NovelToon NovelToon
Cinta Dan Tawa Di Kota : Kisah Perempuan Tangguh

Cinta Dan Tawa Di Kota : Kisah Perempuan Tangguh

Status: sedang berlangsung
Genre:Romansa / Slice of Life
Popularitas:1.7k
Nilai: 5
Nama Author: xy orynthius

Tara Azhara Putri Mahendra—biasa dipanggil Tara—adalah seorang wanita muda yang menjalani hidupnya di jantung kota metropolitan. Sebagai seorang event planner, Tara adalah sosok yang tidak pernah lepas dari kesibukan dan tantangan, tetapi dia selalu berhasil melewati hari-harinya dengan tawa dan keceriaan. Dikenal sebagai "Cewek Tangguh," Tara memiliki semangat pantang menyerah, kepribadian yang kuat, dan selera humor yang mampu menghidupkan suasana di mana pun dia berada.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon xy orynthius, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 28

Matahari baru saja terbit, menyingkap sisa-sisa malam yang mengelilingi hutan. Tara dan Raymond bergerak dengan langkah pelan tapi pasti, menghindari ranting-ranting yang bisa mengkhianati keberadaan mereka. Meski berhasil melarikan diri dari fasilitas, mereka tahu perjalanan mereka jauh dari kata aman. Data yang mereka bawa bukan hanya berisi informasi rahasia tentang Proyek Apocrypha, tetapi juga kunci untuk menghentikan bencana global yang direncanakan.

Tara mengamati sekeliling dengan waspada. "Kita harus cari tempat berlindung dan rencana selanjutnya," katanya dengan suara rendah.

Raymond mengangguk, lalu berhenti di depan semak-semak yang lebih lebat. "Gue lihat di peta, ada sebuah kota kecil beberapa kilometer dari sini. Mungkin kita bisa ke sana, tapi kita harus tetap hati-hati. Mereka pasti mengirim tim pencari."

Dengan tekad bulat, mereka melanjutkan perjalanan menuju kota kecil yang disebut Raymond. Setiap langkah mereka penuh dengan kewaspadaan, karena mereka tahu musuh yang mengejar mereka tidak akan menyerah begitu saja.

Setelah beberapa jam berjalan tanpa henti, mereka tiba di pinggiran kota yang sepi. Kota itu tampak sunyi, hanya terdengar angin yang menggesek daun-daun kering di jalanan. Rumah-rumah tua berdiri kokoh dengan cat yang mulai mengelupas, memberikan kesan bahwa tempat ini telah ditinggalkan sejak lama.

"Tempat ini nggak keliatan rame," ujar Tara sambil mengamati sekeliling. "Tapi mungkin kita bisa temukan sesuatu di sini."

Raymond setuju dan memimpin mereka menuju salah satu bangunan yang tampak seperti rumah tua yang sudah lama tidak dihuni. Pintu depan berderit saat mereka mendorongnya, menampakkan ruangan yang penuh debu dan perabotan yang ditinggalkan begitu saja. Bau kayu lapuk dan kelembaban memenuhi udara.

Mereka memutuskan untuk beristirahat sejenak di dalam rumah tersebut. Raymond menurunkan tasnya dan mulai memeriksa flash drive yang mereka bawa. "Gue perlu memastikan data ini utuh. Kita nggak bisa ambil risiko."

Tara duduk di kursi tua yang hampir patah, matanya tetap waspada terhadap pintu dan jendela. Meski tubuhnya terasa lelah, pikirannya tetap aktif, merenungkan langkah berikutnya. Mereka telah sampai sejauh ini, tapi ancaman masih ada di mana-mana.

"Raymond, kita harus segera kirim data ini ke Adrian dan Lucas," kata Tara. "Mereka harus tahu apa yang kita temukan."

Raymond mengangguk sambil memasukkan flash drive ke laptopnya. "Gue akan kirim email terenkripsi ke mereka. Tapi kita harus pastikan koneksinya aman. Kalau mereka bisa lacak kita..."

Suara pelan derit lantai kayu dari lantai atas membuat Tara langsung berdiri, senjatanya terangkat. "Kita nggak sendirian," bisiknya tegang.

Raymond segera menutup laptopnya dan mengangkat senjata juga. Mereka berdua saling berpandangan, kemudian bergerak menuju tangga dengan langkah ringan. Jantung mereka berdetak cepat saat mendekati sumber suara. Tangga tua itu berderit pelan di bawah berat mereka, membuat setiap langkah terasa seperti ancaman baru.

Sesampainya di lantai atas, mereka menemukan lorong panjang dengan beberapa pintu di sepanjang sisinya. Tara memberi isyarat pada Raymond untuk memeriksa pintu pertama, sementara dia mengawasi lorong. Raymond membuka pintu perlahan, siap menghadapi apapun yang ada di dalamnya. Ruangan itu kosong, hanya berisi beberapa perabot tua dan jendela yang terbuka sedikit, membiarkan angin dingin masuk.

"Angin," bisik Raymond, menatap Tara. "Tapi kita tetap harus periksa semua ruangan."

Mereka bergerak dari satu ruangan ke ruangan lain, memeriksa setiap sudut dengan hati-hati. Setiap ruangan ternyata kosong, namun perasaan bahwa mereka sedang diawasi tidak kunjung hilang. Setelah selesai memeriksa lantai atas, mereka kembali ke ruang bawah, di mana cahaya matahari mulai menyusup melalui jendela berdebu.

"Kita nggak bisa lama di sini," kata Raymond akhirnya. "Kita harus segera kirim data ini sebelum mereka menemukan kita."

