Tak kunjung memiliki keturunan, Amira terpaksa harus merelakan Suaminya menikah lagi dengan perempuan pilihan Ibu Mertuanya.
Pernikahan Amira dan Dirga yang pada awalnya berjalan harmonis dan bahagia, hancur setelah kehadiran orang ketiga dalam rumah tangga mereka.
"Meski pun aku ingin mempertahankan rumah tangga kita, tapi tidak ada perempuan di Dunia ini yang rela berbagi Suami, karena pada kenyàtaan nya Surga yang aku miliki telah terenggut oleh perempuan lain"
Mohon dukungannya untuk karya receh saya, terimakasih 🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rini Antika, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28 ( Surga Yang Terenggut )
Pada saat Regina melihat Amira membuka pintu, dia langsung menanyakan keberadaan Dirga.
"Mas Dirga ada di sini kan, Mbak?" tanya Regina yang langsung dijawab dengan anggukkan kepala oleh Amira.
"Mas Dirga," ucap Amira memanggil Suaminya supaya ke luar. Namun, ketika Amira melihat ke arah sofa, ternyata Dirga sudah tidak ada di sana.
"Lho, kemana perginya Mas Dirga? Apa dia sedang ke toilet ya?" gumam Amira yang terlihat bingung.
"Regina, tunggu sebentar ya, aku panggil Mas Dirga dulu," sambung Amira.
Regina langsung mencegah Amira dengan mencekal pergelangan tangannya.
"Mbak Amira tidak perlu berpura-pura baik kepada ku. Harusnya Mbak tidak boleh menghabiskan waktu bersama Mas Dirga di saat jatah Mas Dirga menemaniku. Itu sama saja mencuri jatah orang lain," ucap Regina.
Amira menghempaskan tangan Regina yang mencekal pergelangan tangannya, karena madunya tersebut sudah bersikap keterlaluan.
"Apa maksud kamu berbicara seperti itu? Aku sama sekali tidak ada maksud mencuri kebersamaan kamu dengan Mas Dirga," ucap Amira.
"Mbak Amira tidak usah menyangkalnya. Aku pikir Mbak Amira paham Agama dan tahu cara bersikap. Ternyata yang dikatakan Mama Meri benar, jika Mbak tidak sebaik yang kelihatannya," ucap Regina dengan tersenyum mengejek.
"Terserah kamu mau percaya atau tidak, tapi Mas Dirga sendiri yang selalu datang ke sini meski pun aku sudah berusaha mengusirnya," jelas Amira yang tidak ingin Regina salah paham.
"Mbak Amira pikir aku akan percaya setelah apa yang baru saja aku dengar?" ujar Regina menatap Amira dengan tatapan nyalang.
"Jadi kamu menguping?" tanya Amira.
"Kalau ia memangnya kenapa?" jawab Regina.
"Regina, aku dan Mas Dirga tidak melakukan apa pun selain duduk bersama. Mas Dirga juga tidak akan mungkin mencariku jika kamu tidak banyak melayangkan protes. Kalau kamu merasa jadi manusia paling cemburu, itu salah. Seharusnya di sini aku yang merasa cemburu karena dipaksa harus berbagi suami dengan kamu," ucap Amira.
Amira mencoba menyadarkan Regina yang datang sebagai Istri kedua tetapi merasa jadi pihak yang paling tersakiti. Namun, rasanya percuma menjelaskan sesuatu kepada orang yang sudah terlanjur tidak suka terhadap kita, karena mereka tidak akan pernah mempercayainya.
"Salah sendiri jadi wanita tidak sempurna karena tidak bisa memberikan keturunan. Jadi wajar saja kalau Mas Dirga memilih untuk menikah lagi," ucap Regina dengan melipat tangannya di depan dada serta kembali tersenyum mengejek kepada Amira.
Jantung Amira bagai di tusuk ribuan belati mendengar sindiran yang dilontarkan oleh Regina. Dia ingin sekali menjawab, tapi bibirnya sama sekali tidak bisa berucap, apalagi dada Amira terasa sesak sampai kesulitan untuk bernapas.
Baru juga Amira ingin mengangkat tangannya untuk menampar Regina, dia keburu mendengar suara Dirga sehingga membuat Amira mengurungkan niatnya untuk memberi pelajaran kepada madunya tersebut.
"Kenapa menyusulku? Apa marahnya sudah selesai?" tanya Dirga sehingga membuat Regina tersenyum manis.
Amira ingin sekali menangis saat itu juga. Dia tidak rela membagi Suaminya dengan perempuan lain. Rasanya sakit sekali ketika melihat Dirga berlalu bersama Regina meninggalkan dirinya yang masih termangu di tempat.
Regina menoleh kepada Amira dengan tersenyum penuh kemenangan. Dia sengaja ingin membuat Amira semakin merasa cemburu dengan bergelayut manja pada lengan kekar Dirga.
