Bagiamana jika kehidupan seorang mafia yang terkenal akan ganas, angkuh atau Monster ternyata memiliki kisah yang sungguh menyedihkan?
Bagaimana seorang wanita yang hanyalah penulis buku anak-anak bisa merubah total kehidupan gelap dari seorang mafia yang mendapat julukan Monster? Bagai kegelapan bertemu dengan cahaya terang, begitulah kisah Maxi Ed Tommaso dan Nadine Chysara yang di pertemukan tanpa kesengajaan.
~~~~~~~~~~~
✨MOHON DUKUNGANNYA ✧◝(⁰▿⁰)◜✧
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Four, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
O200DMM – BAB 20
PRIA PECINTA WARNA HITAM
Mata abu-abu milik Maxi masih saja melihat istrinya yang masih duduk diam menatap lantai tanpa bergerak. Pria itu segera menghampirinya, dengan keadaan bertelanjang dada dia mulai menyelipkan helaian rambut Nadine ke belakang telinga gadis itu.
“Apa yang kamu lakukan hah?!” Nadine terkejut dan langsung beranjak memberikan jarak waspada kepada pria yang saat ini hanya diam menyipitkan matanya.
Jelas bahwa gadis itu sama sekali tidak suka di sentuh. Amarah Nadine hilang ketika dia baru sadar tubuh berotot berkulit Tan dengan tatto di sisi kirinya. Nadine berpaling antara tidak suka dan tersipu, mengingat otot-otot di tubuh Maxi membuat siapa saja doyan dengannya.
“Apa kamu tidak bisa memakai baju di kamar mandi? Seharusnya kamu malu ketika ada wanita di ruangan yang sama.” Ketus Nadine masih berpaling.
“Why? Ini kamarku, dan aku berhak melakukan apapun di kamar ini. Penulis!” Maxi tersenyum ketika dia suka menjaili Nadine saat gadis itu marah-marah.
“Dasar pria gila.” Nadine memilih pergi melewati Maxi menuju kamar mandi dengan menghentakkan kakinya sedikit kasar.
Gadis dengan gaun lusuh tadi sangat terpukau kaget melihat isi yang ada di dalam kamar mandi. Tempat itu sudah sangat bagus, tapi yang membuatnya tertegun adalah warna gelap dari berbagai benda. Mulai dari handuk, peralatan mandi, bathtub, toilet, beberapa botol sampo dan sabun, semuanya serba hitam tak terkecuali lantai yang masih warna putih, juga tembok.
“Aku yakin dia punya kelainan.” Nadine menggeleng malas dan mulai membersihkan diri dari keringat. Sudah berapa hari dia tidak mandi segar? Rasanya ia ingin mencelupkan seluruh tubuhnya ke dalam air.
...***...
“Maxi, apa kamu sudah mengetahui siapa pemilik kotak itu?” tanya Ericsson yang kini ikut bingung. Maxi masih memegang kotak kecil yang pernah di temu oleh Nadine.
Tak hanya Maxi dan Ericsson saja, Zero dan Calum sebagai tangan kanan Maxi dan Ericsson juga ada di sana. Mereka berempat di buat bertanya-tanya dengan seorang misterius yang selalu meneror pekerjaan mereka. Seperti membocorkan informasi kerja sama antar perusahaan Ericsson, juga jual beli yang tiba-tiba bocor ke tangan polisi. Tapi untungnya Maxi berhasil menghalau semua itu.
“Pria yang membawa kotak ini sudah tewas. Dan sepertinya ini hanya kotak cerutu yang sudah kosong.” Ujar Maxi sembari mengotak-atik kotak kecil yang berada di tangannya.
“Maaf menyela. Apakah mungkin ini juga perbuatan Scorpio Vol?” Ericsson maupun Maxi mulai curiga akan pria yang satu, pria yang namanya baru saja Zero sebutkan.
“Bagaimana kau bisa yakin?” Ericsson menatap ke arah Zero, begitu juga Maxi dan Calum.
“Emm... Itu hanya tebakan saya saja tuan.”
“Itu mungkin saja tuan.” Calum memberikan satu foto kepada Maxi dan juga Ericsson yang kini menatap garang ke foto tersebut. Pria yang dia kenal dan tidak akan pernah Maxi lupakan begitu saja. Dia Scorpio Vol, musuh yang selama ini kabur ke negara lain hanya untuk menghindari Maxi. Tapi kini, pria itu berani kembali menginjakkan kakinya.
Tanpa sadar Maxi meremas erat kertas foto tersebut hingga kusut. “Hentikan Maxi. Kita tunggu sampai waktu yang tepat.”
“Sampai kapan lagi Paman? Setelah dia berani melakukan hal kejam kepada Georgia, aku tidak akan pernah melepaskan pria itu sebelum aku mematahkan semua tulangnya.” Maxi menyimpan dendam tersendiri kepada pria bernama Scorpio Vol itu.
Ericsson faham dengan apa yang Maxi rasakan, namun juga dia mulai khawatir akan satu hal yang tak seharusnya di ungkit kembali apalagi itu soal kematian Georgia.
Ericsson menatap ke Calum yang sama-sama mengangguk faham dengan bahasa isyarat dari bosnya.
