Judul kecil: SUAMI KECIL YANG LENGKET DAN MANJA
Sinopsis (pendek saja):
Ini tentang remaja laki-laki yang ingin menikahi seorang gadis yang lebih tua darinya sejak pertemuan pertama. Dengan laki-laki berpostur dewasa dan gadisnya justru kebalikannya.
[Catatan penulis: tidak ada konflik berarti yang mengganggu, hanya cerita yang menghibur saja. sebab penulis tidak mau tambah stress, cukup di dunia nyata saja.]
Buat yang suka alur santai, bisa datang ke penulis. di jamin gak akan nambah beban pikiran. kecuali agak hambar. hahaha. maklum, menulis cerita juga butuh ide dan ide datangnya dari kinerja otak yang bagus. jadi, penulis harus selalu menjaga pikiran tetap tenang dan bersih agar bisa berpikir lebih imajinatif untuk menghibur pembaca semua.
love u😘
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LeoRa_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
26
Ginda dan istrinya tiba di rumah sakit yang Giass sebutkan tak lama kemudian. Dia bergerak cepat ditengah kebingungan istrinya.
Sayangnya, mobil van yang Ginda bawa tak bisa di bawa masuk ke pekarangan dalam rumah sakit karena dari jauh saja sudah terlihat betapa penuhnya ambulance yang datang dan pergi.
Tahu keadaan sedang darurat. Ginda segera memarkirkannya dimana saja yang penting bisa segera menemui sang anak. Saat hendak mengajak istrinya untuk turun, Ginda menyadari sesuatu.
Keadaan rumah sakit sedang tidak kondusif, kepanikan istrinya hanya akan memperkeruh suasana, jadi lebih baik bawa saja Giass keluar dari rumah sakit ini dan biarkan istrinya menangis di dalam mobil nanti.
Ginda sempat berpikir begitu.
"Istriku, tunggu disini. Aku akan segera kembali."
"Aku tidak turun? Sebenarnya ada apa?" Stevani masih bingung.
"Sudah turuti saja kataku. Ini demi mempercepat semuanya. Setelah itu kau bisa lakukan sesukamu, oke?"
Meski bingung Stevani hanya bisa mengiyakan dengan suara kecil. "... Oke..."
Ginda pun akhirnya keluar, dia bergegas masuk setelah melewati banyak orang dalam kondisi yang berbeda. Saat ingin menanyakan tempat pada petugas resepsionis, Ginda melihat mereka juga sibuk. Jadi, akhirnya Ginda memilih menebak saja.
Untungnya, tujuannya benar. Setelah melewati beberapa orang yang juga terjebak di lorong UGD, Ginda melihat sosok yang dikenalinya.
"Gadis itu?!" sebutnya dalam gumaman bingung.
Seketika kepanikannya berganti bingung.
Ginda melihat Qiena berdiri sedikit membungkuk sambil menggenggam tangan seseorang dan dia terlihat seperti sedang menangis. Saat didekati lebih dekat, wajah pucat putranya yang berbaring tengkurap pun terlihat. Saat itulah dia ingat sesuatu, tapi ini jelas bukan saat yang tepat untuk membicarakannya.
Saat Ginda melangkah mendekat, dia mendengar suara sengau Qiena berbicara sambil sesenggukan. "Jangan kenapa-napa... Hiks... Atau aku akan merasa bersalah. Kau begini karena melindungi ku. Hiks... Kenapa juga kau lakukan itu. Hiks... Huhu... Bagaimana aku membalasnya? Bagaimana juga jika keluarga mu bertanya? Aku harus jawab apa? Huhuhu..."
Suara dan keadaannya jadi terlihat menyedihkan. Sudah mungil, kini lusuh dan kotor, menangis lagi.
Dalam langkah mendekat, Ginda sudah memikirkan banyak hal yang akan dia sampaikan setelah penanganan medis Giass terselesaikan.
