Ayudia Larasati, gadis cantik yang sudah berkali - kali gagal mendapatkan pekerjaan itu, memilih pindah ke desa tempat kelahiran ibunya setelah mendapatkan kabar kalau di sana sedang ada banyak lowongan pekerjaan dengan posisi yang lumayan.
Selain itu, alasan lain kepindahannya adalah karena ingin menghindari mantan kekasihnya yang toxic dan playing victim.
Di sana, ia bertemu dengan seorang pria yang delapan tahun lebih tua darinya bernama Dimas Aryaseno. Pria tampan yang terkenal sebagai pangeran desa. Parasnya memang tampan, namun ia adalah orang yang cukup dingin dan pendiam pada lawan jenis, hingga di kira ia adalah pria 'belok'.
Rumah nenek Laras yang bersebelahan dengan rumah Dimas, membuat mereka cukup sering berinteraksi hingga hubungan mereka pun semakin dekat
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fernanda Syafira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
20. Bahan Gosip
Netra Laras terbelalak kala melihat pesan dari Dimas yang masuk ke ponselnya. Ia pun jadi senyum - senyum sendiri saat membaca pesan kekasihnya itu.
"Kenapa, nduk?" Tanya Bu Asih.
"Buk, lihat deh buk, kelakuannya Mas Dimas." Laras menunjukkan rentetan pesan dari Dimas yang masuk beberapa belas menit lalu.
"Cah gemblung! Kono kene wae kok geger. (Anak gemblung! Sana sini aja kok ribut)." Ujar Bu Asih yang ikut terkikik.
"Jarno wae jajal, nduk. (Biarin aja coba, nduk)" Kekeh Bu Asih.
Laras pun menurut dengan tak membalas pesan Dimas setelah ia membacanya tadi.
"Ee iya, gimana pengumumannya, nduk? Masmu kapan hari itu cerita sama ibuk." Bu Asih teringat cerita Dimas kalau hari ini adalah hari pengumuman penerimaan kerja.
"Alhamdulillah buk, Laras keterima di BUMN." Jawab Laras.
"Hiiih ya Allah, Alhamdulillah. Selamat ya, nduk. Berkah, barokah, lancar kerjanya" Ujar Bu Asih turut senang sembari mengusap - usap punggung Laras.
"Aamiin, makasih Buk. Ee ee Buk, Mas nelfon, Buk." Laras menunjukkan ponselnya yang berdering karena ada panggilan masuk dari Dimas.
"Sini, ibuk yang ngangkat." Laras pun memberikan ponselnya pada Bu Asih.
"Halo! Ngopo to sakjane ki, kok geger wae? (Halo! Kenapa to sebenarnya ini, kok ribut aja?)" Omel Bu Asih begitu mengangkat panggilan dari putranya.
["Lho, kok Ibuk? Ay mana?"]
"Ilang, di gondol Cindhil (Hilang, di culik anak tikus.)" Sahut Bu Asih asal, yang membuat Laras terkekeh geli.
Beberapa kerabat yang ada di sana pun tampak kepo dengan kegiatan Laras dan Bu Asih.
["Aku karo Ay mulih yo, bu? Mengko Uti nggoleki. Wes sore kok. (Aku sama Ay pulang ya, bu? Nanti Uti nyariin. Sudah sore kok.)"]
"Mulih opo mulih? Mengko mlipir dolan. (Pulang apa pulang? Nanti mlipir main.)"
["Yo mulih to, nak ra lali penggokane. (Ya pulang to, kalau gak lupa belokannya)."]
"Wooo nakal! Yaudah, Laras di ajak makan dulu kalau mau pulang."
["Iya."] Jawab Dimas yang kemudian menghentikan panggilannya.
"Makan dulu sana, nduk, sama Mas Dimas. Dia mau ngajak pulang setelah makan." Ujar Bu Asih sembari mengembalikan ponsel Laras.
"Iya, buk."
"Owalah, mau ki Dimas to seng nelfon? Kono kene wae kok yo ndadak nelfon. (Owalah, tadi tu Dimas to yang nelfon? Sana sini aja kok ya pakai nelfon.)" Celetuk salah seorang kerabat.
"Ho'oh, arep ngejak ceweke mulih. Wes sore jarene. (Iya, mau ngajak pacarnya pulang. Sudah sore katanya.")" Sahut Bu Asih.
"Mangan sek, nduk. Wong urung mangan kok. (Makan dulu, nduk. Orang belum makan kok)."
"Iyo, kuwi mengko nunggu Dimas. (Iya, itu nanti nunggu Dimas.)" Kata Bu Asih.
Tak lama, Dimas muncul untuk mengajak Laras makan.
"Mas, makan di ruang makan aja. Ada lauk dan sayurnya juga kok. Itu rame prasmanannya." Kata Bu Asih.
"Iya bu." Jawab Dimas.
Setelah berpamitan, Dimas mengajak Laras makan di ruang makan, seperti yang di arahkan oleh ibunya.
"Mas nasinya lagi gak?" Tanya Laras yang ternyata mengambilkan Nasi untuk Dimas.
Dimas tertegun sejenak, sebelum menjawab pertanyaan Laras.
"Udah, segitu aja."
"Mau pake apa?"
"Ayam goreng itu sama pecel aja, Ay. Kerupuk juga mau." Jawab Dimas.
Laras segera mengambilkan permintaan Dimas dan meletakkan piring berisi nasi, lauk dan sayur itu di depan Dimas.
"Matur suwun njih, sayang." Ujar Dimas sembari mengusap - usap kepala Laras yang berbalut jilbab
"Mas nanti di liat orang loh." Cicit Laras.
"Gak ada yang lihat, orang kita cuma berdua." Sahut Dimas.
