“Glady, tolong gantikan peran kakakmu ! “ ujar seorang pria paruh baya tegas kepada putri semata wayangnya.
Glady Syakura, berusia 17 tahun harus menggantikan peran kakak angkatnya yang pergi begitu saja setelah menikah dan melahirkan kedua anaknya.
“Peran kakak ? “ tanya Glady bingung yang saat itu hanya tahu jika dirinya hanya membantu kakaknya untuk mengurus Gabriella yang berusia 6 bulan dan Gabriel yang berusia 4 tahun.
***
“APA ?! KAMU INGIN BERCERAI DENGANKU DAN MENINGGALKAN KEDUA ANAK KITA ?! “ teriak seorang pria tampan menggelegar di seluruh ruangan. Saat istrinya menggugat dirinya dengan alasan yang tak masuk akal.
“KAMU AKAN MENYESAL DENGAN PERBUATANMU, PATRICIA ! “
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dlbtstae_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kecanggungan Glady
Malam itu, suasana di rumah keluarga Dirgantara dipenuhi dengan kehangatan yang bercampur dengan ketegangan yang terselubung. Ruang makan besar yang biasanya hanya diisi oleh anggota keluarga inti, kini penuh dengan kehadiran keluarga Gilbert, keluarga terpandang yang sangat dihormati di kota J. Di meja makan yang dihiasi dengan indah, berbagai hidangan mewah tersaji, menambah suasana elegan dan prestisius.
Geon, kepala keluarga Dirgantara, duduk di ujung meja dengan senyum puas di wajahnya. Ia merasa bangga dan bahagia bisa menjamu keluarga Gilbert malam ini. Baginya, kesempatan ini adalah momen yang berharga, tidak hanya untuk mempererat hubungan dengan keluarga Gilbert, tetapi juga untuk menunjukkan bahwa keluarganya, meskipun berada di posisi kedua dalam hierarki sosial kota J, tidak kalah dalam hal kehormatan dan martabat.
Aurora, istri dari Anggara Gilbert, duduk anggun di samping suaminya. Dengan tatapan mata yang penuh perhatian, ia memandang sekeliling meja, memastikan bahwa semua orang merasa nyaman. Sebagai nyonya rumah yang sering menjadi panutan dalam pertemuan sosial, Aurora selalu memastikan bahwa kehadirannya membawa kedamaian dan keteraturan.
Di sisi lain meja, Gelora, putri bungsu Ganesha, yang baru saja kembali dari luar negeri, duduk dengan tenang. Wajahnya yang cantik terlihat sedikit lelah, tetapi ia tetap tersenyum tipis saat Aurora menyapanya dengan ramah. Gelora adalah sosok yang penuh dengan pesona, namun kehadirannya yang baru saja kembali ke rumah memberikan suasana yang sedikit canggung, terutama bagi Glady.
Glady, yang duduk tidak jauh dari Gelora, terlihat lebih pendiam dari biasanya. Sepanjang makan malam, ia lebih banyak menundukkan kepala, fokus pada makanannya, seolah-olah tidak ingin terlibat dalam percakapan yang tengah berlangsung. Sesekali, ia melirik ke arah Gelora, namun segera mengalihkan pandangannya kembali ke piring di depannya. Kehadiran Gelora di rumah membuatnya merasa tidak canggung, sesuatu yang diketahui oleh Ganesha, dan disampaikan kepada Aurora.
Aurora yang peka, tidak luput dari perhatian ini. Ia merasakan ada sesuatu yang berbeda pada Glady, tetapi memilih untuk tidak menyinggungnya di meja makan. Sebaliknya, ia lebih fokus pada percakapan dengan Ganesha dan Anggara, membicarakan rencana bisnis dan proyek yang akan mereka garap bersama. Anak-anak lain, termasuk Alvara, putri bungsu Aurora, serta menantunya, sesekali ikut bergabung dalam percakapan, menambah keceriaan malam itu.
Namun, dibalik semua percakapan dan tawa, ada ketegangan yang tidak terlihat oleh semua orang kecuali Alvara. Selama makan malam, ia memperhatikan bagaimana Gelora tampak acuh tak acuh terhadap keberadaan Glady. Kecuekan Gelora terlihat jelas di mata Alvara, dan itu membuatnya merasa kasihan pada Glady. Ia bisa merasakan bahwa Glady sedang berjuang dengan perasaannya, dan sebagai seseorang yang peduli, Alvara tidak bisa membiarkan hal ini berlalu begitu saja.
‘Bocah napa sih, gitu amat. Harus diperbaiki ini, ‘gumamnya dalam hati.
Setelah makan malam selesai, para tamu dan anggota keluarga berpindah ke ruang tamu untuk menikmati minuman penutup dan obrolan ringan. Glady, yang merasa sesak dengan suasana di dalam, memutuskan untuk pergi ke taman belakang. Di sana, di bawah langit malam yang cerah dan diiringi suara gemericik air dari kolam kecil, ia duduk sendirian, mencoba menenangkan dirinya.
