NovelToon NovelToon
OBSIDIAN BLOOM

OBSIDIAN BLOOM

Status: sedang berlangsung
Genre:Transmigrasi ke Dalam Novel / Romansa Fantasi / Antagonis / Romansa / Reinkarnasi / Cinta Istana/Kuno
Popularitas:798
Nilai: 5
Nama Author: Dgweny

Ia adalah Elena Von Helberg, si Antagonis yang ditakdirkan mati.

dan Ia adalah Risa Adelia, pembaca novel yang terperangkap dalam tubuhnya.

Dalam plot asli, Duke Lucien De Martel adalah monster yang terobsesi pada wanita lain. Tapi kini, Kutukan Obsidian Duke hanya mengakui satu jiwa: Elena. Perubahan takdir ini memberinya hidup, tetapi juga membawanya ke dalam pusaran cinta posesif yang lebih berbahaya dari kematian.

Diapit oleh Lucien yang mengikatnya dengan kegilaan dan Commander Darius Sterling yang menawarkan kebebasan dan perlindungan, Risa harus memilih.
Setiap tarikan napasnya adalah perlawanan terhadap takdir yang telah digariskan.

Lucien mencintainya sampai batas kehancuran. Dan Elena, si gadis yang seharusnya mati, perlahan-lahan mulai membalas kegilaan itu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dgweny, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 9. Ritual Pelepasan Bayangan

Bab 9: Ritual Pelepasan Bayangan

(Duke Lucien De Martel, Lady Elena Von Helberg, & Darius Sterling)

Udara di Labyrinth of Thorns terasa sesak, dipenuhi oleh sihir es yang mengancam dan kegilaan yang nyaris meledak. Pedang Vengeance di tangan Duke Lucien De Martel bergetar, memancarkan cahaya obsidian yang kebiruan, siap memotong leher Darius Sterling.

“Aku tidak berbohong,” ulang Risa/Elena, suaranya tenang, meskipun jantungnya berdentum kencang di balik tulang rusuknya. Ia harus berpegangan pada aktingnya, akting yang kini adalah satu-satunya pelindung mereka dari kemarahan Obsidian.

“Jika kamu ingin menjadi Ratu yang sempurna, Lucien,” Risa melanjutkan, melangkah mendekat, matanya menatap mata merah-gelapnya tanpa gentar. “Aku harus membersihkan jalur kita dari sampah. Aku meninggalkan cincin itu karena simbol sihir kuno tidak boleh disentuh oleh sihir lain. Aku meminta Darius untuk membantuku karena dia adalah Ksatria Musim Dingin kita. Dia tahu lorong rahasia ini, dan dia tahu sihir kuno yang tersembunyi di bawah sarang ini.”

Risa tahu ia mempertaruhkan segalanya pada satu kartu: memanipulasi ego dan obsesi Lucien.

Wajah Lucien adalah pertempuran antara logika dan kegilaan. Ia melihat bukti perselingkuhan—cincin yang ditinggalkan, pertemuan rahasia. Namun, ia juga mendengar janji obsesi yang paling dalam—penghancuran musuh bersama mereka, keinginan untuk menjadi ratunya yang sempurna.

“Dan buku-buku apa yang kamu cari, Elena?” tanya Lucien, nadanya rendah dan mematikan. “Berikan padaku. Sekarang.”

Risa menggelengkan kepalanya. “Kami belum menemukannya. Kami baru saja akan memulai pencarian di ujung lorong ini. Tapi aku tahu tempat di mana sihir terkuat dapat diaktifkan: Aula Tahta. Energi Obsidianmu sangat kuat di sana. Kami membutuhkan tempat itu, dan kami membutuhkanmu.”

Lucien menurunkan pedangnya sedikit. Kegilaan itu mereda, digantikan oleh rasa penasaran dan kepuasan.

“Kamu ingin aku berpartisipasi dalam penghancuran Serafina?” tanyanya, nada suaranya mengandung sedikit gairah yang mengerikan.

“Tentu saja,” jawab Risa, tersenyum dingin. “Aku ingin kamu melihat, Lucien, bagaimana aku membersihkan jalanku menuju singgasanamu. Aku ingin kamu melihat kesetiaan yang kumiliki untuk Obsesimu.”

