantu mas selesaikan ini, ya?” Alvaro mendekatkan komputer lipatnya itu ke arah Amara, dengan melingkarkan tangannya di pinggang Amara suapaya Amara tidak kabur.
“Ih mana aku bisa kerjakan ini? Mas kerjakan saja sendiri?” protes Amara.
“Mas sudah pusing, apalagi lihat tubuh mulus kamu tadi setelah mandi, kepala mas pusing, kepala bawah juga pusing,” ucapnya ngawur.
Sekarang Amara sudah tahu modus suaminya itu. Amara mencoba melepaskan tangan Alvaro, namun Alvaro dengan kuat memeluknya, Amara pun berontak ingin turun dari pangkuan suaminya.
“Shittt!!! Jangan bergerak, Ara! Ini semakin membuatku tak karuan!” racau Alvaro membuat Amara mendelik menatap Alvaro.
“Ahhh ... tuh kan bangun dedeknya?”
“Mas ....”
Alvaro tidak peduli dengan Amara yang berontak, ia malah mengendus tengkuk istrinya, memberikan kecupan lembut, yang membuat Amara semakin merasakan gelenyar aneh di tubuhnya, ditambah tangan Alvaro yang nakal sudah menyentuh dada Amara dengan lembut.
“Ahh ... Mas ... di ba—bawah masih ada tamu,” ucap Amara dengan mengeluarkan suara seraknya.
“Aku tidak peduli, biarkan saja mereka di luar!” ucap Alvaro dengan terus memberikan sentuhan lembut di dada Amara.
“Ahhh ....” Amara melenguh kala Alvaro menyesapi leher jenjangnya.
“Kalau mereka menunggu kita kelamaan nanti marah, Mas!”
“Tidak ada yang berani memarahimu, keculai aku, itu pun kalau kamu tidak menurutiku saat ini!” ucap Alvaro.
Tak menunggu lama, Alvaro memindahkan Amara untuk duduk di meja kerjanya. Alvaro menyingkapkan rok Amara, dan terlihat jelas bagian paha yang begitu mulus tanpa cacat, tanpa noda. Alvaro melepaskan penutup dalam Amara hingga terlihat bagian kesukaannya itu.
“Mas .... ahhh ....” Lagi-lagi Amara hanya bisa melenguh, merintih menikmati apa yang Alvaro lakukan. Alvaro memainkan jarinya dengan lembut di dalam sana, dengan bibirnya tak henti melumat habis bibir Amara.
Tanpa disadari oleh Amara, Alvaro mengangkat kedua kaki Amara dan melebarkannya. Dengan cepat, Alvaro langsung membenamkan wajahnya di inti tubuh istrinya, Amara hanya bisa menutup mulutnya, dan menahan rasa aneh saat Alvaro memainkan mulutnya di sana. Amara tidak percaya Alvaro begitu, padahal selama ini tidak pernah Alvaro melakukan hal demikian. Amara benar-benar dibuatnya mabuk kepayang. Rasanya ia sedang terbang ke awang-awang, merasakan begitu nikmat dengan apa yang Alvaro lakukan.
Pergulatan panas mereka terjadi cukup lama. Amara dibuatnya sampai lemas oleh Alvaro. Benar-benar penyatuan yang sangat melelahkan kali ini bagi Amara. Juga terasa tidak seperti biasanya. Alvaro melakukannya begitu lembut, tatapannya teduh saat sedang menjajahi tubuhnya. Bahkan Alvaro memanggil Amara dengan panggilan sayang, yang membuat Amara semakin dibuat melayang oleh Alvaro.
“Kamu nyaman dengan posisi ini, Sayang?”
“Katakan sekali lagi,” pinta Amara, saat Alvaro mengubah posisinya, meminta Amara berada di atasnya.
“Kamu nyaman, Sayang?”
“Hmmm ....”
Alvaro bangun dan memeluk Amara, dengan posisi mereka masih melakukan penyatuan, dan mereka masih belum puas untuk sekarang, “Aku sayang kamu, Ra. Jangan pernah berpikir aku akan meninggalkan kamu,” bisiknya.
Amara menggerakkan tubuhnya dengan memeluk Alvaro, membuat Alvaro memejamkan matanya, menikmati apa yang Amara lakukan. Ini benar-benar membuat Alvaro tidak karuan. Amara membuatnya gila setengah mati kali ini. Entah mereka sangat bersemangat olahraga kali ini, tidak peduli di luar ada orang yang menunggunya. Satu jam lebih mereka berada di dalam ruang kerja Alvaro, melakukan penyatuan panas mereka.
^^^
“Ini Alvaro lama sekali? Cuma ngomong sama Amara soal mau nitip Alea saja sampai lama sekali!” gerutu Vira.
“Hmmm ... paling gak boleh, Vir!” ucap Cindi kesal.
“Gak bisa gitu, dong! Enak saja ngelarang, memang tuh perempuan siapa?”
“Istrinya Varo kan, Vir?”
“Lebih tepatnya, calon mantan istri!” geram Vira.