Perempuan mandul seperti kamu jangan berharap bisa menguasai Mas Dirga, karena Mas Dirga hanya boleh menjadi milik ku, batin Regina.
Amira hanya bisa menatap nanar kepergian Dirga dan Regina dengan memukul-mukul pelan dadanya agar sesak dalam dadanya tersebut sedikit berkurang. Akan tetapi, nyatanya semua itu tidak ada gunanya.
"Kenapa rasanya sakit sekali," gumam Amira dengan air mata yang menetes membasahi pipinya.
......................
Sesampainya di dalam kamar Regina, Dirga langsung melepas belitan tangan Regina yang masih melingkar di tangannya.
Tadi Dirga ke kamar mandi hanya untuk buang air kecil, jadi dia mendengar semua pembicaraan Amira dan Regina.
Sambil berkacak pinggang, Dirga menatap Regina kesal.
"Tidak seharusnya kamu bersikap seperti itu terhadap Amira. Bukankah dari awal sudah aku katakan jangan memusuhi dia seperti yang dilakukan oleh Mama dan Sinta."
Mata Regina terbelalak lebar. Dia tidak menyangka jika Dirga bisa mengetahui semuanya.
"Jadi tadi Mas menguping pembicaraanku dengan Mbak Amira?" tanya Regina yang sudah tertangkap basah oleh Dirga.
Helaan napas kasar pun ke luar dari mulut Dirga.
"Aku tidak menguping, hanya kebetulan saja mendengar pembicaraan kalian," jawab Dirga.
"Mbak Amira yang memulai lebih dulu Mas. Aku hanya membalas apa yang Mbak Amira lakukan," ucap Regina mencoba membela diri.
Dirga menatap Regina penuh intimidasi.
"Apa kamu yakin kalau Amira yang memulai lebih dulu? Apa kamu pikir aku tuli? Kamu mau jujur atau bagaimana?" desak Dirga yang ingin Regina bertanggung jawab atas perbuatan yang telah dia lakukan.
Regina terdiam dengan kepala yang menunduk. Dia akui jika dirinya yang memulai lebih dulu dengan mencekal pergelangan tangan Amira. Jika dirinya tidak melakukan semua itu, mungkin pertengkaran tidak akan terjadi.
"Sebaiknya kita duduk dulu," ucap Dirga dengan menggandeng Regina untuk duduk di sisi ranjang.
Sebagai seorang suami, Dirga berkewajiban mendidik Istri dan Anak-anaknya kelak. Dia tidak ingin Amira mau pun Regina terjerumus dalam rasa dendam yang berujung menyesatkan.
"Aku hanya cemburu Mas," ucap Regina yang akhirnya mengakui kesalahannya.
"Mas pasti tau kan kalau aku sudah mencintai Mas Dirga sejak kita masih kecil, tetapi cintaku tidak pernah terbalas. Kini setelah Mas Dirga menjadi Suamiku, bukankah aku berhak menjaga apa yang sudah menjadi milik ku?" sambung Regina pada akhirnya mencurahkan apa yang mengganjal di dalam hatinya.
"Aku tau tentang semua itu, tapi tolong hargai perasaan Amira. Semuanya memang salahku yang sudah pergi ke kamar dia saat jatahku menemani kamu. Seandainya kamu tidak membuat aku merasa pusing, aku juga tidak mungkin melakukan semua itu," ucap Dirga.
Regina hanya diam mendengar perkataan Dirga. Dia selalu merasa takut kehilangan lelaki yang sangat dicintainya tersebut.
"Regina, saat ini Amira sedang berada dalam masa dipaksa menerima keadaan. Jangan pernah berkata buruk tentang dia apalagi sampai melukai perasaannya. Selama ini dia tidak pernah menjelekkan namamu ketika sedang bersamaku. Dia tidak ingin terlihat baik dengan menjelekkan orang lain, karena Amira bukan orang seperti itu," sambung Dirga mencoba memberi pengertian kepada Regina.
Kepala Regina semakin tertunduk dalam. Dia menyesal karena telah melakukan kesalahan.
"Maafkan aku, Mas. Aku menyesal karena telah melukai perasaan Mbak Amira," ucap Regina.
Dirga menghembuskan napasnya pelan.
"Minta maaflah kepada Amira, bukan padaku. Karena hati Amira lah yang telah kamu sakiti," ucap Dirga.
Regina mengangguk patuh. Dia akan berusaha memperbaiki hubungannya dengan Amira, karena dia tidak mau kehilangan Dirga jika sampai memusuhi Istri pertama Dirga tersebut.
"Besok aku pasti akan meminta maaf kepada Mbak Amira. Terimakasih karena Mas Dirga sudah bersedia menasehatiku," ucap Regina yang merasa bahagia karena Dirga masih peduli terhadap dirinya.
"Sudah menjadi kewajibanku mendidik kamu dan Amira. Tolong bantu aku menjadi Suami yang adil," ucap Dirga dengan menyentuh jemari Regina.
*
*
Bersambung