"Jodoh putriku ada diantara kedua putramu." Itu kalimat terakhir yang dikatakan Verharg kepada Johan sebelum meninggal.
Leah Gracella, setelah kematian kedua orang tuanya ia diangkat menjadi bagian dari keluarga bangsawan Royce. Johan meyakini apa yang dikatakan Verharg, sehingga setelah Leah dewasa ia menjodohkan nya dengan putra sulung yaitu Austin Royce.
Johan sudah yakin pilihannya tepat. Namun tanpa sepengetahuannya suatu hal besar telah terjadi, Leah terlibat one night stand dan diam-diam tengah mengandung anak dari putra kedua Johan yaitu Alister Royce.
Lalu siapakah jodoh yang tepat untuk Leah? Austin atau Alister?..
.
SIMAK KISAH SELENGKAPNYA>>
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dilla_Nurpasya_Aryany, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 25
Sebuah mobil metalik hitam terparkir di depan bar sederhana yang cukup nyaman walaupun sempit. Terlihat ada banyak pengunjung di sana untuk minum-minum atau sekedar melakukan pertemuan.
"Apa ini tempatnya?." Lirih Alister.
"Benar, alamat yang Leah berikan di sini."
"Cih! apa tidak ada tempat lain lagi? kenapa dia harus mengunjungi tempat ini." Ali dapat mencium aroma alkohol yang menyengat dari sana.
"Biar aku yang masuk ke dalam." Ujar Chris.
"Tak usah, tunggu saja di sini." Timpal Ali.
"Baiklah."
Ali keluar dari dalam mobilnya, seketika banyak mata tertuju pada pria itu. Pria asing yang tampan juga tinggi penuh wibawa. Mereka bertanya-tanya apakah orang seperti dia yang seperti bukan orang biasa sering datang ke tempat bar sederhana yang berada cukup jauh dari perkotaan?.
"Woah siapa pria itu?."
"Sekilas dia terlihat mirip dengan CEO Nexora Group."
"Tuan Austin?."
"Benar, tapi itu bukan dia."
"Apa jangan-jangan..."
"Ekhem!." Chris berada di tengah-tengah mereka. Walaupun di satu sisi ia memiliki sifat humoris tetap saja tugas utamanya adalah seorang bodyguard yang memiliki aura menyeramkan yang menekan kuat. "Lanjutkan saja, jangan ikut campur."
"B-baik."
Chris kembali mengembangkan senyum manisnya yang ramah, ia harus tetap berjaga di luar.
Sesampainya di dalam, Alister langsung menemukan Leah yang duduk di sebuah meja dengan minuman bir yang tertata. Wanita itu terlihat menunduk, seperti kehilangan arah namun masih sadar.
"Apa ini cara baru untuk menyakiti tubuhmu?." Ali merebut botol minuman yang dipegang Leah.
Leah menengadah, ia memicingkan mata untuk melihat siapa yang berdiri di hadapannya. "Ah direktur.. Akhirnya kau datang juga."
Leah yang sudah mulai mabuk mencari-cari kotak putih dengan matanya yang setengah terbuka. "Ini, aku lupa memberikannya saat di kantor. Berkas dari ketua Jay untuk kelengkapan data yang diperlukan."
Ali menatap lekat wanita di hadapannya. Terlihat kacau, lemah, dan pipinya yang merah karena pengaruh alkohol. Ali mengernyitkan dahi, rasanya ia ingin marah dan membawa Leah keluar dari situasi itu.
"Kenapa? ini terimalah." Leah tak paham, Ali malah menatap dirinya tapi tidak menerima kotak berisi berkas itu.
"Berhentilah minum, kau sudah mabuk Leah."
"Tidak tuh, aku masih memiliki kesadaran kok."
Alister meletakkan kembali kotak yang diberikan Leah, pria itu duduk di sampingnya. Terlihat Leah bertanya-tanya kenapa Ali bertindak demikian.
"Tempat ini kurang cocok untuk direktur, kenapa malah duduk?." Leah yang sudah lemas dan matanya yang cukup berat menyenderkan kepalanya pada meja.
"Apa ini sangat menyakitkan bagimu?." Lirih Ali.
Leah tak langsung menjawab, Alister tahu penyebab Leah seperti ini karena hanya dia yang ikut menyaksikan perbuatan kotor Austin saat di kantor tadi.
