Bercerita tentang seorang pemuda yang ditinggal menikah oleh wanita pujaannya dengan sahabatnya sendiri. Lebih tepatnya wanita yang disukainya itu pasangan sahabatnya sendiri. Ia menyukai wanita itu karena ada hal istimewa yang ada di dalam wanita itu.
Berbagai cara, dia lakukan untuk melupakan wanita itu. Namun hasilnya nihil, dia sudah berusaha untuk melupakannya. Dan itu sulit baginya. Wanita itu terlalu membekas di hatinya.
Hingga akhirnya ia bertemu wanita lain yang membuatnya jatuh cinta. Wanita sederhana dan senyum manisnya, yang membuatnya jatuh cinta. Berbagai cara dia lakukan untuk menyatukan cintanya pada wanita itu. Namun lagi-lagi ada halangan besar yang menghalangi perbedaan mereka.
Lalu apa yang akan dilakukan pemuda itu? Apakah pemuda itu tetap melanjutkan pilihan hatinya?
Atau dia akan menyerah dan merelakan wanita itu bersama dengan yang lain?
Ingin tahu lebih lanjut ceritanya, jangan lupa untuk membaca kisah selengkapnya....
Happy reading....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jyoti_Pratibha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28
“Jadi mana oleh-olehnya?”
“Astaga, dasar nggak sabar banget buat oleh-olehnya!”
“Iya dong, udah lama nggak makan jajanan dari kampung sendiri. Udah banget rindu ini.”
“Oke-oke.”
Derandra pun mengeluarkan beberapa jajanan yng ia bawa. Ada beberapa jenis makanan yang ia beli dari sana, tapi hal utama yang ia bawa adalah keripik tempe, keripik tempe sagu, sale pisang, keripik sale pisang, alen-alen, dan geti wijen.
“Kamu nggak lupa bawa beli ikan asap kan?”tanya Veronica.
“Oh tentu tidak lupa”ucap Derandra, ia pun mengeluarkan ikan asap yang dibawanya.
Untuk mendapatkan ikan asap ini, Derandra harus pergi ke pantai terlebih dahulu. Karena mendapatkan ikan asap seperti ini memang tidak akan ada di tengah kota. Adanya hanya di pinggiran kota, seperti di pantai.
Veronica mengambil sale pisang yang dibawa Derandra. Gigitan pertama sale pisang ini membuatnya terbawa di perjalanan singkat ke surga rasa.
Manisnya yang alami begitu lembut membelai lidah, rasa legit pisang yang terkonsentrasi sempurna dengan aroma kayu bakar yang khas. Mampu menciptakan melodi rasa yang unik dan menggugah selera.
Teksturnya yang renyah diluar, lembut di dalam, menghadirkan pengalaman sensasi yang tak terlupakan. Setiap kunyahan terasa seperti mengupas lapisan demi lapisan kenikmatan.
Manisan surgawi yang menari-nari di lidah, meninggalkan aftertaste yang manis dan membekas lama.
“Sale pisang ini seperti mengingatkanku tentang kebersamaan di desa. Perpaduan manis dengan aroma khas dari kayu bakar seperti membawa makna tersendiri. Ada simbol keramahtamahan dan kehangatan yang ingin dibagi dengan setiap orang yang mencicipinya. Benar-benar enak”jelas Veronica.
Dia seperti teringat tentang perjuangan ayahnya yang membelikan makanan ini ketika dulu.
Keluarga Veronica bukanlah orang berada, keseharian mereka adalah mencari uang untuk memenuhi kebutuhan hidup. Dan sale pisang ini adalah jajanan mewah yang pernah ia makan dulu.
Walaupun dulu harganya tidak seberapa, namun harga tidak seberapa itu cukup untuk menghidupi kebutuhan mereka.
Untuk sekarang, mungkin dirinya bisa membeli lebih banyak dari saat dia makan dulu. Karena dia sudah memiliki penghasilan sendiri.
