Lara telah menghabiskan tiga belas tahun hidupnya sebagai wanita simpanan, terperangkap dalam cinta yang terlarang dengan kekasihnya, seorang pria yang telah menikah dengan wanita lain. Meski hatinya terluka, Lara tetap bertahan dalam hubungan penuh rahasia dan ketidakpastian itu. Namun, segalanya berubah ketika ia bertemu Firman, seorang pria yang berbeda. Di tengah kehampaan dan kerapuhan emosinya, Lara menemukan kenyamanan dalam kebersamaan mereka.
Kisahnya berubah menjadi lebih rumit saat Lara mengandung anak Firman, tanpa ada ikatan pernikahan yang mengesahkan hubungan mereka. Dalam pergolakan batin, Lara harus menghadapi keputusan-keputusan berat, tentang masa depannya, anaknya, dan cinta yang selama ini ia perjuangkan. Apakah ia akan terus terperangkap dalam bayang-bayang masa lalunya, atau memilih lembaran baru bersama Firman dan anak mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Syah🖤, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 19
Jangan lupa like komen dan votenya yah
Terimakasih
_
Beberapa minggu setelah pertemuan di kafe antara Lara dan Firman Hubungan mereka berkembang secara alami, dimulai dari obrolan ringan, pertemuan santai, hingga percakapan yang lebih mendalam tentang hidup, mimpi, dan ketakutan. Meskipun Lara belum sepenuhnya menyadari, kehadiran Firman mulai mengisi kekosongan yang selama ini ia rasakan.
Pada suatu malam, Lara duduk di sofa apartemennya, menatap foto lama dirinya bersama David. Kenangan masa lalu masih sesekali muncul, tetapi rasa sakitnya tidak lagi sekuat dulu. Kali ini, Lara tidak merasa terjebak dalam bayangan masa lalu. Sebaliknya, ada perasaan baru yang muncul—perasaan yang sedikit demi sedikit membawanya keluar dari keterpurukan.
Di tengah lamunannya, ponselnya bergetar. Pesan dari Firman masuk.
🗨️ Firman: “Hai, Lara. Besok aku libur dari rumah sakit. Bagaimana kalau kita pergi jalan-jalan ke luar kota? Udara segar mungkin bisa membantumu sedikit melepaskan stres.”
Lara tersenyum membaca pesannya. Sejak keluar dari rumah sakit, Firman sering mengajaknya melakukan hal-hal sederhana yang membuatnya merasa lebih hidup. Tanpa ragu, ia membalas pesan itu.
🗨️ Lara: “Tentu, itu ide bagus. Ke mana kita akan pergi?”
🗨️ Firman: “Aku tahu tempat di pinggiran kota, ada danau kecil yang tenang. Pas sekali untuk bersantai.”
***
Keesokan harinya, Firman menjemput Lara di pagi hari. Mereka memutuskan untuk berangkat lebih awal agar bisa menikmati udara segar di luar kota. Perjalanan berlangsung lancar, diiringi dengan obrolan ringan tentang berbagai hal. Lara merasa sangat nyaman di samping Firman, dan semakin menyadari bahwa dirinya sudah jauh lebih baik daripada sebelumnya.
Setibanya di lokasi, pemandangan indah terbentang di depan mereka. Sebuah danau kecil dengan air yang tenang, dikelilingi oleh pepohonan hijau, menciptakan suasana damai yang Lara butuhkan.
“Ini indah sekali,” kata Lara dengan mata berbinar, menatap danau dengan kagum.
Firman tersenyum, senang melihat Lara bahagia. “Aku pikir kamu akan menyukai tempat ini. Kadang-kadang, aku ke sini sendirian hanya untuk menjernihkan pikiran.”
Mereka berjalan perlahan di sekitar danau, berbincang tentang kehidupan, mimpi, dan harapan. Lara merasa bahwa setiap kali ia bersama Firman, beban di pundaknya semakin ringan. Ada sesuatu dalam cara Firman berbicara dan memperlakukannya yang membuatnya merasa dilihat, dihargai, dan didengarkan—sesuatu yang mungkin ia tidak dapatkan sebelumnya.