.
.
.
Setelah mandi beberapa menit berlalu. Nadine akhirnya keluar dengan hanya mengenakan sebuah bathrobe hitam, karena memang tidak ada pakaian wanita di dalam kamar mandi maupun di lemari. Nadine sendiri merasa kesal ketika suami gilanya itu lupa jika ada wanita di kamarnya.
Tok! Tok tok! Nadine menutup kembali lemari pakaian. Melihat ke arah pintu, meremas bathrobe yang ia kenakan hingga semakin tertutup di bagian dadanya.
Jika itu Maxi, pasti pria itu langsung masuk. Nadine berpikir bahwa mungkin saja itu pelayan yang membawakan pakaian untuknya. Ia berjalan ke arah pintu dan membukanya sampai ia mulai memasang wajah tak suka melihat orang yang saat ini berdiri.
Bukan pelayan melainkan Alex, adik dari Julia Scott yang saat ini dengan berani tersenyum pada Nadine. Mata Alex bergerak dari atas ke bawah, menelusuri setiap lekuk tubuh Nadine yang hanya berbalut bathrobe.
Merasa tak nyaman, Nadine menutup kembali pintunya, namun pria itu malah menahannya dengan kaki kanannya.
“Tunggu nona!” ucap Alex sedikit memohon.
Nadine kembali membuka pintu meski tak terlalu lebar. Ia juga berusaha menutupi pahanya yang terekspos jelas. Di lihat dari tatapan Alex, pria itu memiliki pikiran kotor terhadap istri dari seseorang yang berkuasa di Mansion ErEd.
“Apa yang ingin kamu bicarakan?” Nadine menatapnya tak suka dengan cara pria itu memandangi dirinya.
“Begini. Aku hanya ingin berkenalan, kita belum sempat memperkenalkan diri kan! Jadi, aku Alex Morley!” Pria itu tanpa rasa takut dan malu mengulurkan tangannya di hadapan Nadine yang jelas-jelas tidak menyukai akan kehadirannya di sana.
“Aku yakin kamu sudah tahu namaku.” Gadis itu masih engga menerima jabatan Alex sehingga pria itu mengepalkan tangannya dengan kecewa.
“Baik. Tapi bisa aku katakan kalau anda... Terlihat seksi malam ini!” ucapan melantur yang kali ini membuat Nadine benar-benar tidak menyukainya.
“Jaga ucapanmu. Apa begitu kelakuan mu saat bicara pada wanita? Apa kamu tidak pernah belajar cara menghormati wanita? Ingat, kamu punya seorang kakak wanita.” Tegur Nadine dengan berani.
“Aku tahu, tidak perlu marah. Aku hanya memuji mu!” Pujian macam apa itu. Nadine tak habis pikir dengan pikiran mesum pria yang saat ini masih tidak mau beranjak pergi.
Senyuman mesum Alex masih tak hilang dari bibirnya. Dia sepertinya bernyali besar juga.
“Kenapa kau di sini?” tiba-tiba sebuah suara besar mengangetkan mereka berdua, khusunya Alex yang kini senyumannya langsung hilang saat menoleh ke sumber suara tersebut. Kedua mata Nadine langsung tertutup lega ketika Maxi akhirnya tiba tepat waktu. Dia benar-benar risih dengan pria bernama Alex itu.
Maxi melangkah mendekati Alex dengan tatapan tak suka. Jujur saja, Maxi memang tidak suka dengan perilaku Alex sejak dia dan Julia datang ke Mansion ErEd. Tapi karena pamannya yang memaksa agar membiarkan pria itu tinggal di Mansion dengan peringatan keras, Alex tidak boleh melakukan kesalahan sekecil apapun itu yang membuat Maxi marah terhadapnya.
Alex menelan ludah, lalu tersenyum seakan tidak terjadi apa-apa. Sejenak, Maxi mengamati ke arah istrinya yang hanya mengenakan bathrobe sambil bersembunyi setengah badan di belakang pintu.
“Apa yang kamu lakukan?” hanya suara Maxi saja sudah membuat bulu kuduk pria itu merinding.
“Tidak ada. Aku hanya ingin memperkenalkan diri saja, kebetulan aku belum sempat melakukannya!” jelas Alex yang terlihat bahwa dia menahan takutnya.
Mata Maxi masih saja tajam. Sesungguhnya pria itu tak muda di perdaya, tapi karena suasana hati Maxi saat ini baik-baik saja, akhirnya dia melepaskan Alex. Setidaknya dia masih belum menyentuh ataupun berbuat macam-macam, apalagi dengan wanitanya.
kl menyukai ,kenapa nggak d ulangi n lanjut next yg lebih hot.
( berimajinasi itu indah.. wk wk wkk )
kl sekarang mau kabur,apa nggak puyeng liat jalur melarikan dirinya.jauuuub dr kota.awak d ganggu pemuda2 rese LG lho.
tadinya baca cerita luna almo dulu sih..untuk maxi nadine ini ditengah udah mau menyerah krn alurnya lambat ya..tapi penasaran jadi ttp aku baca..dan kesimpulannya bagus banget walaupun banyak bab yang menguras emosi..terimakasih kak author..