“Dulu ketika diriku masih belum seperti sekarang, sale pisang ini bisa dibilang jajanan mewah yang pernah kumakan.”
“Memangnya bisa seperti itu? Harganya tidak seberapa ini Veron.”
“Ya aku tahu, namun harga tidak seberapa itu bisa menghidupi keluarga ku selama seminggu.”
“Maksudnya?”
“Aku bukan berasal dari orang berada, bisa dibilang keluargaku sangatlah miskin. Untuk membeli bahan makanan saja kami harus berjuang, semua orang memang berjuang sih. Tapi untuk keluargaku itu sangatlah sulit, apalagi stigma masyarakat tentang keluarga kami.”
“Memangnya keluargamu kenapa sampai orang-orang memiliki stigma buruk?”
“Bukan buruk Derandra, tapi ada beberapa hal yang membuat mereka memiliki stigma tidak bagus terhadap keluargaku.”
“Dan itulah yang membuatmu memilih merantau ke kota?”
“Hal utamanya itu, namun ada beberapa hal lagi yang membuatku harus berjuang di kota orang. Dan mungkin akan menjadi kotaku sendiri kalau aku memilih tinggal disini.”
Satu hal yang membuat Derandra benar-benar kagum dengan sosok di depannya ini. Wanita itu tahu caranya untuk bersyukur dan bertahan di tengah perbedaan strata sosial yang begitu tinggi.
Lagi dan lagi Derandra harus merenungi sifatnya yang sering berfoya-foya terhadap sesuatu. Apalagi dirinya terkadang menginginkan sesuatu yang harus dituruti.
Terkadang ketika memiliki segalanya, hendaknya dia harus menahan nafsunya agar tidak keblabasan. Sering kali dia membeli barang-barang yang tidak berguna karena bagus, namun setelahnya harus terbuang sia-sia di tempat sampah.
“Oh ya, kamu sudah nyobain keripik tempe ini? Menurutku ada beberapa hal yang membedakan ini dari keripik tempe yang biasa ku beli.”
“Oh ya apa itu?”
“Menurutku sih bumbunya, dan tangan pembuatnya. Katamu setiap tangan yang membuat akan selalu memiliki ciri khas tersendiri dalam memasak sesuatu.”
Veronica yang mendengar itu tertawa kecil, dia tak menyangka bahwa pria yang ada di hadapannya ini mengingat kata-kata itu.
Namun yang dibilangnya ini sangat benar, jika seseorang itu pandai memasak. Akan ada beberapa hal yang membedakan mengapa masakan itu enak dari yang lain. Dan tentu setiap tangan memiliki ciri khas tersendiri dalam mengolah sebuah masakan.
Mereka terdiam sejenak karena masih menikmati camilan yang dibawa Derandra. Jajanan dari manis dan asin begitu lengkap di meja yang diduduki mereka berdua.
Tak lupa suasana malam di taman yang luas ini, menambah sensasi keduanya dalam menikmati camilan. Dan juga tambahan pentol sebagai pelengkap makanan berat mereka selain jajanan jadul itu. “Benar-benar nikmat”batin Veronica.
“Oh ya Veron kalau boleh tahu, mengapa semua orang membicarakanmu? Maaf, tadi ketika aku mengantarmu aku tidak sengaja menguping pembicaraan rekan kerjamu.”
“Membicarakan tentang apa?”
“Aku bisa menyebutnya mereka mengataimu sebagai wanita yang tidak baik, maaf kalau lancang.”
Veronica tersenyum tipis mendengarnya, ia sudah tidak heran dengan pembicaraan seperti itu. “Namanya juga hidup Ndra, gak ada di dunia ini ada yang namanya orang baik. Akan selalu ada orang yng nggak menyukaiku, tapi ya sudahlah biarkan saja. Anggap lah aku sedang mengurangi dosaku.”
