Kepergian Nayla menjelang pernikahannya, membuat semua orang bersedih, termasuk Laura sang kakak.
Ketika takdir membalikan kehidupan dan menulis cerita baru, Laura harus menerima kenyataan bahwa ia harus menjadi pengantin pengganti sang adik, Nayla. Untuk menikah dengan calon suaminya bernama Adam.
Namun, ketika akad nikah akan berlangsung, sang ayah justru menolak menjadi wali nikahnya Laura. Laura ternyata adalah anak haram antara ibunya dengan laki-laki lain.
Pernikahan yang hampir terjadi itu akhirnya dibatalkan. Fakta yang baru saja diterima lagi-lagi menghantam hati Laura yang masih di rundung kesedihan. Laura lalu meminta pada Adam untuk menunda pernikahan hingga dia bertemu dengan ayah kandungnya.
Bagaimana perjalanan Laura mencari ayah kandungnya? Apakah dia akan bertemu dengan ayah biologisnya itu? Dan bagaimana kisah cintanya dengan Adam? Baca kisah selanjutnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Dua Puluh Sembilan
Ratna langsung memeluk Laura dan mengucapkan banyak terima kasih. "Terima kasih, Laura," Ratna berkata dengan suara yang terharu. "Terima kasih atas kebaikanmu. Kamu tidak perlu melakukan ini, tapi aku sangat berterima kasih atas kesediaan kamu untuk membantu Om Ariel."
Ratna tak tahu harus berkata apa. Mau tak mau nantinya dia harus bisa menerima kehadiran Laura sebagai anak tirinya.
Laura merasa sedikit lega. "Aku hanya ingin membantu, Tante," Laura berkata dengan suara yang lembut. "Aku mau membantu Om Ariel sembuh karena Adam dan Tante sudah begitu baik denganku."
Ratna tampak menarik napas berat, dia masih belum tahu pasti, apakah Laura pergi dari rumah karena tahu Ariel ayah kandungnya atau memang karena ingin mandiri setelah di terima bekerja.
Ratna memandang Laura dengan mata yang terharu. "Aku akan menghubungi Adam. Dia harus tahu tentang ini. Adam sedang mencari stok darah B negatif ini ke rumah- rumah sakit."
"Silakan, Tante. Biar Adam tak mencari lagi." Laura menjawab dengan pelan.
"Laura, boleh Tante tau, kenapa kamu pergi dari rumah?" tanya Ratna. Dia tak bisa lagi menyimpan rasa ingin tahunya.
"Aku mau kos dekat kantor aku, Tante. Maaf, waktu itu aku tak sempat pamit. Setelah menerima telepon dari perusahaan dan meminta aku segera bekerja, aku langsung memutuskan untuk mencari kos terdekat. Sekali lagi maaf, Tante," ucap Laura.
"Tak perlu minta maaf. Tante mengira kamu tak betah dan karena ada sesuatu yang membuat kamu tak nyaman sehingga memutuskan pergi!" seru Tante Ratna, dia berusaha mengorek kebenaran dari gadis itu.
"Tante dan Adam begitu baik. Aku pindah hanya agar lebih dekat ke perusahaan."
Ratna hanya tersenyum mendengar jawaban dari Laura. Sepertinya gadis itu tak mau membuka kebenarannya.
Ratna segera menghubungi Adam dan mengatakan tentang Laura yang memiliki golongan darah yang sama dan bersedia mendonorkan darahnya. Adam terkejut dan segera menuju ke rumah sakit untuk menemani Laura.
Saat Adam tiba di rumah sakit, dia langsung menuju ke ruang transfusi darah. Dia melihat Laura yang sedang duduk di kursi, menunggu proses transfusi darah dimulai.
"Laura ...," panggil Adam. Dia berjalan masuk dan mendekati ranjang dimana Laura sedang melakukan transfusi darah. Laura hanya menjawab dengan senyuman.
"Laura, terima kasih," ucap Adam. "Terima kasih atas kebaikanmu. Sebenarnya kamu tidak perlu melakukan ini, tapi aku sangat berterima kasih atas kesediaan'mu untuk membantu Papa."
Laura merasa sedikit lega. "Sebagai sesama manusia, aku ingin membantu, Adam," Laura berkata dengan suara yang getir menahan rasa sesak di dada. Adam yang mendengar jawaban dari Laura hanya bisa tersenyum simpul dan menarik napas.
Mungkin rasa sakit atas penolakan sang ayah masih belum sembuh, tapi dia merasa harus membantu sebagai sesama makhluk Tuhan. Apa pun yang ada dalam pikiran Laura, yang jelas, kesediaannya mendonorkan darah sangat membantu.
