NovelToon NovelToon
BAHAGIA?

BAHAGIA?

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Anak Yatim Piatu / Mengubah Takdir
Popularitas:711
Nilai: 5
Nama Author: Nemonia

berfokus pada kisah Satya, seorang anak dari mantan seorang narapidana dari novel berjudul "Dendamnya seorang pewaris" atau bisa di cek di profil saya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nemonia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 20

Satya membelai wajah sang ibu. "Tidak, Bu. Kurasa itu wajar." Satya tersenyum tipis, hatinya menghangat menjadi saksi kisah cinta kedua orang tuanya. Kira-kira, akankah ia bisa menyaksikannya sampai mereka bertiga menjadi keluarga? Karena entah kenapa ia merasa, sebuah bahaya besar tengah mengintai mereka.

Keesokan harinya Shintia kembali menjenguk Yoga namun lagi-lagi ia tak dapat menemuinya. Polisi hanya mengatakan bahwa Yoga tidak ingin bertemu. Dan tentu hal itu membuat Shintia kecewa. la tetap menunggu berharap Yoga berubah pikiran seperti waktu itu, namun meski telah menunggu satu jam layanan, Yoga tetap tidak menemuinya.

"Nyonya, sebaiknya anda segera pergi," perintah salah seorang polisi.

"Boleh aku tahu kenapa dia tidak ingin menemuiku, Pak?" pinta Shintia mengiba. Setidaknya ia ingin tahu alasannya.

"Itu bukan urusan kami. Kami hanya menyampaikan apa yang dia katakan. Jadi sebaiknya anda segera pergi," jawab polisi itu tegas. Tak ada rasa iba yang terlihat di wajah meski melihat mata Shintia berkaca-kaca.

Dengan terpaksa Shintia pergi, menekan rasa kecewa serta pemasarannya kenapa Yoga tak ingin ditemui.

"Bagaimana-" suara Satya seketika terhenti saat melihat raut wajah Shintia. Shintia baru saja memasuki mobil dan tentu saja ada banyak pertanyaan yang ingin ia tanyakan terutama kabar sang ayah. Tapi, melihat bagaimana raut wajah ibunya sekarang, ia tahu semua tidak baik-baik saja.

Shintia yang sebelumnya tertunduk, menarik nafas panjang dan mengembuskan perlahan kemudian menoleh menatap Satya. Sudut bibirnya terangkat namun tetap tak dapat menutupi kesedihan yang tampak jelas di wajah. "Maaf, Satya, ayahmu masih belum mau bertemu dengan ibu," ucapnya.

Satya amat terkejut, ia kira ibunya bertemu dengan ayahnya melihat sang ibu berada cukup lama di dalam.

"Ibu sudah menunggu, ibu pikir mungkin ayahmu berubah pikiran. Tapi, ternyata tidak. Maaf, sudah membuatmu menunggu dengan sia-sia," ucap Shintia sekali lagi di mana dirinya berusaha menahan tangis. la tetap menyunggingkan senyuman tak ingin membuat Satya memikirkan perasaannya. Namun, raut wajahnya serta suaranya yang terdengar bergetar tak akan mampu membohongi Satya.

Satya hanya diam dan menatap sang ibu dari samping di mana saat ini Shintia kembali menunduk menyembunyikan wajah. la merasa ada yang aneh dan berpikir pasti telah terjadi sesuatu dengan ayahnya.

"Mungkin ayah sedang istirahat. Ibu tenang saja, semuanya pasti baik-baik saja," ujar Satya memberi sang ibu semangat meski sebenarnya ia tak yakin pada apa yang ia katakan.

Shintia hanya mengangguk lemah kemudian menengadah sejenak sembari mengembuskan nafas guna menahan air mata yang telah menggenang. Ibu merasa semakin ke sini semakin cengeng," ucapnya tiba-tiba dengan mengusap setitik air mata di ujung matanya. Kemudian menoleh menatap Satya dan kembali mengukirkan senyuman. "Kau benar, semua akan baik-baik saja."

Satya mengusap air mata yang sempat menetes membasahi pipi Shintia. "Tidak apa-apa. Dulu ibu hanya bisa menangis dalam diam dan memendamnya sendiri, sekarang kalau ibu ingin menangis, tunjukkan saja pada Satya. Tidak apa-apa

Mendengar apa yang Satya katakan membuat air mata Shintia kembali menggenang. Membuat pandangannya sedikit mengabur menatap Satya akibat genangan air mata. Satya bukan hanya menjadi anak yang baik untuknya, tapi juga menjadi teman serta keluarga yang paling bisa mengerti dirinya. Rasanya, ia begitu bersyukur telah memiliki Satya.