“Tapi ucapan mereka sangat keterlaluan menurutku, apa bisa sesama perempuan harus mengatai seperti itu!”
“Selagi mereka tidak main fisik, aku tidak akan meladeni mereka. Biarkan saja mereka berbicara sesuka hati.”
Derandra yang mendengar ucapan Veronica hanya bisa mendenguskan napasnya. Teman wanitanya ini terlalu santai dalam menanggapi hal seperti, kalau saja dia adalah Veronica mungkin dia akan melakukan perlawanan agar mereka tutup mulut dan berhenti membicarakannya.
“Kamu ini aneh Veron, biasanya seorang wanita jika sudah ada yang menjelekkan dirinya sendiri akan melakukan segala hal untuk membuat mereka membungkam mulutnya dan menarik ucapan serapahnya. Tapi kamu!, kamu malah diam saja hanya karena mereka tidak melakukan kontak fisik”omel Derandra dengan sifat Veronica yang terlalu santai dalam menanggapi hal seperti ini.
Veronica yang mendengar itu hanya terkekeh karena mulut Derandra yang terus maju ketika mengomelinya.
Menurutnya Derandra jika sedang seperti ini, mengingatkan nya dengan tetangga sebelah rumahnya jika sedang mengomeli anaknya atau tidak istrinya kalau keluar terlalu lama.
“Andra Andra, yang punya masalah kan aku bukan kamu. Mengapa kamu yang ribet”ujar Veronica.
“Bukan ribet, hanya saja aku kesal dengan ucapan mereka yang sok benar itu!”kesalnya.
Veronica hanya menggelengkan kepalanya melihat kelakuan temannya ini, sangat berbeda ketika pria jika dalam mode serius.
“Sudahlah biarkan saja, selagi mereka tidak menggunakan kekerasan. Aku tidak akan melawannya”ucap Veronica.
“Sudah berapa lama kau mendapat cacian seperti itu Veron?”tanya Derandra dengan nada serius.
“Mungkin sejak pertama kali aku bekerja di kota, entah apa yang membuat mereka begitu membenciku aku tidak terlalu memikirkan nya”jawab Veronica dengan nada santainya.
Derandra hanya bisa menghembuskan napasnya pelan, wanita di depannya terlampau santai dalam menghadapi masalah.
“Wanita ini memang aneh”batinnya.
ΠΠ
Di hari yang penuh berkah bagi semua orang. Karena hari ini bertepatan masjid itu melakukan syukuran dengan bagi-bagi kebutuhan pangan untuk semua orang yang lewat.
Keberhasilannya dalam mempertahankan tanah ini, menjadi titik awal bagi pengurus masjid dalam menghadapi suatu hal.
Nantinya ketika masjid ini benar-benar beroperasi dengan lancar, mereka akan menghadapi suatu masalah yang tak terhingga.
Seperti keyakinan mereka, bahwa setiap masalah akan ada solusi untuk menyelesaikannya. Dan mereka siap menerima masalah yang akan datang nanti.
Serta beserta solusi-solusi nantinya. Mempertahankan masjid ini adalah tugas mereka untuk melaksanakan amanah dari yang sudah diwasiatkan. Dan jika tidak mempertahankannya, mereka sama saja sudah berkhianat dengan amanah yang diberi.
“Wah, enak kalo masak sayur bening kayak gini.”
“Wih ada umbi talas, jarang-jarang disini ada umbi ini.”
“Sangking banyaknya sampai bingung nanti dibuat masak apa?”
“Ini kalau dikasih ke istri pasti seneng nih, jadi nggak perlu pergi ke pasar lagi.”
Berbagai pembicaraan yang diucapkan oleh para jemaah dan orang-orang yang mampir sangat lucu di telinganya. Diryan yang disini sebagai penata sayuran jika ada yang sudah habis, akan memberikannya lagi.
Karena sayuran yang dibeli para pengurus yang lain sangatlah melebihi kapasitas. Ia pun kembali ke gudang masjid untuk melihat beberapa pengurus yang sedang menyortir sayuran yang layak.