Laras pun duduk di sebelah Dimas setelah mengambil makanannya. Keduanya tampak menikmati makanan yang ada di piring masing - masing.
"Bihunnya enak gak, Ay?" Tanya Dimas.
"Enak, pedes manis. Mau coba?" Tawar Laras yang kemudian menyuapkan bihun miliknya ke mulut Dimas.
"Mas mau? Kalo mau, ambil punyaku aja, aku gak bakal habis deh, sayang kalo kebuang." Kata Laras.
"Mana, sini." Dimas mendekatkan piringnya pada piring Laras, sementara Laras memindahkan bihun ke piring Dimas.
Keduanya kembali melanjutkan makan mereka sambil mengobrol. Setelahnya, mereka berdua berpamitan pulang pada orang tua dan keluarga Dimas.
...****************...
Hari ini, dapur pondok pesantren tampak lebih sibuk dari biasanya. Para juru masak, di bantu santri dan beberapa warga di sekitar pondok, memasak makanan dalam jumlah besar untuk acara punggahan yang akan di laksanakan ba'da isya nanti.
Acara punggahan untuk menyambut datangnya bulan ramadhan, memang biasa di laksanakan di pondok dengan mengundang seluruh warga desa.
Uti yang selalu di percaya oleh keluarga pondok untuk mengatur urusan dapur saat ada acara besar, tentu sudah berada di sana sedari pagi. Ba'da subuh, Uti dan beberapa ibu - ibu lain termasuk Bu Asih, di jemput menggunakan mobil oleh santri pondok untuk mulai memasak.
"Nduk, nanti malam kesana bareng Dimas ya. Uti gak pulang ini. Pulang nanti malam sekalian." Pesan Uti yang sudah siap, bahkan sudah membawa pakaian ganti.
"Iya, ti." Jawab Laras.
"Yasudah, di kunci pintunya. Uti berangkat dulu." Pamit Uti. Laras pun menyalami Utinya yang hendak pergi sebelum mengunci pintu rumahnya.
Laras yang belum mulai bekerja itu, kemudian mulai membereskan dan membersihkan rumah. Setelah sarapan, Laras pun pergi ke pabrik kerupuk milik Uti.
Seharian ini, Laras sibuk membantu menghandle pekerjaan di pabrik. Karena sudah mendekati Ramadhan, pesanan kerupuk terus bertambah.
Mereka pun memanggil beberapa pekerja harian untuk membantu di pabrik yang mulai kewalahan.
Laras sendiri sampai belum sempat mengisi perutnya lagi, saking sibuk mengurus pesanan yang terus masuk di ponsel admin pabrik.
Admin yang biasa menghandle pesanan, sedang izin karena sakit dan di rawat di rumah sakit. Hingga Laras lah yang kini menghandle semuanya, termasuk memesan kulit di beberapa peternak langganan Uti.
Laras sampai tak menyadari kedatangan Dimas yang masuk ke gudang penyimpanan setelah Nila menunjukkan keberadaan Laras.
"Istirahat." Kata Dimas yang tiba - tiba mengambil buku juga pena dari tangan Laras.
"Ya Allah, Mas Dimas ini ngagetin aja! Untung gak jantungan." Omel Laras.
"Belum makan?" Tanya Dimas yang melihat wajah lelah kekasihnya.
"Belum, tadinya mau makan abis sholat. Tapi lupa gara - gara ada pesanan yang mau cepet di ambil." Jawab Laras yang di bawa Dimas duduk di lincak yang ada di depan gudang penyimpanan.
"Makan dulu sekarang." Titah Dimas sembari membuka makanan yang ia bawa. Tak lupa ia juga menusukkan sedotan di cup minuman.
"Eh, Mas tau dari mana kalo aku belum makan?" Tanya Laras.
"Nebak aja."
"Mas bukannya tadi di toko? Emang kerjaan Mas udah selesai? Kok udah pulang? Nanti sore masih mau ketemu klien lagi, kan? Terus, kesini cuma mau nganterin makanan?" Cerocos Laras.
"Sssttt, makan. Gak usah banyak tanya." Kata Dimas sambil menyuapkan makanan ke mulut Laras.
"Mau tanya aja gak boleh." Gerutu Laras yang bibirnya manyun dan pipi menggembung berisi makanan.
"Njih, sayangku. Aku masih ada kerjaan, makanya cepet di makan. Setelah ini aku balik lagi ke toko, mau ketemu klien juga." Jawab Dimas yang kembali menyuapkan makanan ke mulut Laras.
Laras yang di suapi Dimas, tampak semakin sibuk dengan dengan ponsel dan bukunya.
Keberadaan Dimas yang bersama Laras dan Dimas yang menyuapi Laras, tentu saja membuat gempar para pegawai pabrik.
Kedekatan mereka selama ini saja, memang sudah membuat heboh warga desa yang tak pernah melihat Dimas yang mendapat predikat pria tertampan di desa, dekat dengan perempuan.
Di tambah dengan fakta yang di lihat oleh pegawai pabrik siang ini. Tentu akan menjadi gosip yang menggegerkan.
Berita yang di sampaikan oleh salah satu pegawai yang melihat kejadian itu, membuat pegawai lain yang juga penasaran, sengaja mondar mandir untuk melihat kegiatan mereka.
"Kok mereka pada wara wiri? Ada apa ya, Mas?" Tanya Laras yang terlihat khawatir. Ia hendak berdiri, namun Dimas menahan tangannya.
"Biarin aja, mereka penasaran kita lagi ngapain." Jawab Dimas sembari menyuapkan suapan terakhir makanan Laras.
"Mereka liat dong, aku di suapin Mas dari tadi?" Cicit Laras yang membelalakkan mata.
update trus y kk..
sk bngt ma critany