Kepergian Nayla menjelang pernikahannya, membuat semua orang bersedih, termasuk Laura sang kakak.
Ketika takdir membalikan kehidupan dan menulis cerita baru, Laura harus menerima kenyataan bahwa ia harus menjadi pengantin pengganti sang adik, Nayla. Untuk menikah dengan calon suaminya bernama Adam.
Namun, ketika akad nikah akan berlangsung, sang ayah justru menolak menjadi wali nikahnya Laura. Laura ternyata adalah anak haram antara ibunya dengan laki-laki lain.
Pernikahan yang hampir terjadi itu akhirnya dibatalkan. Fakta yang baru saja diterima lagi-lagi menghantam hati Laura yang masih di rundung kesedihan. Laura lalu meminta pada Adam untuk menunda pernikahan hingga dia bertemu dengan ayah kandungnya.
Bagaimana perjalanan Laura mencari ayah kandungnya? Apakah dia akan bertemu dengan ayah biologisnya itu? Dan bagaimana kisah cintanya dengan Adam? Baca kisah selanjutnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Dua Puluh Tujuh
Matahari yang terbenam dengan lambat memancarkan cahaya jingga yang temaram di jalanan kota. Namun, malam itu, sinar yang hangat dari sang surya seolah dibungkam oleh berita yang tiba-tiba datang bagaikan petir di siang bolong. Mama Ratna, wanita berusia lima puluh tahun dengan rambut hitam berkilau yang sudah mulai diselingi uban, dikejutkan oleh telepon dari rumah sakit.
Setelah menghubungi Adam, Mama Ratna terduduk di sofa. Teringat pertengkaran kemarin saat dirinya menanyakan tentang Sumarni.
"Apakah Mas Ariel kecelakaan karena terlalu banyak pikiran? Bukankah dia mengatakan akan ada presentasi. Seharusnya aku memang tak menambah beban pikirannya. Maafkan aku, Mas," gumam Ratna dalam hatinya. Menyesali apa yang dilakukan kemarin.
Beberapa saat kemudian terdengar suara langkah kaki. Ratna yakin itu Adam putranya. Wanita itu tak berani menyetir sendiri dalam keadaan kacau, takut terjadi sesuatu.
"Ma, ayo kita langsung ke rumah sakit," ajak Adam begitu sampai di hadapan mamanya.
Mama Ratna mengangguk, meraih tasnya, dan dalam hitungan detik, mereka sudah berada dalam mobil. Jalanan kota yang biasanya cerah kini seolah mengambil warna kelabu yang menampakkan kedamaian yang rapuh. Adam menggigit bibir bawahnya, berusaha menahan rasa cemas yang merayapi pikirannya.
“Mama, Papa pasti akan baik-baik saja. Mama yang tenang dan sabar," ucap Adam, suaranya serak karena menahan sebak.
“Ya, Nak. Kita hanya perlu berdoa. Dan pasti ada harapan,” jawab Mama Ratna sambil berusaha meyakinkan diri sendiri.
Mobil meluncur kencang, dan seolah tak ada waktu untuk sia-sia. Saat sampai di rumah sakit, Mama Ratna dan Adam bergegas keluar dari mobil. Lobi rumah sakit yang biasanya ramai kini terasa mencekam dengan suasana tegang yang menyelimuti. Mereka langsung menuju meja registrasi.
“Dokter, bagaimana keadaan suami saya, Ariel?” tanya Mama Ratna dengan mata berbinar penuh harap.
Seorang suster berwajah serius menghadapi mereka. “Ibu, saat ini suami Ibu sedang dioperasi. Dia dalam kondisi kritis. Namun, kami membutuhkan donor darah untuk melanjutkan operasi.”
“Donor darah?” ulang Mama Ratna, bingung. “Kenapa?”
“Golongan darah suami Ibu sangat langka. Kami kekurangan stok darahnya.” Perempuan itu menjelaskan dengan nada datar.
Adam menatap ibunya, tampak cemas. “Mama, kita bisa cari donor di luar, kan? Banyak teman Papa.”
Sekilas, Mama Ratna merasa optimis, namun ketegangan di wajahnya tak bisa tersembunyi. “Iya, Adam. Kita akan coba.”
“Mama, kita harus cepat! Jika tidak ada orang yang bisa mendonorkan darah, gimana nasib Papa?” suara Adam mulai bergetar. Rasa panik menghantui setiap sudut hatinya.
“Tenang, Nak. Kita coba telepon beberapa orang,” Mama Ratna berusaha tetap tenang meskipun hatinya kacau. Dia merogoh tas dan mengeluarkan ponsel. Dengan tangan yang sedikit goyah, dia mulai mencatat nomor teman-teman Ariel.
“Siapa yang harus kita hubungi?” tanya Adam, matanya meneliti daftar nomor telepon yang ditulis ibunya.
