Full Remake, New Edition 🔥🔥
Ini adalah perjalanan Iramura Tenzo, seorang pejuang yang dipanggil ke dunia baru sebagai seorang pahlawan untuk mengalahkan raja iblis.
Namun, dia gugur dalam suatu insiden yang memilukan dan dinyatakan sebagai pahlawan yang gugur sebelum selesai melaksanakan tugasnya.
Akan tetapi dia tidak sepenuhnya gugur.
Bertahun-tahun kemudian, ia kembali muncul, menginjak kembali daratan dengan membawa banyak misteri melebihi pedang dan sihir.
Ia memulai lagi perjalanan baru dengan sebuah identitas baru mengarungi daratan sekali lagi.
Akankah kali ini dia masih memegang sumpahnya sebagai seorang pahlawan atau mempunyai tujuan lain?
Ini adalah kisah tentang jatuhnya seorang pahlawan, bangkitnya seorang legenda, dan perang yang akan mengguncang dunia.
Cerita epik akan ditulis kembali dan dituangkan ke dalam kisah ini. Saksikan Petualangan dari Iramura Tenzo menuju ke jalur puncak dunia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wahyu Kusuma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7 Tenzo melawan para Demon
Ketiga monster itu ambruk ke tanah di dekat Tenzo. Tubuh besar mereka tak lagi bergerak, hanya meninggalkan suara berat saat daging dan tulang mereka menghantam permukaan keras. Keheningan menyelimuti seluruh arena, seolah dunia menahan napasnya.
Tenzo berdiri perlahan, menepiskan debu dari pakaiannya yang lusuh. Mata emasnya yang tajam menatap sisa-sisa monster itu dengan ekspresi datar, seakan-akan yang baru saja terjadi bukanlah sesuatu yang luar biasa. Lalu, ia menghela napas.
"Tidak banyak yang bisa kuharapkan di sini. Heh, kurasa aku akan kembali ke tujuan awalku saja."
Nada suaranya terdengar lesu, penuh kekecewaan. Monster-monster yang sebelumnya terlihat mengerikan dan mustahil dikalahkan oleh William serta timnya ternyata tak lebih dari makhluk lemah di mata Tenzo. Perasaan antusias yang sempat muncul dalam dirinya kini lenyap. Tidak ada tantangan. Tidak ada kesenangan.
Namun, sebelum ia beranjak pergi, langkahnya terhenti. Ia menoleh dan memutar badannya, kini berjalan mendekati kelompok William. Gerakannya santai, seakan ia tak memiliki beban apa pun.
Di sisi lain, pemandangan itu membuat tubuh Rezgar menegang. Keringat dingin mulai mengalir deras di pelipisnya. Kedua matanya melebar, penuh kepanikan. Tangannya mengepal begitu erat hingga buku-buku jarinya memutih.
"Sial... Bagaimana bisa? Bagaimana bisa dia membuat monster buatanku tumbang dengan begitu mudah!?"
Rezgar menggigit bibirnya. Ketakutan mulai merayapi dirinya. Ia tidak melihat satu pun gerakan serangan dari Tenzo. Tidak ada pedang yang diayunkan. Tidak ada sihir yang dilemparkan. Tetapi dalam sekejap, monster-monster itu terbelah dan roboh tak bernyawa.
"Aku harus cepat... Aku harus melakukan sesuatu sebelum dia bertindak lebih jauh!"
Sementara itu, William dan anggota timnya masih terpaku. Mata mereka tidak berkedip, seakan apa yang baru saja mereka saksikan adalah ilusi. Monster yang sebelumnya tak bisa mereka gores sedikit pun kini terkapar tak berdaya.
William menelan ludah, tenggorokannya terasa kering. "Orang ini... siapa sebenarnya dia?" pikirnya.
Tatapannya mengikuti langkah Tenzo yang kini semakin dekat. Kaki William secara refleks mundur selangkah.
Setelah beberapa detik, Tenzo berdiri tepat di hadapan mereka. Semua anggota tim William kini berkumpul, menatapnya dengan penuh kewaspadaan dan kebingungan.
Dari dekat, mereka bisa melihat sosoknya lebih jelas. Bajunya lusuh, penuh noda dan tampak jarang diganti. Rambut panjangnya berantakan, seperti tidak pernah dirawat dengan baik. Wajahnya penuh ketenangan, tapi matanya… matanya berwarna emas terang, bercahaya dengan aura misterius yang membuat siapa pun enggan menatapnya terlalu lama.
Lalu, tanpa basa-basi, Tenzo mengangkat tangannya dan menunjuk ke suatu tempat—pintu masuk yang sebelumnya mereka lalui.
"Kalian, pergilah keluar dari sini. Biar aku yang mengurus sisanya."
Nada suaranya datar, tetapi ada sesuatu dalam ucapannya yang membuat mereka tak bisa membantah.
William terdiam, merasa ragu. Ia mengepalkan tangannya, berusaha mengumpulkan keberanian sebelum akhirnya berkata, "T-tapi... apakah tidak ada yang bisa kami lakukan untuk membantu Anda?"