Lucien mengangguk, kepalanya miring sedikit, masih curiga, tetapi telah diyakinkan. “Baiklah. Kita akan pergi ke Aula Tahta. Dan kamu, Kapten Sterling,” Lucien menatap Darius dengan kebencian yang mendalam. “Jika kamu berbohong tentang tujuanmu malam ini, aku akan memisahkan setiap tulang dari tubuhmu dan menggunakannya untuk menghias singgasana Elena.”

Perjalanan kembali ke Aula Tahta jauh lebih tegang daripada perjalanan menuju pelarian. Lucien berjalan tepat di belakang Risa/Elena, Pedang Vengeance tidak pernah meninggalkan tangannya, sementara Darius mengikuti di belakang mereka, tatapannya tersembunyi.

Risa dan Darius bertukar pandang yang cepat. Risa harus memberinya sinyal bahwa ia sedang mengubah Ritual Pelepasan Bayangan menjadi Ritual Penghancuran Serafina di hadapan Lucien. Darius mengangguk, matanya menunjukkan bahwa ia mengerti dan siap berakting.

Ketika mereka tiba di Aula Tahta yang luas, Lucien menyalakan obor. Bayangan menari-nari di atas batu obsidian yang dingin. Di tengah ruangan, terdapat singgasana De Martel yang terbuat dari es kuno dan batu gelap. Lucien berjalan ke singgasananya, duduk dengan sikap seorang raja kegelapan.

“Sekarang, mulailah, Cintaku,” perintah Lucien, suaranya dipenuhi otoritas yang tidak bisa ditolak.

Risa/Elena berdiri di tengah ruangan, merasakan tekanan besar dari mata Lucien dan energi sihir es yang mengelilinginya. Ia harus merangkai kebohongan yang terdengar sangat nyata, namun juga menjadi pintu masuk bagi ritual Darius.

“Duke,” Risa memulai, suaranya dramatis. “Kita tidak bisa hanya menghancurkan Serafina secara fisik. Kita harus menghancurkan sihir pelindung yang membuatnya begitu mudah dicintai. Dia adalah cahaya yang mencoba memadamkan Kutukan. Dan kita harus memadamkan cahaya itu dengan sihir yang lebih kuat.”

Risa menoleh ke Darius. “Darius, tunjukkan pada Duke formula yang kita temukan. Tunjukkan padanya bagaimana kamu akan menjadi saluran untuk sihirku.”

Darius, yang brilian dalam akting, melangkah maju. Ia membuka gulungan Ritual Pelepasan Bayangan yang asli, tetapi ia hanya membaca bagian-bagian yang tidak terdengar seperti ritual pelarian.

“Yang Mulia,” kata Darius, suaranya tegas. “Ritual ini membutuhkan energi sekunder—seorang Ksatria yang setia, untuk menyalurkan energi gelap Anda. Duke, Anda adalah Obsidian. Lady Elena, Anda adalah Bunga yang mekar dalam kegelapan. Energi Anda berdua dapat ditarik melalui saya, dan kemudian diarahkan untuk menghancurkan aura cahaya Serafina Lowe.”

Darius tahu ritual yang sebenarnya adalah: Menarik energi Obsidian Lucien melalui Risa (katalis) dan kemudian mengikatnya pada dirinya sendiri (saluran). Tetapi Lucien hanya mendengar satu hal: Penghancuran Serafina.

Lucien tersenyum puas. “Ide yang brilian, Kapten Sterling. Kamu berguna. Aku akan mengizinkanmu menjadi saluran untuk kekuatan kami.”

“Darius,” Risa melanjutkan, memainkan perannya. “Letakkan sihir perlindunganmu. Kita harus memulai.”

Darius mengeluarkan serbuk perak dari tasnya—bukan sihir perlindungan, tetapi bubuk aktivasi untuk Ritual Pelepasan Bayangan. Dia menaburkannya dalam pola rumit di lantai Aula Tahta.

“Ini adalah penghalang sementara, Duke,” jelas Darius. “Sihir ini akan memastikan hanya energi gelap Anda yang ditarik, dan tidak ada sihir dari luar yang mengganggu. Lady Elena, Anda harus berdiri di tengah, di atas Simbol Takdir.”