"Baiklah. Bagaimana jika kita makan siang?"

Shintia mengangguk lemah meski sebenarnya ia tidak lapar. Memikirkan Yoga membuatnya kehilangan nafsu makannya.

Setelahnya mobil Satya melaju pergi dari sana menuju salah satu restoran yang kerap dikunjunginya. Hingga tak berselang lama keduanya telah sampai di tempat tujuan.

"Ibu pesan apa?" tanya Satya setelah mereka duduk.

"Seperti biasa," jawab Shintia yang mengarah pandangan ke luar dinding kaca restoran. la tampak melamun memikirkan alasan Yoga tak ingin bertemu. "Apakah aku telah melakukan kesalahan?" batinnya.

Mendengar jawaban sang ibu, Satya memesan makanan seperti biasa. Soto betawi kesukaan ibunya. Sementara ia memesan nasi padang. Setelah memesan, perhatian Satya tak lepas dari Shintia, menatapnya dengan pandangan tak terbaca. Rasanya ia ingin menyelinap ke dalam tahanan dan menemui ayahnya lalu membawanya menemui sang ibu.

Shintia masih mengarah pandangan ke luar menatap kosong pada beberapa pengunjung yang duduk di restoran di seberang jalan. Sampai tiba-tiba sorot matanya yang kosong itu tampak hidup saat tanpa sengaja menangkap wajah seseorang dalam penglihatan. Matanya melebar dengan degup jantung yang seolah dipompa dengan cepat. Apakah ia tak salah lihat?

Shintia menajamkan penglihatannya dan orang yang sebelumnya ia lihat itu kini telah kembali memakai maskernya.

"Bu, ada apa?" tanya Satya saat menyadari ada yang aneh dengan ibunya. la mengikuti arah pandang sang ibu dan tak ada sesuatu yang menarik. Hanya ada beberapa orang di seberang jalan serta beberapa orang berlalu lalang.

Sementara itu Shintia tak melepas pandangan dari pria itu. la seolah tengah berada dalam perang batin. Sebagian hatinya menyuruhnya segera bangkit berdiri dan memastikan. Namun, sebagian hatinya mengatakan bahwa apa yang dilihat adalah mustahil, tidak mungkin dan hanya halusinasinya karena memikirkan Yoga. Tapi, saat melihat pria itu bangkit berdiri dan hendak pergi, kakinya seolah bergerak sendiri, membawanya ikut bangkit berdiri kemudian segera berlari.

"Bu! Apa yang terjadi? Ibu mau ke mana?!" teriak Satya yang sebelumnya terkejut melihat Shintia tiba-tiba berlari. Tak ingin terjadi sesuatu dengan sang ibu juga menjawab rasa penasarannya, ia segera mengikuti ibunya, berlari menyusul di belakangnya.

Sintia berlari tergesa mengabaikan panggilan Satya. Dan saat telah berada di luar restoran, ia telah mendapati pria yang dilihatnya telah memasuki mobil. Tak ingin kehilangannya, ia berlari menyeberang jalan tanpa melihat kanan dan kiri.

Brak!

"Ibu!"

Satya berteriak hingga tenggorokannya sakit. Suaranya seakan habis saat melihat sang ibu nyaris tertabrak sebuah mobil yang melintas. Namun, keberuntungan masih menyertai ibunya. Sebelum mobil itu menghantam tubuh sang ibu yang berlari tanpa melihat situasi, mobil itu berhasil membanting setir ke kiri membuatnya menabrak tiang lampu jalan.

Nafas Satya terengah dengan keringat membanjiri wajah. Kelegaan pun terdengar samar namun kecemasan masih tersisa saat melihat ibunya berlari mengejar sebuah mobil. Entah ibunya itu sadar atau tidak bahwa nyawanya hampir saja terancam. Rasa penasarannya membuatnya mengabaikan keadaan sekitar.

"Tunggu! Berhenti! Berhenti!" teriak Shintia yang berlari mengejar mobil yang membawa pria yang dilihatnya. Pria yang sangat mirip dengan Yoga.

Entah ia yang salah lihat atau apa, tapi ia ingin memastikannya lebih jelas meski sadar saat ini Yoga belum bebas.

Brugh!

Langkah Shintia terhenti saat ia tersandung kakinya sendiri. la terjatuh sementara mobil itu tetap melaju pergi. "Tunggu! Jangan pergi! Kumohon berhenti!" teriaknya sekuat tenaga. Namun, apa yang dilakukannya percuma hingga membuatnya hanya mampu meneteskan air mata. Bahkan rasa sakit di lutut dan tangannya yang lecet seakan tak terasa karena hanya memikirkan Yoga.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!