Alena Prameswari percaya bahwa cinta bisa mengubah segalanya.
Tapi setelah tiga tahun menikah dengan Arga Mahendra, ia sadar bahwa kesetiaan tak akan berarti bila hanya satu pihak yang berjuang.
Saat pengkhianatan terbongkar, Alena memilih pergi. Ia menerima proyek desain di Dubai... tempat baru, awal baru.
Tanpa disangka pertemuan profesional dengan seorang pangeran muda, Fadil Al-Rashid, membuka lembaran hidup yang tak pernah ia bayangkan.
Fadil bukan hanya pria miliarder yang memujanya dengan segala kemewahan,
tetapi juga sosok yang menghargai luka-luka kecil yang dulu diabaikan.
Namun cinta baru tak selalu mudah.
Ada jarak budaya, gengsi, dan masa lalu yang belum benar-benar selesai. Tapi kali ini, Alena tak lari. Ia berdiri untuk dirinya sendiri... dan untuk cinta yang lebih sehat.
Akankah akhirnya Alena bisa bahagia?
Kisah ini adalah journey untuk wanita yang tersakiti...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rere ernie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter — 28.
Keempat orang itu setuju untuk malam malam bersama, makan malam sudah disiapkan di private dining room Capital Club. Meja panjang berlapis linen putih dengan cahaya lampu temaram, suasananya elegan. Namun elegan itu langsung tercoreng saat Noura berbicara untuk pertama kalinya setelah duduk.
“Ini garpu kenapa ada tiga? Aku cuma punya satu mulut.” Noura menatap set peralatan makan seperti menatap alien.
Fadil hampir tersedak airnya, Alena mencubiti lengan sahabatnya. “Noura...”
Khalid yang masih merasa malu karena insiden pelukan tadi, mencoba bersikap sopan. “Itu… satu untuk salad, satu untuk hidangan utama, dan satu untuk dessert.”
Noura memutar matanya dramatis. “Aku kan bisa pakai satu untuk semuanya. Efisien dan ramah lingkungan.”
Khalid terdiam sebentar, lalu mengangguk pelan. “Sebenarnya… masuk akal juga.”
Fadil menatap Khalid heran. Ada apa dengan Khalid? Dia biasanya paling menjaga sikap dan menjujung tinggi etiket kerajaan?
Khalid menegakkan posisi duduknya. “Sebenarnya, banyak tradisi kerajaan yang terlalu rumit. Aku pikir, sesekali… kita harus melihat dari sudut pandang yang lebih sederhana.”
Noura langsung mendongak, ekspresinya berubah bangga. “Aku tak menyangka, seorang pangeran dan calon raja setuju denganku.”
“Belum tentu jadi raja,” Fadil menyeletuk pelan.
Khalid menatap sepupunya dengan pandangan getir. “Terima kasih atas pengingatnya, saudaraku.”
Noura menatap Fadil. “Kalau begitu, kamu saja jadi raja. Aku dukung penuh!”
Fadil menggeleng, tersenyum tipis. “Tidak! Aku sudah cukup sibuk, menjadi calon suami Alena. Aku berencana sibuk... untuk selalu membahagiakannya.”
Alena tersenyum kecil, ada kebahagiaan yang sulit disembunyikan.
Khalid memperhatikan sepasang kekasih itu sebentar, ada rasa iri dalam hatinya. Bukan karena cemburu, tapi karena ia merindukan perasaan cinta seperti itu. Pria itu meraih gelasnya. “Aku harap kalian bahagia dalam hubungan kalian. Alena, aku bisa yakinkan... Kau tak salah memilih pasangan. Fadil adalah saudaraku yang paling setia dan bijaksana."
Alena menatap Khalid dengan rasa iba. Dari yang ia dengar tadi tentang hubungan Khalid bersama Humaira, ia yakin... Khalid sangat menyesal karena kehilangan wanita itu.
Noura? Dia langsung menunjuk Khalid lagi.
“Kalau kau mulai sedih lagi, aku lempar garpu ini ke wajahmu. Aku serius!”
Khalid menatap Noura beberapa detik, lalu tertawa kecil. “Kau lucu sekali...”
Noura melambaikan tangan cuek. “Ah, aku cuma takut kau seperti tadi... tiba-tiba memelukku.”
Khalid menghela nafasnya. “Aku sudah minta maaf!”
Fadil dan Alena saling berpandangan, tak percaya dua orang itu bisa bertengkar tapi justru menghangatkan suasana.
Makan malam berlanjut dengan tawa yang tidak pernah mereka bayangkan sebelumnya. Mereka merasa nyaman dalam satu meja yang sama.
.
.
.
Sementara itu, Layla dan Lady Eleanor saling bersitegang. Dua wanita dengan jarak yang begitu tipis, namun bermuatan amarah yang tebal.
“Ada kepentingan apa, Lady datang ke sini?” tanya Layla, suaranya tenang namun waspada.
Lady Eleanor tersenyum tipis, wajahnya memancarkan kebencian yang dingin. “Aku tak suka basa-basi, Layla. Hentikan semua rencanamu terhadap putraku dan calon menantuku.”
Layla tak tergoyah, ia membalas dengan senyum lembut. “Lady, sepertinya Anda salah paham. Aku hanya ingin yang terbaik untuk Pangeran Fadil. Dia bisa jadi pesaing kuat bagi Pangeran Khalid sebagai calon putra mahkota. Karena itu... aku berusaha menyingkirkan penghalang untuk Fadil. Dulu aku sempat menjadi calon menantu Anda, tapi putra sulung Anda pergi dan memilih hidup di London. Aku hanya menjaga Fadil… sebagai mantan kakak iparnya.”
Lady Eleanor berdecak. “Lucu, kau sendiri tahu alasan putraku meninggalkanmu. Ammar melihat sikapmu yang tak wajar. Seharusnya kau menikah dengannya... tapi kau terus mendekati Fadil. Putraku mengambil keputusan yang tepat, aku mendukung perpisahan kalian.”
Mata Layla bergetar, ia tidak bisa menyangkalnya lagi. Hubungannya dengan Ammar—kakak kandung Fadil, tidak pernah lahir dari cinta. Ia hanya memanfaatkan pria itu, agar dia bisa selalu di dekat Fadil. Waktu itu, Fadil telah memilih Humaira… dan Layla tidak bisa menerima kenyataan itu.
“Layla, aku tahu siapa yang berada di balikmu selama ini. Hentikan obsesimu pada putra bungsuku, atau... kau akan hancur!” Lady Eleanor berdiri, kata-katanya seperti ancaman yang sudah disiapkan rapi.
Tanpa menjawab, Layla menahan napas. Lady Eleanor berpaling dan pergi.
Di trotoar saat naik ke mobil, asisten Lady Eleanor menyampaikan telepon yang masuk. “Lady, Pangeran Hasan menghubungi. Beliau mengatakan... segala kejahatan akan menerima balasan. Pangeran Hasan meminta Anda bertemu.”
Lady Eleanor mengangguk singkat. “Baik, kita pergi menemuinya.”
Dan untuk Juliette, semoga dia juga menemukan pria yang tulus mencintainya..
Pangeran Khalid hanya mencintai Noura... 😅✌