Seorang Wanita yang berjuang bertahun-tahun menghadapi badai hidupnya sendirian, bukan sebuah keinginan tapi karena keterpaksaan demi nyawa dan orang yang di sayanginya.
Setiap hari harus menguatkan kaki, alat untuk berpijak menjalani kehidupan, bersikap waspada dan terkadang brutal adalah pertahanan dirinya.
Tak pernah membayangkan, bahwa di dalam perjalanan hidupnya, akan datang sosok laki-laki yang mampu melindungi dan mengeluarkannya dari gulungan badai yang tak pernah bisa dia hindari.
Salam Jangan lupa Bahagia
By Author Sinho
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sinho, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
My LB-28
Dryana tak ingin berkeliling dengan percuma untuk mencari tempat yang aman, cukup di Apartemen Evan saja dirasa tempat yang paling aman.
Tangannya dengan lihai sudah memasukkan sebuah kode, dan pintu Apartemen itupun terbuka, Evan yang melihat hal itu tersenyum, rupanya Dryana sudah terbiasa dengan dirinya, dan itu artinya ada chemistry yang sudah terjalin tanpa di sadari.
"Aku akan buatkan minuman" ucap Dryana yang sudah lebih dulu menuju ruang belakang.
Evan hanya mengangguk, lalu duduk di sofa dan menyandarkan tubuhnya, maklum, seharian ini sudah bekerja cukup keras untuk menyelesaikan masalah.
"Jus buah, untuk menyegarkan otak kita" ucap Dryana yang kini sudah menenteng dua gelas yang sama dan meletakan di atas meja.
Evan tersenyum, mengambil dan menikmatinya, lumayan, benar-benar segar dan membuat mood nya kembali.
"Ada yang aku takutkan Ev" ucap Dryana lagi.
"Aku tidak akan memaksa mu Sweety, tenang saja"
"Ish, bukan kau, tapi hal lain"
"Apa?" Tanya Evan dengan wajah sok gak taunya.
"Mozart Company akan dijual, untuk menutupi kekurangan dana di perusahaan Gurven Company"
"Lalu?"
"Kok lalu?, aku akan kehilangan perusahaan ku Ev, mengerti tidak?"
"Tidak akan"
Jawaban Than membuat Dryana terkejut, apa ada yang dirahasiakan darinya?, atau kah Evan hanya asal bicara.
"Bagaimana kau yakin aku tidak akan kehilangan perusahaan ku?" Tanya Dryana.
Pertanyaan yang sulit, karena tak mungkin juga Evan membuka kartunya sekarang ini, dan berakhir dengan kata-kata yang menurut Dryana tak masuk akal.
"Aku sudah meminta pada yang maha kuasa"
"Ck, aku serius Ev!" Seru Dryana.
"Aku serius, siapa yang paling berkuasa di muka bumi ini, bahkan membuat sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin, bukankah hanya Tuhan kita yang Esa?"
"Aku tau, tapi bukan saatnya sekarang membahas hal itu"
"Kita hanya perlu ber pasrah dan yakin akan kuasa Nya Dry, jangan lupakan itu, okey?"
"Aku percaya hal itu Ev, tapi_, sudahlah, capek aku bicara dengan mu" akhirnya Dryana menyerah dan hanya duduk malas di atas sofa.
Evan tersenyum menatapnya, lalu mendekati dan melihat wajah Dryana begitu dekat.
"Ada apa?" Tanya Dryana terkejut.
"Apa yang kau pikirkan tentang aku?" Tanya Evan yang membuat alis Dryana mengkerut.
Sedikit lama Dryana menjawabnya, lalu ada senyuman tipis yang keluar dari bibirnya.
"Bad boy"
"Oh sial, hanya itu?" Tanya Evan.
"Tentu saja, kau sang Casanova Bukan?, dan sering berganti-ganti perempuan , itulah yang aku tau, ada penyangkalan?"
Evan menarik nafas panjang, lalu menghembuskan perlahan, dan kemudian menormalkan duduknya, siap memberikan konfirmasi soal apa yang dituduh kan.
"Mereka yang mengejar ku dengan agresif, dan bahkan kadang tidak tau malu, jadi aku tak bisa mengendalikan hati banyak orang Dry"
"Benarkah?, lalu, berapa kali kau punya kekasih?"
"Emm, aku tidak ingat, banyak mungkin " jawab Evan.
"Dan aku wanita yang tak pernah dekat dengan pria manapun Ev, lucu sekali, justru sekarang di pertemukan oleh mu, sang Tuan Casanova "
Evan kembali tertawa, lalu merangkul Dryana dan membawa dalam pelukannya.
"Apa kau tak melihat hal yang patut di banggakan dariku Dry?"
"Kau mau menerimaku apa adanya, walaupun nanti akan menjadi wanita miskin, bukankah begitu?"
