Fatan dan Fadil adalah saudara kembar yang memiliki karakter berbeda. Fatan dengan karaktetnya yang tenang dan pendiam. Sedangkan Fadil dengan karakternya yang aktif, usil dan tengil. Namun keduanya sama-sama memiliki kepribadian yang baik. Karena dari kecil mereka sudah dididik dengan ilmu agama.
Suatu saat mereka bertemu dengan jodoh masing-masing.Pasangan keduanya berbanding terbalik dengan karakter mereka. Fatan dengan seorang wanita yang agak bar-bar. Sedangkan Fadil dengan seorang wanita yang pemalu.
Akankah mereka bisa bertahan dengan pasangan masing-masing?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunda RH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Setipis tisu
Sudah larut malam, namun Fatan belum juga tidur. Ia masih sibuk dengan laptopnya. Anisa pun begitu, ia masih sibuk mengedit video hasil observasinya. Di luar nampak sudah sepi, hanya ada tiga orang yang berjaga di gazebo. Fatan pun mulai mengantuk, ia mengakhiri kegiatannya. Lalu segera membaringkan tubuhnya.
Keeseokan harinya.
Bu Kades kembali meminjam motor Fatan. Karena hari ini Bu Kades dan Anisa akan pergi ke perkebunan apel. Tentu saja Fatan dengan senang hati meminjamkannya.
"Beneran ndak pa-pa, Ustadz?"
"Iya, ndak pa-pa Bu."
"Oh iya ustadz, bagaimana tangan anda?"
"Alhamdulillah sudah mendingan Bu."
"Tante, aku sudah siap." Ujar Anisa yang baru saja keluar dari rumah.
Tidak sengaja Fatan sekilas melihat wajah Anisa. Sepertinya mata Anisa sembab.
"Ah iya ayo!"
"Mari, Ustadz. Assalamu'alaikum... "
"Wa'alaikum salam."
"Sepertinya dia habis menangis. Eh kenapa aku memperdulikannya?" Batin Fatan.
Ia pun segera masuk ke dalam rumah untuk sarapan. Seperti kemarin, ia sarapan seorang diri.
Sedangkan Anisa dan Bu Kades sudah hampir sampai di perkebunan. Namun saat akan masuk melewati gerbang, Tiba-tiba ada kucing yang melintas. Anisa kehilangan konsentrasi sampai ia oleng dan kebablasan ke parit.
brak
Anisa dan Bu Kades terjatuh.
"Astagfirullah... "
Penjaga kebun menghampiri mereka.
"Bu Kades, bu... apa anda baik-baik saja?"
"Sssh.. nggak pa-pa cuma kaki keseleo sepertinya din."
"Anisa kamu nggak pa-pa?"
Udin membangunkan motor mereka.
"Kalau motornya masih aman Bu."
Baju mereka tampak kotor dan ada sedikit sobekan.
"Anisa sepertinya dengkulmu berdarah. Ayo kita ke polindes. Biar Tante saja yang nyetir." Nampak lengan bajunya merembes darah.
"Tante maafkan Nisa."
"Sudah nggak pa-pa namanya cobaan nggak ada yang tahu."
Bu Kades membawa Anisa ke Polindes.
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikum salam... eh Bu Kades."
"Iya Bu, tolong ini barusan kami jatuh dari motor."
Anisa berjalan agak pincang, rupanya lututnya pun terluka. Begitupun Bu Kades jalannya agak diseret.
"Oh iya mari masuk."
Bidan pun memberikan pertolongan pertama. Membersihkan luka dan memberi cairan anti infeksi. Bidan juga memeriksa seluruh tubuhnya takut ada luka dalam.
"Bagaimana, Bu?"
"Alhamdulillah Bu Kades, tidak ada yang serius."
"Alhamdulillah."
Bidan pun beralih memeriksa Bu Kades. Beruntung Bu Kades hanya mengalami keseleo di kakinya dan tidak ada luka. Bidan mengoleskan salep di kaki Bu Kades.
"Nis, lebih baik kita minta jemput saja."
"Tante, Nisa masih bisa bawa motornya kok."
"Ya sudah, ayo kita pulang. Pelan-pelan saja Nis."
"Iya Tante."
Mereka menaiki motor lalu kembali pulang. Sampai di rumah, Ibu Pak Kades heran melihat kedatangan mereka yang begitu cepat.
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikum salam. Lho kok sudah pulang Sri?"
"Iya Bu, tadi ada kecelakaan kecil. Kami jatuh ke Parit."
"Astagfirullah, kok bisa?"
"Tadi Anisa menghindari kucing yang lewat Bu."
"Owalah, sudah periksa? Tahu ktnya ada luka dalam. "
"Sudah Bu, alhamdulillah tidak apa-apa."
Bu Kades pun langsung masuk ke dalam. Sementara nisa memeriksa motor Fatan kembali takut ada yang rusak. Dan benar saja, ternyata kaca spionnya retak dan bengkok.
Kebetulan Fatan baru saja melihat kebun di belakang rumah Pak Kades. Ia terkejut melihat Anisa dan motornya sudah berada di rumah.Melihat Fatan baru muncul dari belakang rumah, sontak Anisa langsung meminta maaf.
