Shakila Anara Ainur adalah gadis yang sedang dalam proses hijrah.
Demi memenuhi permintaan wanita yang sedang berjuang melawan penyakitnya, Shakila terpaksa menjadi istri kedua dai muda bernama Abian Devan Sanjaya.
Bagaimana kehidupan Shakila setelah menikahi Abian? ikuti terus ya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nur Alquinsha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28: Menantu dan mertua
Abian hampir menjatuhkan handphonenya saat melihat Kyai Ihsan yang tiba-tiba saja sudah berdiri di hadapannya. Kemungkinan tadi Kyai Ihsan mendengar obrolannya dengan Shakila di telepon.
Sekitar lima belas menit Abian mengobrol dengan Shakila melalui telepon, dan Abian baru menyadari kehadiran Kyai Ihsan disana saat Abian akan kembali ke ruangan Zahra.
"Bisa kita bicara, Abian?" tanya Kyai Ihsan. Tidak ada raut marah dari wajahnya, justru sekarang Kyai Ihsan menunjukkan senyumannya pada Abian.
Sepertinya, Kyai Ihsan baru datang ke taman dan tidak mendengar obrolan Abian dengan Shakila. Mungkin Abian yang terlalu khawatir.
"Duduklah, Abi," Abian bergeser supaya Kyai Ihsan bisa duduk duluan di bangku taman.
Kyai Ihsan mengangguk kemudian duduk di bangku taman untuk bicara hal serius dengan Abian. Besok Ia harus mendonorkan sumsum tulang belakangnya untuk Zahra dan mungkin tidak ada kesempatan untuknya bicara bicara dengan Abian.
"Jadi benar kamu memiliki istri lain?" pertanyaan itu membuat pergerakan Abian yang ingin duduk di bangku taman terhenti seketika.
"Namanya Shakila ya? kapan kalian berdua menikah?"
"Itu-" Abian bingung harus memulai darimana menjelaskan pada mertuanya tentang dirinya yang sudah menikahi perempuan lain.
Abian menikahi Shakila karena permintaan Zahra, tapi sekarang Ia sudah sangat mencintai Shakila. Bahkan, rasa cintanya terhadap Shakila hampir setara dengan rasa cintanya terhadap Zahra.
"Duduklah," ucap Kyai Ihsan melihat Abian tidak jadi duduk karena pertanyaan darinya.
"Iya, Abi," Abian akhirnya duduk di bangku samping Kyai Ihsan.
"Abi tidak masalah kamu menikah lagi, asal kamu bisa adil terhadap istri-istrimu," Kyai Ihsan masih tetap tersenyum kepada Abian.
Kyai Ihsan berbanding terbaik dengan Nyai Aisyah, pembawaannya tenang dan tidak mudah tersulut emosi. Tapi meskipun begitu, Abian tetap merasa tidak enak karena sudah menduakan putri Kyai Ihsan.
Ya, meskipun sebenarnya alasan Abian mendua karena permintaan Zahra yang tidak lain adalah putri Kyai Ihsan sendiri. Abian tidak mendua karena nafsunya terhadap wanita.
"Jika ada yang kurang dari putri Abi, Abi minta maaf. Dan tolong maafkan juga putri Abi."
"Zahra tidak kurang apa-apa, Abi. Abi juga tidak perlu meminta maaf padaku," ucap Abian tepat setelah Kyai Ihsan menyelesaikan kalimatnya.
Abian tidak merasa Zahra memiliki kekurangan, istrinya adalah wanita paling sempurna dalam hidupnya. Tidak ada yang kurang dari Zahra, bahkan meskipun Zahra dalam keadaan sakit dan divonis akan meninggal.
"Aku dan Shakila menikah karena Zahra meminta kami menikah. Zahra ingin suatu saat Shakila menjadi penggantinya," jelasnya.
Abian tidak terang-terangan menyebutkan bahwa Zahra ingin Shakila menggantikannya yang divonis akan mati oleh dokter, karena itu pasti akan menyakiti hati Kyai Ihsan. Tapi meskipun Abian tidak mengatakannya, Kyai Ihsan tetap mengerti maksud yang tersirat dari perkataan Abian.
Kyai Ihsan tahu penyakit leukimia bisa merenggut nyawa penderitanya. Zahra pasti meminta Abian menikah lagi supaya ada yang menggantikannya setelah dirinya meninggal. Kyai Ihsan sangat mengerti keputusan yang sudah diambil putrinya.
"Baiklah, Abi mengerti. Abi juga tidak akan ikut campur dengan rumah tangga kalian, selagi kamu tidak melakukan kekerasan dan tetap bertanggungjawab terhadap putri Abi."
Kesunyian malam lebih terasa setelahnya. Karena Abian maupun Kyai Ihsan sama-sama terdiam tanpa ada satu katapun yang keluar dari mulut mereka.