Suara William penuh harapan, tapi juga ketakutan. Ia tahu mereka berhutang nyawa kepada Tenzo. Jika bukan karena kemunculannya, mereka semua mungkin sudah menjadi mayat saat ini. Setidaknya, ia ingin melakukan sesuatu—sekecil apa pun—untuk membalas budi.
Namun, Tenzo hanya berbalik. Langkahnya kembali melangkah menjauh.
Tanpa menoleh, ia berkata dengan suara dingin, "Satu-satunya hal yang bisa kalian lakukan untuk membantuku adalah pergi. Sekarang juga."
William terdiam. Tidak ada gunanya memaksa.
Ia menarik napas dalam-dalam, lalu mengangguk. "Baiklah... Kalau itu yang Anda inginkan."
Saat William berbalik untuk memberi perintah kepada timnya, suara Tenzo kembali terdengar.
"Oh, dan satu lagi."
William menghentikan langkahnya. Ia menoleh, menunggu.
"Setelah kalian di luar, tunggu sebentar. Ada sesuatu yang ingin kuberikan."
Kata-kata itu terdengar samar, tetapi cukup jelas untuk membuat William bertanya-tanya. Namun, ia tidak berniat memperdebatkannya.
"Dimengerti."
William memberi isyarat kepada timnya. Mereka mulai bergerak menuju pintu keluar, meninggalkan arena yang kini terasa begitu mencekam.
Namun, baru beberapa langkah mereka melangkah, suara ledakan kemarahan menggema di ruangan.
"Aku tidak bisa membiarkan mereka pergi!!"
Semua orang menoleh. Rezgar kini berdiri dari tempatnya, wajahnya merah padam karena amarah yang bercampur dengan ketakutan.
Tangannya mencengkeram kursi di depannya hingga kayunya retak. Matanya menyala dengan kebencian mendalam.
"Jika mereka lolos, mereka bisa membocorkan informasi ini kepada dunia luar!"
Pikiran itu membuat tubuhnya bergetar.
Monster-monster yang digunakan untuk melawan para petualang ini masih dalam tahap uji coba. Mereka belum sempurna. Jika kabar tentang eksperimen ini tersebar, rencana besar mereka bisa hancur sebelum terlaksana.
Dan para petualang itu… mereka adalah ancaman terbesar bagi proyek ini.
Tidak. Ia tidak bisa membiarkan mereka pergi begitu saja.
Rezgar mengangkat tangannya tinggi-tinggi, suaranya meledak di seluruh ruangan.
"SEMUA PASUKAN!! HABISI MEREKA TANPA SISA!!"
Suara geraman dan raungan memenuhi udara.
Puluhan iblis yang tersisa langsung bergerak, mata mereka bersinar merah pekat, mencerminkan nafsu membunuh yang membara.
Cakar mereka mencakar lantai batu, menghasilkan suara mengerikan yang menggema di seluruh ruangan. Mulut mereka terbuka lebar, memperlihatkan deretan gigi tajam yang siap merobek daging manusia.
William dan timnya segera menarik pedang mereka, bersiap menghadapi serangan brutal.
"Siap bertarung?" tanya Ares dengan suara bergetar, matanya tak lepas dari pasukan iblis yang mendekat.
William menelan ludah, merasakan keringat dingin mengalir di punggungnya.
"Kita sebaiknya mendengarkan apa yang orang itu katakan tadi."
Dalam hitungan detik, pertempuran akan kembali pecah. Tetapi nampaknya William tidak ingin terlibat dan memilih mendengarkan perintah dari Tenzo untuk melarikan diri.
***
Seketika ruangan itu kembali ricuh. Jeritan perintah bergema di udara saat para Demon berhamburan turun, memenuhi lapangan dengan gerakan liar dan penuh amarah. Sebagian mengepakkan sayap hitam mereka, menciptakan angin kencang yang membuat debu dan pecahan batu beterbangan di udara. Yang lainnya melesat ke depan dengan cakaran tajam terangkat, siap merobek apa pun yang menghalangi jalan mereka.
"Hei, hei, hei! Bukannya ini buruk!?" teriak Ares dengan nada panik, matanya membelalak saat melihat gerombolan Demon yang mulai menyerbu ke arah mereka.
"Sudahlah, fokus saja untuk pergi meninggalkan tempat ini. Gerakkan kaki kalian lebih cepat!" seru William dengan nada mendesak.
Meskipun kata-katanya terdengar tegas, jauh di dalam hatinya, kepanikan mulai merayapi pikirannya. Ratusan Demon telah mengincar mereka, dan tidak ada jaminan mereka bisa lolos. Namun, dia memilih untuk percaya pada kata-kata Tenzo—mereka hanya perlu berlari dan meninggalkan tempat ini.
Namun, baru saja mereka mulai berlari, sesuatu terjadi.