Tara setuju dan mulai memeriksa ponselnya. "Gue akan coba nyari sinyal di luar kota ini. Lo tetap di sini dan siapkan semuanya."

Raymond ragu sejenak, tapi kemudian mengangguk. "Hati-hati, Tara. Jangan ambil risiko."

Tara tersenyum tipis. "Gue selalu hati-hati."

Dengan itu, Tara keluar dari rumah dan menyusuri jalanan sepi kota. Matahari sudah mulai tinggi, membuat bayangan panjang di antara bangunan-bangunan tua. Udara dingin mulai hangat seiring siang mendekat, namun perasaan gelisah tidak juga mereda.

Tara berjalan hingga mencapai bukit kecil di pinggiran kota, tempat dia bisa melihat seluruh kota di bawah. Di sini, dia mencoba mencari sinyal, tapi hasilnya nihil. Sinyal di daerah ini lemah, membuatnya frustrasi. Namun, saat dia berbalik untuk kembali, sesuatu di sudut matanya menarik perhatian.

Di kejauhan, Tara melihat sekelompok orang berseragam mendekati kota. Jumlah mereka tidak sedikit, dan dari penampilan serta peralatan yang mereka bawa, Tara tahu mereka bukan warga biasa. Ini adalah pasukan yang dikirim untuk menangkap mereka.

Tanpa menunggu lebih lama, Tara berlari kembali ke rumah tempat Raymond menunggunya. Kakinya berlari cepat menembus udara dingin, dengan adrenalin yang memacu setiap gerakan. Begitu sampai di depan rumah, dia hampir menerobos pintu dengan suara nafas terengah-engah.

"Raymond, mereka datang!" serunya sambil menutup pintu dengan cepat.

Raymond yang sedang sibuk mengamankan data di laptopnya, langsung berdiri dan menatap Tara dengan wajah serius. "Berapa banyak?"

"Terlalu banyak untuk kita hadapi. Kita harus keluar dari sini sekarang."

Raymond segera memasukkan laptop dan flash drive ke dalam tas, lalu mereka berdua bergerak menuju pintu belakang. Namun, sebelum mereka bisa keluar, suara kendaraan mendekat membuat mereka berhenti. Tara mengintip melalui jendela kecil di pintu belakang dan melihat kendaraan lapis baja berhenti tidak jauh dari rumah tersebut.

"Kita terkepung," bisik Tara. "Mereka sudah di sini."

Raymond merasakan ketegangan yang meningkat. "Kita harus ke atap. Dari sana kita mungkin bisa lompat ke bangunan lain dan kabur."

Mereka segera naik ke lantai atas, kembali ke tempat mereka sebelumnya. Namun kali ini, mereka tidak sedang mencari ancaman, melainkan jalan keluar. Sesampainya di atap, mereka menemukan bahwa rumah itu berdekatan dengan beberapa bangunan lain, yang bisa menjadi jalur pelarian mereka.

"Kalau kita bisa lompat ke gedung itu," ujar Tara, menunjuk ke arah bangunan di sebelah yang lebih rendah, "kita bisa terus lari melalui atap-atap sampai mereka kehilangan jejak."

Raymond mengangguk, meskipun dia terlihat ragu dengan jarak yang harus mereka lompati. Namun, mereka tidak punya pilihan lain. Dengan napas tertahan, Tara melompat terlebih dahulu, berhasil mendarat dengan aman di atap bangunan sebelah. Raymond mengikuti, meski lompatannya tidak setepat Tara, dia tetap berhasil mendarat tanpa cedera.

Mereka terus berlari di sepanjang atap, sementara di bawah, pasukan musuh mulai memasuki rumah yang mereka tinggalkan. Suara dari atap-atap di sekitar mereka memberi indikasi bahwa musuh mulai menyadari posisi mereka dan mengikuti jejak mereka.

Setiap langkah terasa seperti perlombaan dengan waktu. Tara dan Raymond tahu bahwa jika mereka tertangkap, bukan hanya hidup mereka yang akan berakhir, tapi juga harapan untuk menghentikan Proyek Apocrypha. Mereka harus bertahan, apapun yang terjadi.

Namun, saat mereka mencapai ujung atap, mereka dihadapkan pada pilihan sulit. Di depan mereka ada celah besar yang memisahkan gedung ini dengan gedung berikutnya. Lompatan ini jauh lebih berisiko, dan di bawah mereka, jalanan kota tampak lebih tajam dan mematikan.

Tara menatap Raymond, mencoba mencari keberanian di dalam dirinya. "Kita harus lompat," katanya tegas.

Raymond menatap celah itu dengan rasa takut, tapi dia tahu tidak ada jalan lain. Dengan tekad bulat, dia mengikuti Tara, melompat ke arah gedung berikutnya. Lompatan itu terasa seperti selamanya, dengan gravitasi yang seolah menarik mereka ke bawah. Namun, dengan usaha terakhir, mereka berhasil meraih ujung atap gedung berikutnya dan berguling ke atas.

Tara bangkit dengan napas terengah-engah, membantu Raymond berdiri. "Kita berhasil," katanya, tapi suaranya masih dipenuhi dengan ketegangan.

Namun, sebelum mereka bisa bergerak lebih jauh, suara tembakan menghantam dinding di dekat mereka. Para penjaga sudah terlalu dekat, dan mereka kini berada di bawah hujan peluru.

Dengan sisa tenaga yang ada, Tara dan Raymond berlari lagi, kali ini menuju ujung lain dari atap.

1
·Laius Wytte🔮·
Pengalaman yang luar biasa! 🌟
Kei Kurono
Mantap! Bukan cuma ceritanya, bagus dalam segala hal.
<|^BeLly^|>
Nggak sia-sia baca ini. 💪
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!