Begitu Ginda sampai disisi mereka, Ginda langsung berkata. "Ayo, pindah ke rumah sakit lain. Disini terlalu kacau."
Suaranya mengalihkan perhatian dua sejoli itu. Giass yang lega dan Qiena yang kaget dengan kehadiran Tuan Droov.
Yang terlintas dibenaknya adalah 'kenapa Tuan Droov ada disini dan masih berbicara dengannya?'.
Dan jawabannya segera terjawab dari mulut Giass sendiri.
"Pa, kau akhirnya datang juga. Ayo, kita pergi. Kasihan kekasih ku, sudah kacau begini." ada nada pamer didalam suara meringisnya yang membuat Ginda mendelik pada putranya yang masih sempat untuk unjuk kemesraan didepannya padahal kondisinya memprihatinkan sampai membuat jantungnya rontok.
"Dasar pamer! Awas saja kalau sampai istriku direpotkan olehmu!" batin Ginda.
"..." tapi Qiena terdiam membeku dengan bingung.
"Akan saya jelaskan nanti, yang penting sekarang mengobati Giass dulu."
Setelah itu Ginda berbicara dengan petugas medis disekitarnya guna mengatakan keinginannya untuk memindahkan Giass ke rumah sakit lain.
Setelah beberapa prosedur singkat di lakukan, barulah Ginda bisa membawa putranya keluar bersama Qiena.
Giass tak memakai atasan saat keluar rumah sakit, karena bajunya sudah hancur. Dengan menopang pada sang papa tanpa lupa menggandeng tangan Qiena yang tak nyaman dalam situasi ini. Ketiganya beranjak pergi dari sana.
Tinggal sedikit lagi sampai mobil, Stevani sudah keluar dengan panik. Dia melihat kondisi putranya dari dalam mobil dan kaget.
Ginda yang melihatnya segera berbicara. "Masuk lagi. Kita akan membawa Giass ke rumah sakit lain agar lebih tenang."
Stevani yang ingin menyemburkan banyak pertanyaan terpaksa tutup mulut dan langsung membantu Giass masuk kedalam mobil sambil tak lupa untuk mengomelkan keadaan Giass yang kacau dengan penuh kekhawatiran seorang ibu.
Qiena dibelakang berdiri diam, dia tak ingin masuk meski masih khawatir, karena merasa Giass sudah ditangan keluarganya yang tidak terduga. Jadi, untuk saat ini sepertinya begini saja.
Tapi, siapa yang menyangka kalau Giass justru tak melupakan sedikitpun tentang keberadaannya.
"Qiena, apa yang kau lakukan disana? Kemarilah. Kita akan ke rumah sakit lain." kata Giass dengan suara beratnya yang makin serak karena kondisinya.
"Kau bisa pergi dengan keluarga mu... Aku akan menjenguk mu nanti. Katakan saja dirumah sakit mana." tutur Qiena dengan sungkan.
Mendengar putranya berbicara dengan orang lain membuat Stevani menoleh dan langsung melihat sosok Qiena berdiri beberapa meter dari mereka bertiga.
Stevani tentu tahu siapa Qiena.
Awalnya bingung, mengapa ada Qiena disini. Lalu, kemudian Stevani menyadari sesuatu hingga pupil matanya menyusut kaget dan spontan melirik suaminya yang kebetulan bertemu mata dengannya. Sebuah kode Ginda sampaikan dan Stevani segera memahaminya.
"Tidak apa-apa, ayo, ikut kami saja. Kau bisa membersihkan diri di rumah sakit juga." ajakan dari ibu Giass yang mendesak hanya bisa diiyakan oleh Qiena.
.
.
.
Rumah sakit lain...
Suasana hening di depan ruang perawatan dimana Giass tengah ditangani oleh dokter. Sebelum masuk tadi, Giass memaksa Qiena untuk masuk menemaninya tapi Qiena dengan perasaan takut menolaknya. Bagaimana tidak menolak, kalau 2 pasang mata menyorotinya.