"Hmm.. Ini sakit." Pelan Leah, dadanya sesak malahan sekarang semakin terasa berat setelah bertemu Alister. Rasanya ingin meledak dan berontak.
"Kau begitu mencintai Austin rupanya."
Leah hanya diam.
Di masa kecil Alister tak banyak menghabiskan waktu bersama Leah karena pindah ke luar negeri, berbeda dengan Austin pasti kakaknya itu memiliki tempat yang spesial di hatinya karena waktu yang mereka habiskan cukup lama.
Leah menatap seksama wajah Ali, mata mereka bertemu. Ini aneh, sebelumnya Leah tak menangis bahkan tak bisa mengeluarkan air mata tapi entah kenapa sekarang dorongan itu malah terasa kuat. Mata Hazel Leah berkaca-kaca, air bening itu jatuh tanpa izin.
"Ini menyedihkan.. Selama ini aku dituntut untuk menjadi sempurna, mengesampingkan keinginan hati dan kebebasan. Seluruh hidupku hanya untuk keluarga Royce, tapi tidak ada yang salah dengan itu aku juga bisa hidup seperti sekarang karena om Johan. Pernikahan ini bentuk balas balas budiku kepada mereka sekaligus kesepakatan orang tua." Leah mengasihi dirinya sendiri.
"Aku percaya Austin karena kita sudah tahu di kemudian hari akan menikah dan saling menjaga. Setelah melihatnya seperti itu. Kepercayaan, kebersamaan yang telah dibangun bersama semuanya jadi hancur tak berarti."
"Aku tak tahu harus apa, ini sangat menekan diriku seperti tertindih batu besar yang menenggelamkan tubuh ke dasar laut." Leah sudah tak peduli lagi saat ini ia sedang mengoceh di hadapan siapa, tak peduli juga jika Alister akan menertawakan nasibnya.
Leah tak sanggup lagi menahan air mata, wanita itu menghadap ke arah lain rasanya tak berani beradu tatap dengan Alister.
"Kemari.. Meja akan sakit, bersandar lah di tubuhku." Ali meraih tubuh Leah, meletakkan kepalanya pada dada bidang.
Mendapat perlakuan seperti itu membuat Leah semakin terisak, ia menangis tersedu-sedu mengeluarkan semua yang tertahan.
Ali terdiam saat melihat bibir Leah yang gemetar.
Sepanjang jalan ke arahmu, aku selalu tertawa dalam hati. Kalau kau terus menghindar dan tetap berprasangka baik, kau tidak akan pernah tahu rahasia kelam pria itu.
Baru hari ini kau melihat dan akan benar-benar meninggalkannya.
Tapi hatiku sakit.. Seharusnya ini adalah kehancuran hubunganmu yang aku dambakan. Namun saat kau hancur, rasanya seakan dadaku dipenuhi dengan luka memar.
Meski tak ingin mendengar, aku tetap mendengar tangisannya. Leah.. Katakanlah apa yang kau inginkan? Apapun yang kau ucapkan aku akan menurutimu.
Kalau kau ingin sesuatu, aku akan memberikannya.
Jika kau ingin melakukan sesuatu, aku akan melakukannya bersamamu.
Kalau kau ingin pergi ke suatu tempat, aku akan membawamu ke mana saja yang kau inginkan.
Jika kau ingin dia mati.. Aku akan membunuhnya.
Tapi kau pasti tidak akan melakukan itu.
Kau tidak menginginkan apapun dariku..
Aku hanya bisa menjaga punggungmu yang terus memandangi punggungnya.
Aku tidak melakukan apapun.
Setelah cukup lama terisak, kini Leah sudah merasa sedikit baikan. Apa yang ditahan, semuanya telah dikeluarkan.
"Apa sudah tenang?." Lirih Ali.
Dengan perlahan Leah mengangguk. Walaupun begitu ia masih tetap dalam keadaan mabuk yang suatu waktu akan hilang kesadaran dan tumbang. "Aku tidak ingin pulang ke rumah."
Mksh udah update lagi
Lanjut thor...makin seru critanya
Mksh othor...UP nya yg byknya dong, krg kalau cuma 1 mah
Mksh othor atas up nya, gak sabar nunggu part selanjutnya