NovelToon NovelToon
Alice Celestia Dalian

Alice Celestia Dalian

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Beda Usia / Cinta Beda Dunia / Teen School/College / Identitas Tersembunyi / Penyeberangan Dunia Lain
Popularitas:216
Nilai: 5
Nama Author: Umi Nurhuda

"Jatuhkan mobilnya ke jurang sekarang juga!" Dalian mendorong pundak Ayah.

Jalanan licin membuat mobil tergelincir.

"Kyaaa!!!"

Semua orang menjerit saat mobil melaju liar menuju tepi jurang hingga ke dalam.

"Jedderr!! Jedderr!!" Petir menyambar.

Seakan meramalkan malapetaka yang akan datang.
Dan dalam kekacauan itu, terdengar suara di tengah hujan dan petir, suara yang hanya Dalian yang bisa dengar.

"Selamat datang, gadis berambut hitam."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Umi Nurhuda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Trus gimana donk?!

Dalian masih merasa resah. Pikirannya terus dipenuhi oleh sosok Karel yang entah kenapa selalu muncul di sekitarnya.

Dengan rasa penasaran yang terus mengganggu, ia memutuskan untuk mendatangi ayahnya yang sedang duduk di ruang keluarga, asyik membaca koran.

"Yah," panggil Dalian, membuat ayahnya menurunkan koran.

"Ada apa, Dalian? Tumben malam-malam datang ke sini," tanya ayahnya sambil memiringkan kepala, penasaran.

Dalian duduk di sofa dengan ekspresi serius. "Aku mau tanya soal tetangga sebelah kita, yang rumahnya itu." Ia menunjuk ke arah dinding yang berbatasan langsung dengan rumah tetangga.

"Mereka punya anak cowok nggak? Seumuran sama aku, mungkin?"

Ayahnya tampak bingung sesaat, lalu tertawa kecil. "Anak cowok? Nggak ada, Dalian. Tetangga sebelah kita itu kan pasangan tua. Mereka nggak punya anak."

Dalian mengernyitkan dahi. "Hah? Tapi tadi sore aku lihat ada cowok di sana. Dia bilang tinggal di rumah itu."

Ayahnya tersenyum samar, lalu meletakkan korannya di meja. "Oh, kamu belum tahu, ya? Rumah itu sudah dijual seminggu yang lalu. Pemiliknya pindah ke luar kota."

Dalian terdiam, mencoba mencerna apa yang baru saja didengar. "Jadi... sekarang siapa yang tinggal di situ?" tanyanya, suaranya terdengar sedikit tegang.

Ayahnya mengangkat bahu. "Ayah juga nggak tahu. Belum kelihatan ada yang pindah, kok. Mungkin masih kosong."

"Kok kosong, Yah? Aku tadi jelas-jelas lihat ada orang di sana," kata Dalian, nada suaranya mulai naik.

Ayahnya tertawa pelan. "Mungkin kamu salah lihat, Dalian. Atau mungkin cuma orang yang mampir. Tapi coba deh, kalau kamu penasaran, tanya aja langsung ke sana."

Dalian merasa bingung sekaligus kesal. Tidak mungkin ia salah lihat. Sosok Karel begitu jelas, dengan senyumnya yang selalu terlihat mengganggu.

Tapi kalau benar rumah itu kosong, kenapa Karel ada di sana? Dan kenapa dia bilang tinggal di situ?

Dengan perasaan penuh tanda tanya, Dalian kembali ke kamarnya. Namun, ia tak bisa tidur dengan tenang. Bayangan Karel, dengan sikapnya yang menyebalkan namun misterius, terus berputar di benaknya.

Apakah Karel berbohong? Atau ada sesuatu yang lebih aneh sedang terjadi?

Keesokan harinya, Dalian berdiri di depan rumah tetangganya, menatap pintu pagar yang tertutup rapat.

Rumah itu tampak sepi, tidak ada tanda-tanda kehidupan. Tidak ada suara, tidak ada lampu menyala. Dalian menghela napas panjang, lalu memutuskan untuk mengetuk pintu pagar, berharap ada seseorang yang keluar. Tapi tidak ada jawaban.

Saat ia berbalik untuk pergi, sebuah suara yang familiar terdengar dari belakangnya. "Pagi, Dalian!"

Dalian langsung menoleh dan melihat Karel berdiri di sudut jalan, membawa tas sekolahnya sambil melambai riang.

"Karel?!" seru Dalian, separuh kesal, separuh terkejut.

Karel berjalan mendekat dengan senyum lebar seperti biasa. "Kenapa bengong di depan rumah kosong? Lagi nyari siapa?"

Dalian melipat tangan di depan dada, menatapnya tajam. "Lo tinggal di sini, kan? Jangan bohong!"

Karel tertawa kecil, mengangkat kedua tangannya seolah menyerah. "Eh, gue nggak bilang gue tinggal di sini. Gue cuma bilang gue ada di sini. Itu beda, Dalian."

