Terdengar Musik yang terus di putar dengan kencang di sebuah bar hotel, disertai dengan banyaknya wanita cantik yang menikmati serta berjoget dengan riang. Malam yang penuh dengan kegembiraan, yang tak lain adalah sebuah pesta bujang seorang gadis yang akan segera menikah dengan pujaan hatinya. Ia bernama Dara Adrianna Fauza, gadis cantik dan manis, anak sulung seorang pengusaha sukses.
"Dar, gue ngak nyangka banget Lo bakalan nikah. Selamat ya bestie?" Ucap salah seorang gadis yang merupakan teman SMA dara.
"Iya. Makasih yah bestie. Gue doain semoga Lo cepet nyusul yah? Biar gantian, gue yang di undang." Ucap Dara sambil tersenyum.
Dara yang merasa haus pun segera mengambil sebuah jus untuk di minum, ia pun meminumnya.
Pesta terus berjalan dengan lancar, semua teman dara menikmati pesta dengan bahagia. Seketika dara yang sedang bersama dengan teman-temannya pun menjadi pusing. Mata menjadi sangat berat, pandangannya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon megawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab
"Kamu kan biasanya mandi sendiri." Ucap Dara.
"Sebelum menikah sama kamu, para pelayan pria membantu aku mandi, dan itu sudah menjadi tugas kamu sekarang. Buka pakaian aku dan siapkan air hangat." Titah Brama tegas.
Dara mendengus lirih. Dia pun segera menanggalkan kemeja Brama dan hendak ke kamar mandi untuk menyiapkan air panas.
Brama mengikuti Dara, mengamati istrinya yang menggemaskan dengan bibir mengerucut sebal karena dirinya. Di saat air sudah hampir terisi penuh, Brama langsung masuk ke dalamnya tanpa melepas celana panjang.
"Apa yang kamu lakukan? Kenapa kamu berendam dengan celana seperti itu?" Pekik Dara heran.
"Kamu kan tidak melepaskan celana aku." Balas Brama santai. Kedua tangannya bertengger di pinggiran bak mandi. Dia menyandarkan kepala dan memejamkan mata.
"Aku bisa sakit kalau istri aku tidak mau melayani aku dengan baik." Lanjut Brama lagi.
Dara tak habis pikir dengan tingkah Brama. Kenapa Brama semakin menuntut dan bersikap manja seperti itu?
"Berdirilah! Aku akan melepas celana kamu." Ucap Dara pasrah dengan wajah cemberut.
Dara mengalah karena tak mau disebut sebagai istri yang tidak becus melayani suami. Lagi pula, hanya melepaskan celana Brama bukan masalah besar baginya sekarang.
"Kamu tidak bisa lihat, aku sudah nyaman disini? Kalau kamu ingin sekali melayani suami kamu, kamu yang harus masuk ke sini." Ucap Brama bergeming dari tempatnya.
Dara menghela napas panjang. Dia perlu meluaskan rasa sabar setiap kali menghadapi Brama.
Tanpa sedikitpun ragu karena mengira Brama hanya menyuruh melepas celana panjangnya, Dara pun masuk ke dalam bak mandi luas itu.
Dara menunduk sambil membuka gasper Brama, kemudian menurunkan resleting celana dengan hati-hati agar tak membangunkan sesuatu yang terkurung di baliknya.
"Bagaimana caranya aku bisa melepas celana kamu kalau kamu duduk seperti ini?" Ucap Dara yang tak mau berjongkok dan membasahi diri karena dia pun sudah mandi sebelum Brama datang.
Akan tetapi, Brama tak menjawab dirinya. Dara terpaksa membasahi roknya ketika dia berlutut di samping paha Brama dan menurunkan celana itu.
"Angkat kaki kamu!" Perintah Dara.
Brama mengangkat kakinya untuk memudahkan pekerjaan Dara. Untungnya, busa sabun menutupi permukaan air sehingga Dara tak dapat melihat jelas sesuatu dibawahnya. Dara pun gegas keluar dari bak mandi karena merasa tugasnya sudah selesai.