Dan sebagian lagi memotongi sayuran yang tidak layak menjadi kecil-kecil, nantinya sayuran itu akan dijadikan pupuk organik.
Dan tentu setelahnya pupuk itu akan dijual lagi ke petani daerah sini.
“Huft lelah juga memilah sayuran disini, aku jadi mengeluarkan keringat banyak”keluh Atlas pada Diryan
Menanggapi hal itu Diryan hanya tersenyum tipis, menurutnya Atlas memang belum terbiasa dengan kegiatan seperti ini.
Itu terlihat dari penampilannya dan juga cara kerja pria itu dalam memilah sayuran.
“Mungkin kamu memang tidak terbiasa dengan kegiatan seperti ini.”
“Benar, aku memang tidak terbiasa dengan kegiatan seperti ini, dan juga pekerjaanku yang selalu berada di dalam ruangan dan terkadang juga di luar. Mungkin penyebabnya, karena aku sering mengerjakan pekerjaan ku di dalam ruangan.”
“Itulah penyebabnya kamu bergerak sedikit dan duduk di waktu yang lama dengan tidak adanya AC seperti di ruangan mu, kamu berkeringat banyak.”
“Iya juga, rasanya sangat berbeda ketika aku berolahraga di dalam ruangan. Disini aku merasa lebih cepat lelah daripada mengangkat alat berat di tempat fitness.”
Diryan tertawa mendengar ucapan Atlas. “Tentu saja berbeda Atlas, bahkan kalau kamu disuruh mengangkat sayuran di dalam karung itu kamu tidak akan kuat.”
“Mengapa seperti itu?”tanya Atlas dengan nada heran.
“Hal yang kamu lakukan ketika di tempat fitness adalah untuk membentuk otot dan juga untuk menghilangkan rasa stres karena lelahnya bekerja. Sedangkan mereka mengangkat karung-karung seperti itu karena untuk memenuhi kebutuhan.
Orang gym sering melakukan teknik yang diajarkan pelatih untuk menghindari cedera serius. Sedangkan mereka, pekerjaan ini untuk memenuhi kebutuhan mereka. Jika cedera mereka tidak akan bisa bekerja dengan baik.”
Atlas terdiam mendengar ucapan Diryan. Yang diucapkan wanita itu seperti menampar dirinya yng sering buang-buang uang untuk hal-hal yang boros.
Terkadang ketika dia lupa akan segalanya, setelah mendapat kepuasan. Atlas akan berubah menjadi kepribadian orang lain, dan disaat itu dia tidak akan menjadi Atlas seperti biasanya.
Semua sifat seperti itu karena Atlas menjadi orang lain setelah mendapat kepuasan dalam bekerja.
Dia akan mendapat pujian atas karyanya, dan setelah itu dia akan menjadi orang lain dalam menghamburkan uangnya.
Beruntunya ketika dia seperti itu, Atlas mempunyai asisten yang akan menyadarkannya dari sifat seperti itu.
Asistennya itu adalah orang yang vokal dalam mengkritik sesuatu, jika ada kesalahan yang dirasa tidak benar. Dia akan mengkritik orang itu dengan berani, dan dia juga tak takut akan pandangan orang-orang terhadap dirinya.
Itulah sebabnya Atlas sampai sekarang masih mempertahankan asistennya itu, meskipun banyak yang menyuruhnya untuk memecatnya. Namun menurut Atlas, ketika dia mempunyai asisten seperti itu dia bisa diajak berdiskusi tentang suatu pekerjaan.
Bahkan sering kali Atlas mendapat teguran dari asistennya itu ketika sedang lalai dalam melakukan pekerjaan.
“Oh ya setelah lama mengobrol seperti ini kamu belum menceritakan kegiatan sehari-harimu selain menjadi pengurus masjid disini.”
