Soya Pinkblack Wijaya, pewaris tunggal Wijaya Company yang berusia 18 tahun, adalah gadis ceria, cantik, dan tomboy. Setelah ibunya meninggal, Soya mengalami kesedihan mendalam dan memilih tinggal bersama dua pengasuhnya, menjauh dari rumah mewah ayahnya. Setelah satu tahun kesedihan, dengan dorongan sahabat-sahabatnya, Soya bangkit dan memulai bisnis sendiri menggunakan warisan ibunya, dengan tujuan membuktikan kemampuannya kepada ayahnya dan menghindari perjodohan. Namun, tanpa sepengetahuannya, ayah dan kerabat ibunya merencanakan perjodohan. Soya menolak, tetapi pria yang dijodohkan dengannya ternyata gigih dan tidak mudah menyerah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nancy Br Sinaga, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
28
Tak berlama-lama. Setelah cincin itu terpasang Soya segera beranjak keluar dari ruang utama kediaman sang ayah. Jejak darah yang ada du lantai membuat hati Alex teriris. Apakah karena saking marahnya, Soya sampai tak merasakan sakit di kakinya.
Sedangkan para bodyguard yang tadinya menatap garang ke Soya saat pertama kali masuk justru kini mereka menundukkan kepalanya. Tak berani menatap sorot mata yang syarat akan ancaman itu.
"Buka gerbang!" lantang Soya pada satpam penjaga kediaman sang ayah.
"Tapi, Non saya tidak.. "
"Buka, atau kamu mau masuk rumah sakit hari ini juga!" pekik Soya.
"Soya, tenang sedikit. Kita bicarakan ini baik-baik. Oke aku salah menyetujui begitu saja permintaan Ayah dan Om Hadi. Tapi tak seharusnya kamu bersikap mengerikan seperti ini."
Dengan tatapan membunuh Soya mencengkram kerah kemeja Alex, "Mengerikan, siapa yang membuatku menjadi seperti ini. Apa kalian para pria tak tahu caranya menghormati perempuan!" seru Soya.
"Heh!" Soya tertawa sarkas.
'Kamu, mereka sama saja. Aku sempat berpikir jika kamu tidak termasuk dari golongan mereka. Tapi nyatanya, tak ada bedanya."
Soya segera membalikkan tubuhnya dan berjalan keluar saat ia mendengar gerbang itu telah dibuka oleh satpam yang diancamnya tadi. Tanpa alas kaki Soya berjalan di gelapnya malam tanpa melihat kanan kiri dia berjalan lurus hingga keluar dari gerbang perumahan sang ayah. Setelah berjalan cukup lama. Tanpa dia sadari sebuah mobil menyorotnya dari arah belakangnya dan berhenti tepat di trotoar tempat Soya berjalan.
"Soya!" panggil seseorang itu.
Soya yang mendengar suara tidak asing di telinganya langsung tersadar dan membalikkan tubuhnya.
"Kamu nggak apa-apa?" tanya gadis dan pria itu bersamaan.
Soya yang masih dalam kondisi marah hanya menatap sekilas sang sahabat dan langsung ambruk begitu saja. Keduanya yang tak lain Jino dan Hana terkejut dan langsung berteriak.
"Bawa rumah sakit, Jin!" pekik Soya.
Dua sahabatnya itu langsung membawa Soya dengan kecepatan penuh ke rumah sakit terdekat. Sedangkan di kediaman sang Ayah sedang terjadi ketegangan antara para orang tua dan Alex.
"Ayah dan Om puas sekarang?"
Tuan Hadi dan tuan Minari hanya bisa terdiam. Rahadian sang ayah tidak menyangka jika semua akan berakhir seperti ini. Dia pikir Soya akan menerima walau memungkinkan akan terjadi penolakan dari sang anak. Namun di luar dugaannya Soya justru bukan hanya kecewa tetapi gadis itu sangat marah akan keputusan yang diambilnya.
"Sudah Alex katakan, biar Alex mencoba dengan perlahan untuk meraih hati Soya. Kenapa kalian terburu-buru!" seru Alex.
"Lex!" sela sang ayah.
"Tidak! kali ini kalian para orang tua sudah keterlaluan. Jika Alex tahu Soya akan bersikap seperti ini Alex tidak akan setuju dengan mudah!" serunya.
Alex mendekat ke arah Nyonya Rima yang sedang ditenangkan oleh sang anak. "Apakah kamu sudah menghubungi Jino?" Kevin mengangguk. Tadinya Kevin juga ingin marah namun melihat kondisi sang ibu yang sangat terpukul dia mengurungkan dan mencoba meredam amarahnya. Apalagi setelah mendengar jika Alex juga menentang acara ini. Sungguh Kevin tak mengerti kenapa para lelaki tua itu sama sekali tak mau mendengar pendapat Soya terlebih dahulu. Padahal jelas teringat bagaimana Soya mengalami kenaikan emosi setelah sang ibu meninggal dan itu butuh waktu cukup lama agar Soya bisa kembali ke aktivitasnya. Jika bukan karena Jino dan Hana mungkin sampai sekarang Soya masih akan menjadi anak yang memiliki temperamen yang buruk.