Namun, Brama segera mencekal tangan Dara.
"Gosok badan aku!" Pintah Brama.
Terlanjur basah, Dara hanya bisa menurut. Dia mengambil handuk kecil untuk menggosok badan suaminya.
"Turun lagi ke bawah." Perintah Brama lagi.
Tangan Brama menuntun tangan Dara ke tempat yang diinginkannya. Dara membeliakkan mata, tak dapat berkata-kata.
Brama terlalu kuat menggenggam pergelangan tangannya. Dara hanya pasrah melakukan apapun keinginan Brama dengan wajah merah padam.
Pria itu mendesis dan menegakkan badan. Matanya kian menggelap akibat kabut gairah.
"Kamu sudah membantu aku. Karena suasana hati aku sedang baik, aku akan membalas apa yang kamu lakukan sekarang." Ucap Brama.
Brama melahap bibir Dara dengan rakus. Dibukanya pakaian Dara satu persatu dengan cepat. Lalu menggosok kulit lembut Dara dengan gerakan menggoda.
Sentuhan lembut Brama, membuat Dara tiba-tiba menginginkan lebih dari itu. Dara mulai berani duduk di pangkuan Brama tanpa diminta. Seolah kerasukan sesuatu, Dara langsung menyapu leher sang suami dengan bibirnya.
Brama tersenyum penuh kemenangan. Dia tahu titik-titik sensitif istrinya dan dapat membangkitkan hasrat gadis itu dengan mudah.
Brama mengangkat Dara sampai di bawah pancuran. Air hangat mengalir di tubuh mereka yang saling berpelukan dan melumat bibir satu sama lain.
"Jangan terlalu lama mandi." Ucap Brama melepaskan diri, lalu memastikan pancuran air dan mengambil jubah mandi untuk mereka.
"Sudah malam, sebaiknya kita tidur." Ucap Brama lagi.
Dara sangat kecewa karena Brama menghentikan perbuatannya. Dia memakai jubah mandi, lalu mengejar Brama yang sedang mengeringkan rambutnya.
"Kenapa kamu melihat aku seperti itu?" Tanya Brama mengamati Dara yang berdiri dibelakangnya melalui pantulan cermin besar.
Benak Dara berperang hebat. Dia tak ingin meminta suaminya seperti kemarin, tetapi tubuhnya merasa tak nyaman karena Brama tak lagi menyentuhnya.
Dara menyakini jika perbuatan yang akan dilakukannya hanya demi memuaskan keinginan sang jabang bayi dalam rahimnya. Dia menebalkan muka dan mulai bergerak maju ke depan.
Tanpa merespon ucapan Brama, Dara memeluknya dari belakang. Entah dari mana keberanian itu muncul, bibir lembabnya menyesap kuat pundak dan leher sang suami.
Kedua tangannya pun menyusuri dada dan perut berotot Brama. Semakin turun ke bawah, dan berhasil menemukan tempat yang membuat Brama memejamkan mata sambil mengerang lirih.
Akan tetapi, Brama segera melepaskan tangan Dara. Dia berbalik menghadap istrinya yang semakin terlihat seksi dengan wajah yang mendamba sentuhannya.
"Katakan, apa yang kamu inginkan?"tanya Brama.
Dara tak tahu lagi dimana rasa malunya sekarang. Dorongan hasrat itu sangat besar dan tak terkendali. Apalagi, ketika mengamati tubuh Brama setelah Dara melepaskan jubah mandinya.
Dara melingkarkan tangan di leher Brama saat duduk di pangkuannya. Kemudian mendorong maju belakang kepala Brama agar tak mengelak ketika Dara mulai menc*um bibirnya.
"Sentuhlah aku, Tuan Brama Pranaja." Ucap Dara dengan suara dalam.
Ribuan kupu-kupu bersorak-sorai di dalam perut Brama, lalu terbang hingga ke dada dan bersarang di jantungnya.
Brama menggendong Dara ala koala sampai ke ranjang.
"Sesuai keinginan kamu, sayang." Ucap Brama tersenyum menggoda.