Risa berjalan ke tengah ruangan, tepat di atas simbol De Martel yang diukir di lantai. Simbol itu adalah representasi dari Kutukan Obsidian: mawar dengan duri es yang membeku.

“Sekarang,” kata Risa, menoleh ke Lucien. “Aku membutuhkanmu untuk fokus pada obsesi terbesarmu. Bukan padaku, tetapi pada keinginanmu untuk tidak terganggu. Fokuskan kekuatanmu, dan biarkan Darius menariknya.”

Lucien mengangguk, matanya memancarkan kegilaan. Dia menutup matanya, dan Risa bisa merasakan udara di sekitarnya menjadi dingin. Sihir es mulai menjalar dari singgasananya, membentuk aura tebal di sekelilingnya.

Ini adalah momennya. Risa harus menjadi katalis yang sempurna.

Darius berdiri di seberang Risa, mulai mengucapkan mantra kuno Sterling. Itu adalah bahasa sihir yang terdengar seperti angin musim dingin yang menggerutu. Energi Obsidian Lucien mulai mengalir, tetapi tidak menuju Risa. Risa hanya menjadi pusat transmisi.

Sihir gelap itu, yang merupakan manifestasi dari Kutukan Obsidian, mengalir ke dalam diri Risa. Risa merasakan rasa sakit yang luar biasa, seolah-olah jiwanya ditarik oleh arus yang kuat. Ia harus menahannya agar Lucien tidak menyadarinya.

“Jiwa yang terikat, jika ia memahami dan menenangkan, Obsidian akan melayani.”

Risa memfokuskan pikirannya, bukan pada perlawanan, tetapi pada penerimaan dan pemahaman terhadap penderitaan Lucien. Ia membiarkan kegelapan mengalir melalui dirinya, sambil mempertahankan niatnya untuk membebaskan diri.

Darius melihat bahwa Risa menahan Kutukan itu. Ia meningkatkan intensitas mantranya, dengan cepat mengalihkan fokus sihir itu dari Risa ke dirinya sendiri, sebagai ‘saluran.’

BLAAAAAARRRR!

Cahaya keperakan yang sangat terang meledak dari Darius, bentrok dengan kegelapan Obsidian Lucien. Suara benturan itu seperti guntur yang teredam, dan seluruh Aula Tahta bergetar.

Lucien membuka matanya, terkejut. Kekuatan yang dilepaskan Darius jauh melampaui apa yang ia duga.

“Apa ini?!” teriak Lucien, Pedang Vengeance kini terangkat.

“Ini adalah pembersihan, Duke!” teriak Risa, berakting dengan sempurna. “Darius sedang menarik kekuatan gelap dari Kutukan itu untuk menghancurkan sihir pelindung Serafina! Biarkan dia! Jangan ganggu!”

Lucien, terhalang oleh ilusi obsesinya, ragu-ragu.

Sihir Obsidian—kegilaan, kepemilikan, dan obsesi yang dingin—ditarik keluar dari inti Lucien. Aura esnya meredup. Tubuh Darius bersinar terang, menyerap energi Kutukan itu.

Risa merasakan ikatan dingin di lehernya, di jantungnya, di jiwanya, mulai merenggang. Ia nyaris menang.

Tepat ketika ikatan itu hampir sepenuhnya terlepas, ketika Darius menjerit menahan energi gelap yang mematikan itu, sebuah suara memotong ritual itu.

“Pengkhianatan! Ini adalah ritual pemutusan, Yang Mulia! Bukan pembersihan!”

Lady Clarissa, kepala pengawas yang setia, masuk ke Aula Tahta. Matanya melihat kebenaran yang tidak bisa dilihat Lucien. Dia melihat bubuk aktivasi, dia melihat simbol Sterling yang diukir Darius dengan cepat di lantai, dan dia melihat Darius menjadi wadah untuk Obsidian.

Lucien berbalik, mata merah-gelapnya kini kembali dipenuhi api kegilaan. “Clarissa! Diam!”

“Dia berbohong, Duke!” teriak Clarissa. “Mereka mencoba melepaskan Kutukan itu dari tubuhnya dan mengikatnya pada Kapten Sterling! Jangan biarkan mereka menyelesaikan ritualnya!”

Lucien melihat cincin Obsidian yang ditinggalkan Risa. Dia melihat keputusasaan di mata Risa. Dia melihat keringat dan ketakutan di wajah Darius. Semua keraguan kembali, diperkuat sepuluh kali lipat.