“Keseharian ku tidaklah sepadat dirimu, namun bisa dibilang sangat melelahkan jika dikerjakan olehmu”canda Diryan pada Atlas. Atlas yang mendengarnya tertawa kecil karena malu karena keluhannya tadi.
Mereka pun membersihkan meja-meja dari sayuran yang sudah tidak diambil oleh orang-orang.
Nantinya sayuran ini sebagiannya lagi akan dibungkus dan dibagikan kepada pengurus masjid, dan sebagiannya lagi akan dipotong kecil-kecil untuk dijadikan pupuk.
Kegiatan seperti ini menurut Atlas sangatlah bagus untuk keseimbangan lingkungan. Masjid ini benar-benar menerapkan ECO green dalam mengelola pangan yang sudah tidak terpakai.
Selain itu pengurus masjid ini juga sangat kreatif dalam memanfaatkan barang bekas. Seperti meja yang dipakai untuk menata sayur ini, Atlas melihat setiap sudut kayu yang digunakan untuk membuat meja.
Kayu yang digunakan ini menurutnya berbeda-beda jenis, dengan berbagai potongan yang tidak beraturan. Tapi masih bisa difungsikan untuk menaruh barang, meskipun tidak ada rapi-rapinya.
“Mau ke warungku?”tanya Dihyan setelah menyelesaikan pekerjaan nya.
“Boleh kalau di traktir”ucap Atlas dengan menunjukkan senyumnya yang lebar.
Dihyan yang melihat itu terkekeh. “Oke.”
Mereka berdua pun pamit pada pengurus masjid yang lain untuk pulang setelah menyelesaikan pekerjaannya. Tak lupa membawa sayuran yang sisa tadi.
Berjalan menuju ke tempat Dihyan memanglah tidak terlalu jauh, mereka hanya butuh beberapa menit untuk sampai.
Sembari mengobrol berbagai banyak hal, tak lupa Dihyan juga menyapa warga sekitar yang mengenalnya. Setelah sampai Dihyan pun mengajak Atlas duduk di warungnya.
“Kamu mau pesan apa?”
“Memang apa saja menunya?”
“Banyak kamu tinggal lihat aja, dan tunjuk nanti ku ambilkan lauknya.”
Atlas melihat berbagai masakan khas daerah di warung ini. Dan juga beberapa pengunjung juga melakukan hal yang sama seperti dirinya.
“Aku telur balado sama sambel terong aja, ah iya ayam goreng juga lagi pengen itu soalnya.”
“Oke kamu tunggu di meja makan aja, nanti ku antarkan.”
Atlas menganggukkan kepalanya dan kembali duduk di meja makan. Ia melihat sekeliling warung ini, menurutnya warung ini sudah berdiri lama.
Itu terlihat dari nama warungnya yang sudah pudar, dan meja makan yng dipakai juga tidak diganti.
Tak lupa kebersihan yang dijaga juga menambah kesan warung ini adalah tempat makan yang harus dikunjungi semua orang.
Pelayanannya yang ramah dan juga banyak pengunjung yang saling mengobrol dengan pelayan layaknya keluarga. Sistem yang digunakan warung ini benar-benar terkontrol dengan baik.
“Ini, jangan lupa kasih kritikan juga kalau sudah merasakannya”ucap Dihyan dengan tersenyum manis padanya.
Atlas pun menyendokkan makanan yng dipesannya, dan rasanya sesuai yang diperkirakannya.
“Enak, tidak ada yang kurang dalam rasanya. Mungkin ada beberapa hal yang harus kusampaikan tentang lainnya.”
Mereka pun mengobrol dengan seksama, tak lupa menyelipkan candaan untuk mencairkan suasana.
Sama seperti pengunjung yang lain,mengobrol dengan orang yang tak dikenal. Hingga menghabiskan makanannya dengan sedikit obrolan untuk menemani.
salam hangat dari saya👋
jika berkenan mampir juga🙏