"Ustadz Fatan, saya minta maaf." Ujar Anisa. Ia masih berdiri di samping sepeda motor.
Fatan mengernyitkan dahinya.
"Ustadz, tadi saya jatuh dari motornya. Dan spionnya retak, bengkok pula. Ustadz nanti biar saya bawa ke bengkel untuk diganti yang baru."
Sontak Fatan pun mendekat melihat keadaan motornya. Lalu ia tidak sengaja melihat bekas darah di lengan baju Anisa.
"Nggak pa-pa biar nanti saya yang bawa ke bengkel."
"Kalau begitu nanti saya ganti uangnya."
"Iya, terserah."
"Sekali lagi saya minta maaf, Ustadz." Mohon Anisa dengan sangat menyesal.
"Iya, malang tidak dapat ditolak. Lebih berhati-hati saja! Maaf mana kuncinya?"
"Eh, ini Ustadz."
Fatan menerima kunci motornya. Kemudian Anisa berjalan dengan pelan masuk ke dalam rumah. Namun saat naik satu pijakan, Anisa kesakitan.
"Au... "
"Mbak, kamu ndak pa-pa?"
"Eh nggak pa-pa, cuma lututku agak sakit."
"Hati-hati... "
Tanpa sadar Anisa tersenyum. Ia seakan mendapatkan segelas air di gurun sahara.
"Ya Allah... aku nggak mimpi kan? Cuma dikasih perhatian setipis tisu saja aku sudah senang. Ustadz Fatan, kamu bikin aku lupa masalahku. Ya ampun Nis, jangan ge-er dulu!" Batinnya.
"Ada apa Mbak? Ndak bisa jalan?"
"Eh, nggak, bisa-bisa kok! Hehe... "
Anisa pun melanjutkan langkahnya dengan pelan.
Fatan memeriksa kembali motornya. Lalu ia membawanya pergi mencari bengkel yang bagus di sekitar desa.
Sedangkan Anisa berada di dalam kamarnya. Ia kembali menangis seperti semalam. Saat tengah malam ia mendapat telpon dari Mamanya. Bahwa pertunangannya dan Tirta akan dimajukan bulan depan lalu satu minggu kemudian langsung akad nikah. Anisa tidak pernah setuju dengan perjodohan itu. Tirta memang menyukai Anisa sejak masa sekolah dulu. Tirta adalah kakak kelas satu tingkat di atas Anisa. Mereka sekolah di salah satu sekolah Elit di Jakarta. Saat ini Tirta baru saja menjadi seorang CEO di perusahaan milik Orang tuanya. Tentu saja hal tersebut menjadi salah satu alasan yang membuat Papa Alan mempertimbangkan lamaran Tirta.
Tok tok tok
"Siapa?"
"Ini tante."
"Masuk Tante, nggak dikunci."
Bu Kades membuka pintu dan masuk ke dalam membawa segelas air hangat.
"Minum air hangat, biar lebih nyaman."
"Terima kasih, Tante."
"Iya sama-sama."
Bu Kades duduk di samping Anisa.
"Nis, sebenarnya kamu kenapa?"
"Hah... aku? Kenapa memangnya tante?"
"Maaf, tante lihat kamu sedang tidak baik-baik saja."
"Tante maafkan Nisa sudah bikin tante celaka. Nisa benar-benar tidak sengaja."
"Sudah lupakan itu!"
Anisa menundukkan wajahnya. Ia menghapus sisa air mata di peluluk matanya.
"Nis, kamu bisa cerita sama tante." Ujar Bu Kades seraya menggenggam tangan Anisa.
Dengan berat hati Anisa pun menceritakan kegundahan hatinya kepada Bu Kades. Bu Kades mendengarkan dengan baik. Setelah Anisa selesai bicara, barulah Bu Kades memberikan pendapatnya.
"Maaf Nis, sebenarnya apa yang membuatmu tidak suka sama Tirta atau tidak ingin menerima lamarannya? Dia termasuk laki-laki yang gentel lho, maunya langsung melamar saja. Daripada diajak pacaran, ya kan?"
"Nggak suka saja, tante! Orangnya sok, belum apa-apa sudah posesif banget. Anak Mama pula! Pokoknya bukan kriteria Nisa."
"Kamu kan belum coba menjajaki Nis?"
"Tapi Nisa sudah tahu sifatnya, dulu kan kita, satu sekolah tante."
"Ya, tapi masalah hati memang ndak bisa dipaksa sih. Terus kriteria mu seperti apa?"
Lantas Anisa membayangkan seorang Fatan.
"Yang bersahaja, sederhana, dan sholeh.. soalnya kan aku minum agama, tante. Jadi biar pasanganku yang melengkapi."
Bu Kades pun tersenyum dan mendo'akan yang terbaik untuk Anisa.
Bersambung..
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Maaf kesiangan up nya kak, author banyak orderan.
Ayo ustad kalau memang ada hati, coba istikhoroh dan perjuangkan dengan memohon pada yang punya /Ok//Kiss//Kiss/
selamat hari raya Idul Adha thorr, maaf lahir batin🤍
lanjut thor double up