"Siapa yang bilang kau miskin sweety?"
"Aku akan kehilangan semuanya sebentar lagi Ev, dan harus hidup sederhana dengan mu"
"Oh ya, bagaimana kalau aku bilang kau akan hidup lebih mewah dan layak saat bersama ku?"
"Mimpi!" Sahut Dryana.
Evan tertawa kembali, melihat ketulusan hati Dryana saat dengan rela Ingin hidup sederhana bersama dengannya.
Sampai detik ini memang Evan masih merahasiakan siapa dia dan keluarga besarnya, bukan ingin membohongi Dryana, tapi lebih pada keinginannya untuk mendapatkan pendamping yang tak memandang status kekayaannya.
Dan sedetik kemudian, Dryana mendapatkan kabar dari ponselnya, dimana dirinya harus datang sekarang juga ke Mansion.
"Aku harus kembali ke Mansion Ev"
"Sekarang?" Tanya Evan.
"Hem, Grandpa yang mengirimiku pesan"
"Ada apa?" Tanya Evan saat melihat wajah tegang Dryana.
"Aku tidak tau, sepertinya ada hal penting, tentang perusahaan Mozart Company"
"Aku antar"
Dryana mengangguk, lalu segera menyambar tasnya dan pergi bersama dengan Evan, sesuai yang di janjikan bahwa dirinya tak akan menginjakkan kaki di Mansion Dryana lagi, Evan terpaksa menurunkan Dryana sedikit jauh dari Mansion.
"Kau tidak apa-apa aku turunkan disini kan?"
"I'ts okey Ev, aku pergi dulu"
"Hem, hati-hati, aku akan menghubungimu nanti" ucap Evan sebelum mendapatkan lambaian tangan dari Dryana.
Ada perasaan tak tega sebenarnya, tapi demi tujuan yang lebih besar lagi, Evan harus melakukan hal ini, dan sebentar lagi semuanya akan selesai.
"Bersabarlah sedikit lagi Sweety" gumam Evan lalu segera pergi setelah menunggu Dryana masuk melewati pintu gerbang utama Mansionnya.
Sudah ada semua keluarga berkumpul, dan Grandpa juga disana dengan kursi rodanya, nampak raut wajah cemas dan juga sedih, Dryana mendekati Grandpa nya dan mencium keningnya.
"Jangan khawatir Grandpa" bisiknya lirih.
Lalu Dryana duduk, menatap tiga orang yang selama ini sudah membuat hidupnya sulit.
"Ada apa?" Tanya Dryana.
"Mozart Company" ucap Sang paman dengan suara beratnya.
"Ada apa dengan perusahaan ku?" Tanya Dryana.
"Akan segera di lelang oleh Sandiago"
"Apa?!" Dryana terkejut, lalu berdiri dan menatap tak percaya, ternyata apa yang dikhawatirkan cepat sekali terjadi, "secepat ini Sandiago menjual perusahaan ku?, kenapa tidak perusahaannya sendiri saja?!" Suara keras Dryana akhirnya keluar juga.
"Ck, pelan kan suaramu, semua karena hutang perusahaan kita terlalu banyak, Sandiago berhak melakukan apapun dengan Mozart Company saat ini, dia sedang mengalami guncangan di Gurven Company"
"Bukan hutang perusahaan, tapi hutang kalian!" Teriak Dryana tak bisa lagi menahan emosi, rasanya begitu sesak mendengar perusahan peninggalan orang tuanya itu harus hilang secepat ini.
"Diam!, kau juga yang sudah membiarkan hidup seenaknya, kau kira semua uang yang kau hamburkan itu dari mana ha!"
"Jangan memutar balikan Fakta Paman, aku tau yang setiap bulan kau kirim padaku tak sebanding dengan banyaknya keuntungan dari Mozart Company!"
"Dasar anak tak tau diri!"
"Paman yang tidak_"
Ucapan Dryana terhenti, saat tangan sang Grandpa sudah menggenggam erat tangannya, memberikan tanda agar menghentikan semuanya.
"Tanda tangani ini, dan kita akan di terima bekerja di perusahaan Gurven Company untuk selanjutnya" Ricky menyerahkan map yang berisi surat persetujuan dari Dryana.
Tidak ada yang bisa dia lakukan, menolak pun akan percuma, tapi anehnya orang yang dipanggil Grandpa oleh Dryana terlihat tidak begitu panik setelah ikut melihat lembaran itu.
"Apa aku harus menandatangani ini Grandpa?"
Ada anggukan yang terus terang membuat Dryana begitu sedih, tak ada alasan lagi dirinya akan mempertahankan Mozart Company.
Yuk Cuss KOMENnya, LIKE, VOTE, HADIAH, dan tonton IKLANNYA.
Bersambung.