"Oh ya, berarti barang-barang wanita yang ada di kamar itu milik Shakila? apa kalian bertiga tinggal bersama?" tanya Kyai Ihsan memecah keheningan diantara mereka.
Masih banyak hal yang ingin Kyai Ihsan tanyakan pada Abian, tapi Ia tidak ingin terlalu dalam ikut campur dengan rumah tangga putrinya sehingga menahan pertanyaan-pertanyaan itu dan menanyakan hal lain.
"Iya, barang-barang itu milik Shakila. Kami tinggal bertiga karena aku khawatir tidak bisa membagi waktu dengan baik, apalagi Zahra juga masih butuh pengawasan," jelas Abian.
Penjelasan itu diterima baik oleh Kyai Ihsan. Memang benar akan sulit membagi waktu jika situasinya ada salah satu istri yang sakit, apalagi penyakit Zahra juga bukan penyakit yang bisa dianggap enteng.
"Shakila wanita baik yang baik, dia bahkan membantu kami menjaga Khansa," lanjut Abian merasa harus mengatakan hal itu pada Kyai Ihsan.
Istri kedua mendapat pandangan buruk di masyarakat, karena dianggap sebagai perusak rumah tangga dan kebahagiaan perempuan lain.
Padahal, jika melihat dari sejarah Rasulullah, dulu Rasulullah dan para sahabat juga memiliki istri lebih dari satu dan memiliki istri lebih dari satu memang diperbolehkan dalam agama islam.
Seharusnya, istri kedua tidak dipandang buruk. Kecuali, perempuan yang sengaja menggoda suami orang lalu menikah dan menjadi istri kedua. Atau, seorang selingkuhan yang menjadi istri kedua.
Shakila tidak pernah menggoda Abian, bahkan Shakila tidak menunjukkan wajahnya sampai mereka resmi menjadi suami-istri. Abian tidak ingin ada orang yang memandang buruk Shakila, termasuk Kyai Ihsan.
Abian adalah saksi bahwa Shakila perempuan baik-baik. Bahkan Shakila rela mengasuh putrinya disaat dirinya sibuk bekerja dan mengurus Zahra.
"Syukurlah kalau begitu," Kyai mengalihkan pandangannya dari Abian kemudian menatap kearah langit.
"Terus dimana Shakila sekarang? apa kamu memintanya pergi dari rumah karena Abi dan Umi menginap?"
Abian ikut melakukan apa yang Kyai Ihsan lakukan, "iya, aku meminta Shakila tinggal sementara di rumah orang tuaku karena Abi dan Umi menginap."
-
-
Para tetangga Abian tidak salah, Khansa adalah anak aktif yang membuat Shakila kelelahan. Tapi meskipun Shakila kelelahan, Shakila merasa senang setiap kali bermain dengan putri kecil suaminya.
Shakila berharap suatu hari nanti dirinya diberikan kesempatan untuk memiliki anak sendiri. Ia ingin memiliki anak laki-laki yang kelak jika dirinya mati bisa membantunya masuk ke dalam kubur.
Setiap harapan dan impian Shakila tidak pernah jauh dari kematian. Karena Ia menyadari bahwa kehidupan ini hanya menunggu waktunya untuk mati. Dan Ia ingin melakukan persiapan untuk itu.
"Ansa, jangan lari-larian. Kasihan Buna," ucap Annisa merasa kasihan melihat Shakila yang sudah kelelahan menemani cucunya itu lari-larian.
Shakila menjaga Khansa seperti sedang menjaga sesuatu yang sangat berharga, yang tidak boleh lecet sedikitpun. Khansa lari kemanapun selalu Shakila ikuti untuk memastikan Khansa tidak terluka.
"Shakila, kamu duduk saja disini. Biarkan Khansa main sendiri," karena Khansa tidak mendengarkannya dan tetap berlari, Annisa akhirnya bicara pada Shakila.
"Iya, mba. Capek kalau harus lari-larian, mending mba duduk," ucap Adiba ikut menimpali.
Adiba heran melihat Shakila yang tidak berhenti menemani Khansa bermain, Ia yang ateu nya saja sering mengeluh bermain dengan Khansa.
"Tidak apa-apa, Mah, Adiba. Aku harus memastikan anak suamiku tidak terluka," ucap Shakila menoleh sebentar kearah mereka kemudian lanjut menemani Khansa yang masih lari-larian.
Begitulah yang Shakila jalani setiap hari saat satu minggu Abian tidak pulang ke rumah. Shakila sangat menjaga Khansa, itu sebabnya Shakila sangat terluka saat Abian menuduhnya ingin menyakiti Khansa.
trus lanjutan sugar mommy knp gk lanjut kk