Dalian hampir meledak. "Maksud lo apa, sih? Rumah ini kosong! Terus lo ngapain ada di sini semalam?"

Karel hanya tersenyum misterius, matanya menatap Dalian penuh teka-teki. "Kadang, nggak semua hal harus lo tahu sekarang, Dalian. Lo bakal ngerti nanti."

Jawaban itu membuat Dalian semakin frustrasi. Namun, sebelum ia sempat membalas, Karel sudah melangkah pergi, meninggalkannya dengan sejuta pertanyaan yang tak terjawab.

Pagi itu di kelas, Dalian duduk dengan dagu bertumpu di meja, menatap kosong ke arah papan tulis.

Cahaya matahari yang masuk lewat jendela tidak mampu mengusir rasa lelah dan pusing yang menggelayutinya. Chelsey, yang duduk di sebelahnya, memiringkan kepala sambil mengunyah permen karet, memperhatikan sahabatnya dengan penuh perhatian.

"Kok muka lo kusut banget? Kurang tidur, ya?" tanya Chelsey, menyodorkan botol air minumnya.

Dalian menghela napas panjang. "Kurang tidur sih iya, tapi ini lebih dari itu. Gue pusing banget, kepala gue kayak mau pecah."

Chelsey menaikkan alis, menaruh botol air di meja. "Pusing kenapa? Tugas? Nilai ujian? Atau... cowok?"

"Pak Pandita," gumam Dalian sambil menutup wajahnya dengan tangan.

Chelsey menepuk-nepuk bahu Dalian dengan dramatis. "Wajar sih kalau lo pusing soal dia. Gurunya emang kayak ada aura serem, tapi kok kayaknya bukan cuma itu? Ada lagi, ya?"

Dalian menegakkan tubuhnya dan menatap Chelsey dengan mata lelah. "Ada lagi. Gue cemas soal Pak Pandita, iya. Tapi ada satu orang lagi yang bikin hidup gue kacau sekarang."

Chelsey menyipitkan mata, lalu menepuk meja dengan antusias. "Siapa? Karel?"

Dalian mengangguk pelan, bibirnya mengerucut. "Iya, Karel. Cowok aneh itu bikin gue nggak bisa tenang. Dia muncul di mana-mana, terus dia bilang hal-hal yang bikin gue makin bingung."

Chelsey tertawa kecil, membuat Dalian mendelik kesal. "Gue serius, Chelsey! Dia bahkan ada di rumah tetangga gue, tapi bokap gue bilang rumah itu kosong. Lo ngerti kan betapa anehnya itu?"

Chelsey mencoba menahan tawa, tapi tidak berhasil. "Dalian, mungkin lo terlalu mikirin dia. Jangan-jangan lo mulai suka sama dia, nih?"

Dalian langsung menyikut lengan Chelsey, membuat sahabatnya meringis sambil tertawa. "Gue nggak suka sama dia! Gue sebel, ngerti nggak? Dia ganggu banget!"

"Ya, mungkin dia cuma pengen berteman sama lo," ujar Chelsey sambil memainkan ujung rambutnya. "Tapi kalau dia emang aneh, ya... anggap aja dia semacam hiburan hidup lo."

"Hiburan apanya? Dia kayak kutukan," gerutu Dalian, lalu merebahkan kepala ke meja lagi. "Gue bener-bener nggak ngerti kenapa hidup gue tiba-tiba jadi rumit gini."

Chelsey menepuk bahu Dalian pelan. "Lo butuh istirahat. Jangan terlalu mikirin dua orang itu. Fokus aja sama hidup lo, atau setidaknya fokus buat ngelewatin hari ini tanpa meledak."

Dalian menghela napas panjang. "Gue coba, deh. Tapi kalau Karel muncul lagi nanti, gue serius bakal ngamuk."

Chelsey tertawa, mengangguk setuju. "Gue tunggu. Pasti seru ngeliat lo ngamuk."

Dalian memutar bola matanya sambil melepas nafas pasrah. Meski kesal, ia merasa sedikit lebih ringan setelah berbicara dengan Chelsey.

Namun, di dalam hatinya, ia tahu bahwa rasa pusing dan cemas ini tidak akan mudah hilang, terutama dengan Karel dan Pak Pandita yang terus menghantui pikirannya.

"Oya, Chelsey?" Ingat Dalian.

"Apa?"

"Habis jam istirahat nanti kan pelajaran dari Pak Pandita, gue kabur aja kali ya?"

"Serius lo? Ngapain?"

"Soalnya, gue belum siap ngadepin ketegangan ini," Dalian memelas.

"Tapi apa elo akan kabur terus setiap kali ketemu Pak Pandita? Gimana juga dia itu guru mapel kita, Matematika lho Dalian. Kamu mau ketinggalan pelajaran." Jelas Chelsey.

"Trus gimana donk?!"

1
Bu Kus
wah serem dan menegangkan
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!