“Pengkhianat!” raung Lucien, suaranya berubah menjadi geraman dingin yang mengerikan. Sihir es di sekitarnya meledak.

Darius, yang hampir berhasil menarik seluruh energi Kutukan itu, roboh, tubuhnya membeku. Ritual itu terputus secara brutal.

Lucien mengarahkan Pedang Vengeance ke arah Risa.

“Kamu berani mengkhianati Obsesiku, Elena?” raung Lucien, matanya kini memancarkan cahaya es yang mematikan. “Aku akan memberimu nasib yang lebih buruk daripada kematian!”

Sihir es Lucien menembus Aula Tahta, merangkak di lantai. Pedang Vengeance melesat.

Risa tidak punya waktu untuk menghindar. Bilah obsidian itu menembus sisi tubuhnya. Rasa sakit yang tajam dan dingin membakar tubuhnya. Ia jatuh berlutut, darah merah hangatnya menyebar di atas batu Obsidian yang dingin.

Lucien mendekat, ekspresi di wajahnya adalah campuran ngeri, gairah yang menyakitkan, dan kemarahan yang membunuh.

“Sekarang, kamu terikat padaku dengan darahmu sendiri,” bisik Lucien. Dia menjatuhkan pedangnya, berlutut di hadapan Risa, mencengkeram wajahnya. “Aku tidak akan membiarkanmu mati! Kamu milikku!”

Darius, yang terikat dan sebagian membeku di lantai, menjerit. “Lucien! Jangan sentuh dia! Ritual itu terputus! Itu akan membunuhmu!”

Lucien mengabaikannya. Dia memeluk Risa, merasakan kehangatan darahnya di tangannya.

Pada saat itu, sesuatu yang aneh terjadi. Karena Ritual Pelepasan Bayangan yang terputus, energi Obsidian yang masih berada di dalam tubuh Risa bereaksi terhadap darahnya sendiri dan obsesi Lucien yang gila.

Rasa sakit Risa menghilang. Ia merasakan kehangatan dan kekuatan yang asing mengalir ke dalam dirinya. Pandangannya menjadi tajam. Ia merasakan sihir di udara, sihir gelap, sihir es, sihir Obsidian.

Risa mendorong Lucien, kekuatannya mengejutkan. Lucien mundur, tampak bingung.

“Aku… Aku tidak… Aku bukan hanya milikmu,” kata Risa, suaranya kini berbeda, lebih dingin, lebih resonan. Ia menatap telapak tangannya. Darah yang tumpah itu bercampur dengan es yang dikeluarkan Lucien.

Tiba-tiba, mata Risa/Elena—yang selama ini berwarna cokelat terang—berubah. Mereka berdenyut, dan irisnya berubah menjadi warna hitam pekat yang dingin, hanya dihiasi dengan cincin luar berwarna merah darah. Ia memancarkan aura yang sama dinginnya dengan Lucien, tetapi lebih tenang.

Lucien menatapnya, bukan dengan obsesi, tetapi dengan terkejut yang mengerikan.

“Elena?” bisik Lucien.

Risa tersenyum, senyum yang bukan milik Risa, melainkan milik seseorang yang baru—seseorang yang telah sepenuhnya menyerap energi gelap yang terputus itu.

“Tidak,” jawabnya, suaranya adalah bisikan yang dingin, tetapi dipenuhi otoritas. “Aku adalah Obsidian yang baru. Dan aku tidak akan pernah menjadi budak obsesi siapa pun.”

Lucien memandang cincin Obsidian yang ada di meja kamar tidur, lalu ke Risa yang baru.

“Kamu… Kamu mengambil Kutukan itu?” Lucien bertanya, suaranya dipenuhi rasa takut yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. “Kamu adalah... Obsidian Vessel?”

Bersambung....

1
shookiebu👽
Keren banget nih cerita, authornya jago banget!
Dgweny: makasihhh banyak
total 1 replies
Bell_Fernandez
Plot yang rumit, namun brilian.
Dgweny: makasih banyak
total 1 replies
Tae Kook
Jangan biarkan kami menunggu lama-lama, update please~~
Dgweny: siapp , di tunggu update selanjutnya yaaaa
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!