Alvara, yang menyadari kepergian Glady, mengikuti dari kejauhan. Ia tahu bahwa inilah saat yang tepat untuk berbicara dengan Glady, untuk memahami apa yang sebenarnya terjadi di dalam dirinya. Dengan langkah lembut, Alvara mendekati Glady yang sedang termenung di bangku taman.
“Glady,” panggil Alvara dengan suara lembut. Glady yang sedang tenggelam dalam pikirannya, tersentak kecil, kemudian menoleh ke arah suara tersebut.
“Oh, ha-hay kak Vara,” balas Glady dengan senyum lemah. “Apa yang membawa kakak ke sini?”
“Aku melihatmu pergi ke taman sendirian. Kupikir kau mungkin ingin ditemani,” jawab Alvara sambil duduk di samping Glady. Ia menatap wajah Glady yang tampak muram, dan merasa semakin yakin bahwa ada sesuatu yang mengganggu pikirannya.
“Terima kasih, kak” jawab Glady pelan. “Lady hanya… merasa perlu sedikit udara segar.”
“Kau terlihat sedikit tertekan malam ini,” Alvara memulai dengan hati-hati. “Aku mendengar dari Aunty Ganesha bahwa kau merasa canggung dengan kehadiran Gelora di rumah. Apakah itu yang membuatmu merasa tidak nyaman?”
Glady terdiam sejenak, seolah mempertimbangkan kata-katanya sebelum menjawab. “Ya, mungkin itu salah satunya. Gelora… dia begitu berbeda dari yang Lady ingat. Dan Lady merasa seperti tidak ada tempat untukku ketika dia ada di sekitar.”
Alvara mendengarkan dengan penuh perhatian. Ia tahu bahwa hubungan antara saudara bisa menjadi rumit, apalagi jika mereka telah lama tidak bertemu. “Aku melihat Gelora tampak acuh tak acuh tadi malam. Mungkin dia hanya butuh waktu untuk menyesuaikan diri kembali.”
“Mungkin,” jawab Glady, suaranya nyaris berbisik. “Tapi rasanya seperti ada jarak yang begitu besar di antara kami sekarang. Dan Lady tidak tahu bagaimana cara menjembatani jarak itu.”
Alvara merasakan beban di hati Glady, dan ia merasa harus melakukan sesuatu untuk membantunya. “Kau tidak perlu merasa sendiri, Glady. Kau sudah dianggap menjadi bagian dari keluarga ini, sama seperti Gelora dan bang Gama. Jangan biarkan perasaan ini memisahkanmu dari kami.”
Glady menatap Alvara dengan mata yang mulai berair. “Terima kasih, Kak Vara. Kata-katamu sangat berarti bagiku. Aku hanya berharap semua ini bisa segera berlalu.”
Tanpa mereka sadari, di sudut gelap taman, seseorang tengah mengawasi mereka. Mata tajam dari sosok misterius itu mengikuti setiap gerakan dan kata yang diucapkan oleh Glady dan Alvara. Ia berdiri di balik bayang-bayang, cukup jauh untuk tidak terlihat, tetapi cukup dekat untuk mendengar. Sebuah senyum tipis terlukis di wajahnya, seolah-olah ia baru saja menemukan sesuatu yang sangat berharga.
Setelah beberapa saat, sosok itu berbalik, menghilang ke dalam kegelapan malam, meninggalkan Glady dan Alvara yang masih berbicara di taman. Mereka tidak menyadari bahwa percakapan mereka telah disaksikan oleh seseorang yang memiliki rencana tersendiri.
Saat Alvara dan Glady kembali ke dalam rumah, suasana sudah mulai tenang. Para tamu mulai beranjak pulang, dan anggota keluarga bersiap-siap untuk beristirahat. Namun, di hati Alvara, ada perasaan tidak tenang yang terus mengganggunya. Ia merasa bahwa ada sesuatu yang tidak beres, sesuatu yang mungkin akan terungkap di kemudian hari.
Glady, meskipun merasa sedikit lebih lega setelah berbicara dengan Alvara, masih membawa beban di hatinya. Malam itu, saat ia berbaring di tempat tidurnya, pikirannya terus berputar, memikirkan tentang Gelora dan perasaan canggung yang terus menghantui dirinya.
Di luar, angin malam berhembus lembut, membawa serta bisikan rahasia yang hanya bisa didengar oleh mereka yang cukup peka. Dan di tengah keheningan malam, sebuah bayangan gelap melintas, membawa serta rencana yang akan mengubah segalanya.
“Kemana dia, sudah tiga minggu menghilang. Nomor tidak bisa dihubungi ! “
“Tadi siang aku melihatnya di restoran bandara, siapa yang dia temui ? “
Gelora dengan wajah kesalnya terus memperhatikan ponselnya menanti kabar sang kekasih, namun tidak dapat dipungkiri jika kekasihnya tidak kunjung merespon.
‘Awas aja jika selingkuh, akan ku sun4t dua kali ! ‘ancamnya kesal dalam hati.