“Bisa calon donor di sini. Ayo, cepat!” Mama Ratna menjawab tanpa banyak berpikir.
Mama Ratna segera menghubungi teman-teman dekat Ariel namun satu per satu tidak ada yang bisa. Di dalam hatinya, ia merasakan resah semakin menggerogoti. Kewalahan, di telepon terakhir, Mama Ratna mendengar suara jernih.
“Maaf, Bu. Saya sudah pernah mendonorkan darah cukup sering, jadi belum bisa lagi,” suara itu berasal dari Rahmat, sahabat Ariel.
“Bagaimana? Tidak ada yang bisa?” Adam mengeluh, kepalanya menunduk.
“Setiap orang punya keterbatasan,” jawab Mama Ratna sambil menepuk bahu Adam. “Tetap tenang. Kita cari opsi lain.”
Walau dalam hatinya juga sangat kuatir, Ratna berusaha tetap tenang. Dia lalu menghubungi bawahannya untuk menanyakan apakah ada yang memliki golongan darah B negatif.
Golongan darah B negatif termasuk salah satu golongan darah langka karena hanya 2% pendonor darah yang memilikinya. Pasien golongan darah B negatif hanya dapat menerima darah dari donor golongan darah B negatif lainnya atau dari donor golongan darah O negatif .
“Mama, gimana kalau kita ke grup WhatsApp karyawan dan rekan kerja Papa? Mungkin ada yang siap membantu,” saran Adam.
“Ide bagus, Adam. Ayo kita coba,” Mama Ratna mengambil ponsel dan mulai mengetik.
Setelah mengirimkan pesan ke grup, ada harapan kecil menghampiri mereka ketika pesan demi pesan masuk. “Bisa,” tulis satu teman Ariel. “Aku bisa bantu,” tulis yang lainnya. Semangat mereka kembali pulih, hingga tiba-tiba...
“Apakah ada darah yang cocok?” seketika Adam berkata dengan nada penuh harap. “Siapa yang siap?”
Dari keterangan teman-teman di grup, ternyata beberapa di antara mereka memang siap untuk mendonorkan darah. Di dalam hati Mama Ratna, dia berdoa agar darah yang langka bisa segera didapatkan.
“Kalau kita cari yang di rumah sakit sebelah?” saran Adam. “Mungkin mereka ada stok! Aku akan segera ke sana!”
“Mama bisa ikut, atau kamu sendiri?” tanya Mama Ratna.
“Aku aja, Mama. Mama tunggu di sini, ya?” Adam mencari keyakinan di matanya.
Mama Ratna merasa tidak tenang, tapi melihat semangat anaknya, dia hanya bisa manggut-manggut. “Hati-hati, Nak.”
Dengan sepenuh hati, Adam berlari keluar rumah sakit, berusaha sekuat tenaganya untuk mendapatkan stok darah yang sangat dibutuhkan itu. Mama Ratna memandang anaknya pergi dengan rasa berat di dadanya, setiap langkah yang diambil Adam terasa menggerogoti harapan yang tersisa.
Mama Ratna kembali memandangi ruang operasi. Waktu terasa mengulur, membuat hatinya makin cemas. Rasa fobia kembali menghantui, bayangan wajah Ariel, suaminya, terlintas dalam pandangannya. Air mata tak tertahan mengalir namun ia berusaha untuk tetap tegar.
***
Di luar, Adam berlari cepat. Dia mengingat dengan jelas wajah-wajah ceria dari teman-teman Papa. Momen keceriaan yang mungkin tinggal kenangan. Dalam pikirannya, teringat semua kenangan saat Papa Ariel membuat mereka tertawa dan bercerita tentang mimpi-mimpi besar.
“Papa pasti kuat. Termasuk saat ini, tentu dia juga tidak ingin membuat kita kuatir,” gumamnya pada dirinya sendiri.
Namun, petualangan mencari darah tak semudah yang dibayangkan. Rumah sakit sebelah ternyata juga mengalami masalah serupa. Sangat sedikit donor yang bisa ditemukan, hingga akhirnya Adam berputus asa, duduk termenung di luar rumah sakit.
Sesaat kemudian, ponselnya bergetar, pesan baru muncul dari Mama Ratna. "Ada kabar, Nak? Papa harus segera mendapatkan donor!"
Adam mengeluh, meremas ponsel. "Mama berdoa, ya? Kita tidak boleh putus asa." Balas Adam.
Dengan tekad baru, Adam berdiri dan melawan rasa lelah yang menyelimuti. Kini yang terpenting adalah terus bertahan, mencari dan tidak menyerah untuk Papa yang dia cintai. Walau dia hanya anak angkat, tapi sangat menyayangi kedua orang tuanya.
Mungkin hanya Laura yng sama darah nya dngn ayah kandung nya , persoalannya bersedia kah Laura membantu ayah yng sdh membuang diri nya 😠😠😠