Getar ponsel di saku Kevin membangunkan dia dari pikirannya yang melayang-layang. "Mih, sebentar ya. Ada telepon," nyonya Rima mengangguk dia duduk tegak dan mengusap lelehan air matanya. Sedangkan sang suami dari tadi hanya bisa memandang dari kejauhan tanpa ingin mendekat. Dia tahu sang istri yang sangat menentang acara ini. Bahkan dia juga memberikan memberikan ultimatum pada sang suami jika sampai semua ini menyakiti Soya dia tak akan segan-segan meminta perusahaan mencairkan saham yang ibu Soya miliki agar gadis itu busa hidup bahagia di luar nama keluarga besarnya.
"Bagaimana ini Mas?" tanya tuan Aswan kepada sang adik ipar yang sejujurnya juga juga sangat syok dengan sikap sang keponakan tunjukkan tadi.
"Biar aku berpikir sejenak, Wan. Aku sungguh tak menyangka jika Soya akan marah hingga seperti itu," Cetus tuan Hadi sambil memijat kepalanya. Dan dua wanita penghuni baru kehidupan tuan Hadi hanya bisa memandang orang-orang yang sedang kebingungan itu dari jauh.
"Sudah aku bilang 'kan, kenapa bukan aku saja."
"Ck! decak sang ibu.
Kevin yang sudah selesai mengangkat telepon berbisik ke Alex, " Soya di bawa ke rumah sakit Binatur Utama," ujarnya.
Alex mengangguk dia langsung melepas jas yang melekat di tubuhnya dan membuangnya begitu saja, teronggok seperti sampah. Tanpa berpamitan dia langsung meninggalkan kediaman calon mertuanya.
Bunyi klakson saling bersahutan kala jalanan padat itu terus merayap membuat Alex beberapa kali memukul setir yang tak bersalah itu.
"Argh!"
Alex berteriak. Sungguh dia tak pernah merasa hatinya sesakit ini. Jika dulu dia mengatakan sakit saat melihat mantan istrinya menghianatinya. Ternyata rasa sakit itu tak seberapa dibandingkan dengan hatinya saat ini. Melihat Soya yang seperti itu membuat Alex semakin ingin memiliki gadis itu. Dia ingin menjadi penawar luka yang ada di hati remaja cantik itu.
"Dari awal, aku tahu bahwa tak mungkin jika tak ada masalah dengannya dan Om Hadi. Pasti ada yang Soya sembunyikan dari seluruh keluarga besarnya tentang Ayahnya," gumam Alex sambil melipat bibirnya.
Alex yang diam-diam menyelidiki tentang apa yang sebenarnya terjadi sebelum ibu Soya meninggal kini menemukan titik terang. Tapi saat hampir saja dia mendapatkan apa yang dikehendakinya. Tiba-tiba data itu hilang seketika. Namun, sebelum laptopnya mati Alex sudah lebih dulu mengetahui sesuatu yang membuatnya berpikir tentang Soya dan Ayahnya yang tak baik-baik saja selama beberapa tahun ini.
Mobil sedan merk LEXUS LS 500h yang dikendarai Alex tiba di sebuah pelataran rumah sakit swasta. Dia parkirkan mobil mewah itu sembarangan dan langsung masuk ke lobby rumah sakit.
"Halo Vin?"
"Aku mina tolong, kirimkan nonton Jino padaku," deru nafas yang memburu terdengar begitu sangat cemasnya Alex dengan kondisi Soya. Kevin yan ada di seberang sana terdiam namun sejenak ia menguasai dirinya kembali.
"Iya, akan ku kirimkan."
Alex langsung menutup sambung teleponnya dan duduk di kursi yang ada di sana. Terlihat beberapa orang lalu lalang melihat jika Alex telah selesai menemani istrinya melahirkan. Tawa kecil pun menghiasi wajah orang-orang itu.
"Om, panggil pria muda dengan setelan casualnya dengan kedua tangan dimasukkan ke dalam saku jaketnya.
Alex mendongak. Jino yang sedang berdiri menatap Alex cukup tajam, " Ada apa?" tanyanya.
"Aku tidak sedang ingin berdebat. Katakan saja dimana Soya?" tanya Alex tepat pada intinya.
...bugh ...
Tanpa aba-aba dengan segala kekesalannya Jino memukul pipi Alex hingga bibir Alex robek mengeluarkan tinta merahnya.
"Sialan!" pekik Alex tak terima.
Duh makin penasaran nih kelanjutannya.