Udara di sekitar mereka terasa berubah—dingin, tajam, seolah dipenuhi oleh sesuatu yang tak kasat mata. Dalam sekejap, sebelum para Demon sempat mencapai mereka, sebuah sensasi aneh menyergap tubuh makhluk-makhluk itu. Seolah-olah ada sesuatu yang bergerak begitu cepat, menembus ruang dan memotong tanpa ampun.
Tanpa ada suara serangan, tiba-tiba kepala beberapa Demon terpisah dari tubuhnya. Yang lain merasakan anggota tubuh mereka terlepas, seakan dipotong oleh sesuatu yang tak terlihat. Demon yang sedang terbang langsung jatuh berhamburan ke tanah, sayap mereka terkoyak begitu saja. Yang ada di darat pun tak luput dari nasib serupa, tersungkur tanpa memahami apa yang telah terjadi. Mereka tidak merasakan sakit, hanya kesunyian yang aneh sebelum tubuh mereka kehilangan keseimbangan dan ambruk begitu saja.
Namun anehnya, ketika diperhatikan lebih seksama, tubuh mereka sebenarnya masih utuh. Semua ini hanyalah sensasi—sesuatu yang membuat otak mereka percaya bahwa mereka telah dikalahkan. Dan kemudian, di antara mayat-mayat yang terjatuh, Tenzo muncul.
Dia berdiri tegak, dengan tangan yang masih menggenggam gagang Katana di pinggangnya. Tatapan matanya tajam, penuh aura misterius.
"Lawan kalian adalah aku," ucapnya dengan nada rendah, namun memiliki bobot yang membuat semua Demon di sana langsung membeku.
Sejenak, keheningan meliputi ruangan. Tidak ada satu pun Demon yang berani bergerak. Mereka telah melihat apa yang terjadi pada rekan-rekan mereka, dan kini, mereka ragu untuk maju.
Di kejauhan, kelompok William akhirnya berhasil mencapai pintu keluar. Mereka tak lagi terlihat di ruangan itu. Dengan demikian, Tenzo kini bisa berfokus sepenuhnya pada para Demon yang tersisa.
"Baiklah," katanya, sambil perlahan menarik Katana dari sarungnya. Suara gesekan baja bergema di udara, menggetarkan siapa pun yang mendengarnya. "Sudah lama aku tidak melakukan ini. Jadi, bersiaplah... kalian semua akan menjadi pemanasan bagiku."
Sebuah senyum samar muncul di wajahnya.
---
Di Jalur Gua
Jauh di dalam terowongan gua yang gelap dan dingin, William dan kelompoknya masih berlari. Nafas mereka terengah-engah, tubuh mereka masih dipenuhi adrenalin akibat kejadian sebelumnya. Namun seiring dengan semakin jauhnya mereka dari arena pertempuran, langkah mereka mulai melambat.
Akhirnya, setelah beberapa waktu, mereka berhenti. Gua ini sunyi, hanya terdengar suara tetesan air dari stalaktit yang menggantung di langit-langit. Cahaya redup dari kristal-kristal yang tertanam di dinding gua memberi mereka sedikit penerangan.
Semua orang terdiam, membiarkan otak mereka mencerna apa yang baru saja terjadi. Begitu banyak hal aneh terjadi dalam waktu singkat, dan mereka masih belum bisa sepenuhnya memahami situasinya.
Ares, yang tak bisa lagi menahan rasa ingin tahunya, akhirnya membuka suara.
"William... siapa sebenarnya orang itu? Cara bertarungnya benar-benar aneh."
William terdiam sejenak. Dia pun tidak tahu jawabannya. Orang itu muncul begitu saja, membantai Demon dengan cara yang mustahil untuk dijelaskan. Bahkan namanya pun mereka tidak tahu.
"Aku tidak mengenalinya," jawab William akhirnya. "Tapi kurasa dia bukan berasal dari sekitar sini."
Ares mengernyit. "Tapi kalau melihat pakaiannya dan senjata yang dia bawa, aku merasa dia berasal dari Tanah Samurai di daerah Zathzer..."
William mengangguk pelan. "Mungkin saja... Tapi jika benar dia berasal dari sana, pertanyaannya adalah... kenapa dia datang ke tempat terpencil seperti ini?"
Zathzer bukanlah tempat biasa. Itu adalah tanah yang penuh dengan prajurit legendaris—samurai yang memiliki teknik bertarung yang hanya bisa diturunkan melalui generasi ke generasi. Jika seseorang dari sana muncul di tempat ini, pasti ada alasan besar di baliknya.
William menghela napas, lalu melanjutkan langkahnya. "Yah... setiap orang punya urusan masing-masing. Kita tidak perlu terlalu memikirkannya sekarang."
Semua orang mengangguk, dan tanpa membuang waktu lebih lama, mereka melanjutkan perjalanan. Beberapa menit kemudian, akhirnya mereka tiba di pintu keluar gua. Sinar matahari menyambut mereka, menghangatkan kulit mereka yang telah lama berada dalam kegelapan.
Mereka telah berhasil keluar. Tapi pertanyaannya sekarang adalah... apa yang akan terjadi selanjutnya?