Proses transfusi darah dimulai, dan Laura merasa sedikit tidak nyaman. Tapi dia tahu bahwa dia harus melakukan ini untuk membantu Ariel, ayah biologisnya.
Saat proses transfusi darah berlangsung, Adam duduk di sebelah Laura, menemani dia. "Laura, saya tidak tahu apa yang harus aku katakan," Adam berkata dengan suara yang lembut. "Tapi aku sangat berterima kasih atas kebaikanmu. Kamu pasti sulit dalam mengambil keputusan ini, tapi aku kagum denganmu. Dengan berjiwa besar kamu mau mendonorkan darahmu!" seru Adam.
Laura merasa sedikit lega. "Aku hanya ingin membantu sebagai balasan kebaikan kamu, Adam," Laura berkata dengan suara yang serak karena menahan tangis. Apa yang Adam katakan itu benar adanya. Dia begitu sulit dalam mengambil keputusan ini.
Jika dia tak mau menolong dan ternyata nyawa Ariel tak bisa ditolong, pasti akan menjadi penyesalan seumur hidup baginya.
Setelah proses transfusi darah selesai, Laura merasa sedikit lelah. Tapi dia tahu bahwa dia telah melakukan sesuatu yang baik untuk membantu Ariel.
Ratna dan Adam berterima kasih kepada Laura atas kebaikannya. "Terima kasih, Laura," Ratna berkata dengan suara yang terharu. "Terima kasih atas kebaikanmu. Tante tak tau harus berkata apa. Bantuanmu ini sangat berarti bagi Tante."
"Tante, tak perlu berterima kasih begitu. Aku ikhlas membantu. Aku mau pamit pulang," ucap Laura. Tubuhnya terasa sangat lelah. Bukan hanya karena baru saja mendonorkan darah, tapi karena beban pikirannya. Tadi dia harus melawan rasa egonya.
"Aku antar kamu pulang," ujar Adam.
"Tak perlu, Adam. Aku bisa pulang sendiri. Kamu temani saja Tante Ratna. Pasti Tante sangat lelah," balas Laura.
"Kalau gitu, biar aku temani kamu hingga ke taksi," ujar Adam. Laura hanya bisa menganggukan kepalanya. Tak mungkin lagi menghindar.
Keduanya lalu pamit dengan Tante Ratna. Baik Adam maupun Laura tak ada yang buka suara. Mereka diam menyusuri lorong rumah sakit. Jam telah menunjukan pukul sebelas malam.
"Laura, kamu yakin pulang jam segini. Kamu tak takut pulang sendirian? Aku antar ya?" tanya Adam lagi saat mereka telah berada di halaman rumah sakit.
"Tak perlu, Adam. Aku bisa pulang sendiri. Jangan kuatir, aku telah banyak melewati kesulitan, dan pulang di jam segini bukan lagi ketakutan bagiku. Terima kasih sudah mengantar," jawab Laura.
Mereka telah sampai di depan salah satu taksi. Saat Laura akan masuk, pertanyaan Adam membuatnya mengurungkan niat.
"Ini bukan karena kamu ingin menghindari aku'kan?" tanya Adam.
Laura lalu membalikkan tubuhnya menghadap ke Adam. Dia lalu tersenyum kaku. "Kenapa aku harus menghindar? Di antara kita tak terjadi apa-apa. Aku hanya ingin menyelamatkan mentalku. Jika terus di rumah kamu, aku bisa gila. Satu lagi, Dam. Aku mau kamu pikirkan ulang tentang rencana pernikahan kita. Sebaiknya kita batalkan saja!" seru Laura.
Adam terkejut mendengar ucapan Laura. Tak pernah dia berpikir akan mengakhiri hubungan ini walau papanya Ariel sempat meminta. Kebersamaan mereka telah menumbuhkan rasa simpatik pada dirinya terhadap Laura. Entah cinta atau hanya sekedar rasa kasihan. Namun, yang pasti, dia masih ingin melanjutkan rencana pernikahan mereka.
"Kenapa harus mengakhiri setelah kita melangkah sejauh ini? Jika kamu tak ingin dekat dengan papa, bukankah kita tak akan tinggal bersama setelah menikah. Apa kamu sudah lupa janji kita di depan jenazah Nayla?" Adam balik bertanya.
"Aku tak tau, Adam. Tapi satu yang pasti, sebaiknya kamu pikirkan lagi semua ini. Kita jaga jarak saja dulu untuk dapat meyakinkan hati, apakah keputusan ini benar!" seru Laura.
Laura masuk ke dalam taksi tanpa menunggu jawaban dari Adam. Dia meminta supir segera menjalankan mobil dan meninggalkan halaman rumah sakit.
yang dl gak setuju sama Laura
Daniel kah
atau bapak nya?
gantian jd pengganti