Itu masih orang tua Giass yang tak lain adalah seorang kenalan yang terhubung karena insiden beberapa bulan yang lalu.
Sejak awal Qiena tahu, Giass ada hubungannya dengan Tuan Droov, tapi hubungan yang dia pikirkan saat itu hanya antara atasan dan bawahan. Orang hebat seperti Tuan Droov pastilah bawahannya tak kalah hebat. Makanya dia tak meragukan atau penasaran pada latar belakang Giass, terutama sosoknya yang terlihat dewasa membuatnya tak banyak berpikir.
Siapa yang menyangka kalau semua tebakannya salah?
Akhirnya, Giass terpaksa menerima penolakan Qiena setelah di pelototi orang orang tuanya dan meninggalkan Qiena dalam atmosfer yang aneh dan membuatnya tidak nyaman.
Karena saat ini, kekhawatiran pasangan itu sudah sirna digantikan dengan sakit kepala melihat kelakuan putra mereka yang nekad 'menjebak' gadis malang seperti Qiena.
Mereka ingin mengatakan sesuatu tapi bingung harus mulai darimana. Sebab, biang keroknya masih di obati didalam ruangan.
Akhirnya keduanya pun saling berbisik berdiskusi.
"Kenapa jadi begini?" tanya Stevani lelah memikirkan ulah putranya.
"Aku juga tidak tahu. Aku sama sekali tidak menyangka kalau dia benar-benar melakukannya." jawab Ginda.
Sambil melotot menyalahkan, Stevani berkata. "Ini salah mu. Kenapa juga kau menurunkan sikap pantang menyerah mu itu?! Lihat jadinya! Berapa umurnya saat ini?! Dia sudah mencari calon istri!!!" suaranya yang berbisik menjadi penuh tekanan saking gregetnya.
Dengan tatapan sedih karena salahkan tapi tidak bisa mengelak, Ginda hanya bisa memelas. "Aku bisa apa. Lagipula, dia sudah berulang kali mengatakan kalau dia akan menikah. Kita saja yang menolak percaya. Kita berpikir kalau dia tidak akan berani seserius itu. Aku dulu memang bertekad saat ingin menjadikanmu istriku, tapi aku tidak tergesa-gesa. Bocah itu memiliki pemikirannya sendiri. Aku tidak bisa mencegahnya bukan?!"
Stevani tahu itu benar. Jadi dia hanya bisa menghela napas tak berdaya.
"Lalu, kita harus bagaimana? Kau tidak lihat betapa kakunya gadis itu. Dia pasti ketakutan melihat kita. Aku lihat tadi dia sangat terkejut saat tahu orang tua Giass adalah kita. Bukankah itu artinya putra kita itu menyembunyikan fakta yang paling penting darinya. Belajar darimana dia!!!" sang ibu merasa umurnya sudah berkurang banyak karena kejadian ini.
Sama sekali tidak menduga sepak terjang putranya sangat mengesankan.
Lanjutnya. "Lalu sekarang, apa yang harus kita lakukan? Apa yang harus kita bicarakan dengannya? Aku tidak berpikir kalau Giass akan diam saja jika kita memintanya berhenti setelah selama berbulan-bulan ini dia tak ragu untuk menunjukkan keinginannya."
"Kupikir. Kita hanya bisa membicarakannya dulu dengan Giass sebelum berbicara dengan gadis itu. Tapi, jujur saja. Aku tidak sampai hati bila menyakiti hatinya nanti. Meskipun semuanya sudah diselesaikan. Aku tidak menampik bila rasa bersalah itu masih ada." tutur Ginda mengungkapkan apa yang dia rasakan saat ini.
Sang istri sangat mengerti akan hal itu. Makanya kenapa masalah ini menjadi dilema keduanya.
Putra mereka yang berbuat ulah, mereka yang pusing. Sangat bagus.
.
.
.
.
.
.
.
ditunggu up lagi yah thor