Setelah berjalan beberapa saat, mereka duduk di bangku kayu di tepi danau. Matahari sore mulai terbenam, menciptakan kilauan emas di permukaan air.
“Firman,” Lara memulai, suaranya pelan, “aku ingin berterima kasih padamu. Kamu telah banyak membantuku keluar dari masa-masa sulit. Aku mungkin tidak akan berada di sini seperti sekarang kalau bukan karena kamu.”
Firman menatap Lara dengan lembut. “Lara, kamu sendiri yang kuat. Aku hanya berada di sini untuk mendukungmu. Setiap langkah yang kamu ambil adalah hasil dari keberanianmu sendiri.”
Lara tersenyum, tetapi kali ini ada sesuatu yang berbeda di hatinya. Rasa hangat menyelimuti dirinya, dan tanpa disadari, ia mulai merasakan perasaan yang lebih dari sekadar persahabatan terhadap Firma. Ia mulai menyadari bahwa Firman bukan hanya sekadar dokter yang membantunya sembuh, tetapi mungkin juga seseorang yang bisa membuatnya bahagia lagi.
“Firman,” Lara berbicara lagi, suaranya sedikit bergetar, “apa yang kamu harapkan dari hidup ini? Apa tujuanmu sebenarnya?”
Firman tampak merenung sejenak, menatap ke arah danau yang tenang. “Aku selalu ingin bisa membantu orang lain, Lara. Itulah alasan kenapa aku menjadi dokter. Tapi belakangan ini, aku mulai menyadari bahwa hidup tidak hanya tentang pekerjaan. Aku ingin membangun sesuatu yang lebih, sesuatu yang lebih berarti.”
Lara menatap Firman dalam-dalam. “Apakah itu termasuk cinta?”
Firman tersenyum samar, dan ia menoleh untuk menatap Lara. “Ya, mungkin itu juga. Cinta adalah bagian penting dari hidup, kan?”
Percakapan itu membuat hati Lara berdebar. Ada sesuatu yang tumbuh di antara mereka, sesuatu yang belum pernah ia rasakan sejak perpisahannya dengan David. Namun, kali ini perasaannya lebih lembut, lebih tenang—seperti danau yang tenang di depan mereka.
Mereka duduk dalam keheningan selama beberapa saat, menikmati keindahan alam di sekitar mereka. Matahari perlahan-lahan tenggelam di balik pepohonan, dan langit berubah menjadi nuansa oranye yang menenangkan. Firman akhirnya memecah keheningan.
“Lara, aku tidak ingin mendesakmu, tapi aku merasa ada sesuatu yang berubah dalam diri kita berdua sejak pertama kali kita bertemu. Aku hanya ingin kamu tahu, apa pun yang kamu rasakan atau butuhkan, aku ada di sini untukmu.”
Lara menatap Firman, hatinya penuh dengan emosi yang tak terlukiskan. Ia tahu bahwa Firman tulus, bahwa pria ini benar-benar peduli padanya. Dan mungkin, untuk pertama kalinya sejak lama, Lara merasa siap untuk membuka hatinya lagi.
“Aku merasa hal yang sama, Firman,” kata Lara pelan, suaranya lembut tapi penuh kepastian. “Aku belum tahu ke mana semua ini akan membawa kita, tapi aku merasa lebih baik sejak kamu ada di hidupku.”
Firman tersenyum, dan saat itu, keduanya merasa bahwa mereka tidak perlu terburu-buru. Hubungan mereka berkembang secara alami, seperti danau yang tenang dan indah, yang memantulkan kehangatan sinar matahari.
~
Salam Author;)
Katanya perlu bicara ujung2nya perlu waktu lagi dan lagi baik sama lara juga sama arini beberapa bab muter itu2 aja, Maaf ya Thor kayak ceritanya hanya jalan di tempat aja 🙏🏻🙏🏻🙏🏻🙏🏻