Tubuh indah itu menari-nari diatasnya. Brama tak mau memejamkan mata untuk melihat keindahan yang sangat didambakannya.
Brama tak Sudi menyia-nyiakan pemandangan indah itu. Dia merekam setiap gerakan Dara dalam benaknya. Setiap liukan tubuh Dara membuat Brama melayang-layang.
Desakan nikmat sang istri, seakan-akan membawa jiwa Brama terbang tinggi menembus cakrawala. Brama tak kuasa menahan gejolak dahsyat yang ingin ditumpahkan sekarang juga. Dengan satu gerakan tegas, Brama membalik tubuh Dara dibawah kuasanya.
"Brama..." Desah Dara.
Kedua tangan Dara mencengkeram erat lengan Brama dengan mulut terbuka dan mata terpejam. Kepala Dara mendongak dan dadanya membusung ke atas. Brama tahu, Dara akan segera mencapai puncak kenikmatan.
"Bersama-sama, sayang." Ucap Brama membungkam bibir Dara yang mendesah nikmat seraya mempercepat gerakannya.
Dara memeluk badan kekar itu dengan sangat erat. Seruan kenikmatan Brama terdengar merdu di telinga Dara. Kehangatan yang Brama berikan didalam tubuhnya, menandakan akhir dari pertempuran hebat itu.
Dara melepaskan pelukan, mendorong Brama dari atas badannya, dan mengatur napasnya yang tak beraturan. Brama pun kembali mendekap Dara dari samping sambil memejamkan mata.
"Katakan, siapa orang itu?"tanya Dara dengan napas tersengal-sengal.
Dara tak mau membuang-buang kesempatan untuk mencari tahu pelaku yang mengambil fotonya malam itu. Lagi pula, dia telah memenuhi syarat yang Brama berikan.
"Istirahatlah dulu. Aku akan mengatakannya nanti." Ucap Brama yang akan menunggu Dara hingga bernapas dengan normal sebelum menjawab pertanyaan itu.
Rasa penasaran itu semakin kuat karena Brama tak segera mengatakannya. Dara melihat ke arah jam dinding dan mengamati detikan jarum jam yang bergerak begitu lambat karena Brama tak kunjung membuka mata dan mulutnya.
"Kenapa dia malah tidur? Menyebalkan!" Batin Dara kesal.
Mata Dara berpaling dari jam dinding, lalu mengamati dan menanti Brama menggerakkan bibirnya. Namun, Dara justru menelan ludah susah payah ketika terbayang gerakan bibir yang telah menjamah seluruh tubuhnya itu.
Jemari Dara terulur dengan sendirinya ke arah bibir Brama. Namun, gerakan tangannya berhenti mendadak sebelum berhasil menyentuhnya.
Bibir Brama bergerak membentuk kata-kata yang terdengar begitu jelas.
"Ayra Fauza, adik tiri kamu. Dialah yang sudah menyuruh orang untuk mengambil foto kita di depan kamar hotel." Ucap Brama.
Brama membuka mata dan meraih jemari Dara. Dia mengecupnya dengan mesra dan sedikit menggoda untuk menenangkan keterkejutan Dara.
Dara bungkam seribu bahasa. Rasa malu akibat perbuatannya kepada Brama beberapa saat lalu menghilang, rasa penasarannya pun tertuntaskan, berganti dengan perasaan kecewa dan sakit hati yang begitu luar biasa.
Belum selesai Dara menerima kenyataan itu, Brama pun melanjutkan.
"Dia juga yang menyuruh teman prianya untuk meniduri kamu waktu itu. Mulai sekarang, jangan dekat-dekat lagi dengan adik tiri kamu itu, paham?" Ucap Brama.
Dara masih tak merespon Brama dan sibuk dengan pikirannya sendiri.
Dugaan Aleta benar, Dara pun juga memiliki firasat buruk pada Ayra setelah semua yang terjadi. Akan tetapi, Dara selalu menepis firasat dan prasangkanya karena dia masih menganggap Ayra sebagai keluarga.
Biarpun tidak sedarah, mereka hidup berdampingan dalam waktu yang cukup lama. Bagaimana mungkin, adik tirinya sampai hati berniat menjebak dirinya bersama seorang pria?
Demi apa? Agar bisa menikah dengan Aldo? Ataukah Ayra hanya ingin merebut apa yang seharusnya menjadi milik Dara seperti biasanya?
Dara sangat kecewa kepada Ayra hingga membuat rasa kecewa itu berubah menjadi amarah yang begitu hebat.
Jika Ayra menginginkan Aldo, kenapa tak bilang sebelumnya? Kenapa harus melakukan perbuatan tak bermoral itu padanya?
Apakah Arman juga tahu tentang fakta itu? Lalu bagaimana dengan Aldo? Apakah mantan tunangan yang telah Ayra dapatkan itu juga tahu perbuatan istrinya? Dan dengan wajah tanpa dosa, Ayra pun masih bersikap biasa saja di depannya!
"Tidak tahu malu!" Batin Dara sangat marah.
Dara selama ini selalu mengalah pada Ayra. Kasih sayang Arman pun telah habis untuk sang adik tirinya.
Dara pun selalu diam, tak memprotes ketika semua barang-barang kepunyaannya diambil Ayra. Tidak cukupkah Ayra mengambil semua kebahagian Dara?
Kali ini, Ayra telah melewati batas yang tak dapat Dara terima. Dara tak terima diperlakukan tak adil seperti itu! Oleh Ayra maupun ayahnya.
"Untungnya, aku datang tepat waktu dan menghajar bedebah kecil itu dan menyelamatkan kamu," ujar Brama bangga, tak mengindahkan kekalutan yang Dara rasakan saat ini.
"Menyelamatkan aku?" Tanya Dara memukul-mukul lengan Brama dengan penuh amarah.
Dara marah oleh kata-kata Brama yang mengatakan bahwa pria itu telah menyelamatkan dirinya. Sangat murka dengan semua perbuatan licik Ayra. Juga kepada Arman yang tega mengusirnya karena lebih mempercayai kelicikan putri kesayangan yang bahkan bukan darah dagingnya sendiri.
Dara meluapkan semua emosinya saat ini ke dalam setiap pukulan yang sebenarnya tak begitu terasa bagi Brama. Tak ada air mata yang mengalir di wajah cantiknya.
Dara tak Sudi menangisi orang-orang yang sudah berbuat sangat keji padanya!
"Sudah puas pukulnya?" Tanya Brama yang merasakan pukulan Dara semakin melemah.
Pria itu tahu, Dara pasti akan sangat terkejut dan terpukul setelah mengetahui faktanya. Brama juga memiliki agenda tersendiri saat mengungkapkan kebenarannya kepada Dara.
"Kamu juga sama saja! Kamu juga sudah menghancurkan masa depan aku. Kamu juga mengambil kalung aku dan tidak mengembalikannya sampai sekarang. Aku benci sama kamu!" Pekik Dara.
Membenci dirinya? Jadi selama ini, Dara membenci dirinya? Brama tak suka mendengarnya!
Brama mendekap Dara dengan erat hingga wanita itu tak dapat bergerak.
"Aku memang menolong kamu, Dara Pranaja! Bayangkan, apa yang akan terjadi jika kamu berakhir dengan pria hidung belang itu?" Ucap Brama.
Brama benar. Jika Dara sampai masuk ke dalam perangkat Ayra sepenuhnya, belum tentu juga pria itu akan bertanggung jawab dan malah akan meninggalkan Dara. Bahkan akan dengan mudahnya Ayra bisa mengendalikan hidup Dara sesuai keinginannya. Dara sangat beruntung karena Brama lah yang berakhir dengannya, sehingga dia bisa hidup bagaikan ratu di kediaman Pranaja. Disayangi dan juga dimanjakan oleh keluarga Pranaja.
(Si rubah licik maunya hidup Dara hancur. Tapi eh, malah Dara yang hidupnya makmur dan bahagia. Di cintai oleh suami dan mertua. Lah dia? sering ditinggal pergi sama suami, bahkan ngak di anggap sama ibu mertua. Jadi tunggu kelanjutannya yah? See you next part...)