Gisel mendapatkan ide gila dari keluarganya, yaitu untuk memb*nuh Evan—suaminya. Karena dengan begitu, dia akan terbebas dari ikatan pernikahannya.
Mereka bahkan bersedia untuk ikut serta membantu Gisel, dengan berbagai cara.
Apakah Gisel mampu menjalankan rencana tersebut? Yuk, ikuti kisahnya sekarang juga!
Jangan lupa follow Author di NT dan di Instaagram @rossy_dildara, ya! Biar nggak ketinggalan info terbaru. Sarangheo ❣️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rossy Dildara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 28
"Dih, masa dikentutin? Jahat amat. Orang aku cuma mau lihat Abang nungg*ing kok."
"Enggak usah aneh-aneh deh kamu, Yang. Kita harus buru-buru ini." Evan mengabaikan permintaan Gisel, karena menurutnya itu sangat aneh.
Dia lantas melangkah maju ke arah shower, lalu menyalakan airnya.
Tetes demi tetes perlahan membasahi seluruh tubuhnya, menciptakan sebuah kesegaran. Evan juga sembari membaca do'a mandi wajib.
"Lho, kok kamu malah bengong, Yang? Bukannya mandi." Evan merasa heran dengan Gisel, yang sedari tadi berdiri tak bergerak di tempat semula. Karena seharusya dia ikut mandi bersama Evan sekarang. "Ayok mandi!" titah Evan dengan gerakan tangan.
"Aku nggak mau mandi sebelum lihat Abang nungg*ing!" Gisel menggeleng cepat, dia tampak marah.
"Kamu ini, ya ... selalu saja mengatakan hal yang aneh-aneh." Evan geleng-geleng kepala, merasa tak habis pikir dengan jalan pikiran Gisel. Dan dia merasa, sekarang otak Gisel sedikit geser. "Bisa nggak sih, Yang, kamu waras sedikit??"
"Lho ... kok Abang ngomongnya gitu? Abang pikir selama ini aku nggak waras??" Gisel tampak terkejut mendengar apa yang Evan sampaikan, ada rasa sedih juga karena secara tidak langsung suaminya mengatakan dia tidak waras, alias gila. "Jahat banget Abang sama aku," tambah Gisel dengan raut sedih. Dia lalu mendekati kloset yang tertutup dan duduk termenung di sana.
'Ya ampun ... kenapa lagi sih dia?' batin Evan bingung.
Dia menghela napasnya dengan berat. Padahal niatnya ingin mandi buru-buru, supaya bisa cepat pulang mengantar Gisel dan pergi bekerja.
Namun, melihat penyakit Gisel yang suka ngambek tidak jelas kembali kumat, sepertinya, aktivasi Evan akan sedikit terhambat dan memakan waktu yang cukup lama.
"Bukan masalah jahat, Sayang ...," kata Evan dengan lembut, melangkahkan kedua kakinya mendekati Gisel. Dia akan mencoba bersikap sabar, menghadapi sang istri yang suka tantrum itu. "Lagian kamu ini aneh, Yang. Masih pagi udah nyuruh suaminya buat nungg*ing, kayak nggak ada aktivitas lain aja," kekeh Evan, berusaha tertawa untuk mencairkan suasana.
"Dan sepertinya ... nggak ada deh, istri orang lain yang kayak kamu gini, Yang. Minta suaminya nungg*ing tanpa sebab." Evan lalu mengelus lembut rambut istrinya, mencoba memberikan pengertian.
"Ya salahnya di mana sih, Bang??" kesal Gisel, kedua matanya yang sudah becek kini berhasil dia tumpahkan. Gisel menangis.
Akan tetapi, kali ini dia menangis bukan air mata buaya, melainkan karena sedih terhadap Evan yang mengatainya tidak waras. Gisel jadi menganggap pria itu sudah tak lagi menyayanginya.
"Kan aku cuma minta Abang buat nungg*ing, bukan minta Abang terbang ke bulan. Memangnya apa susahnya buat nurutin sih, Bang? Akh, Abang memang udah nggak sayang lagi sama aku!!" Gisel langsung bersedekap dan memalingkan wajahnya ke arah lain.
Dia juga jadi teringat saat mengajukan pertanyaan tentang Evan memilih menyelamatkan siapa, karena sudah jelas, bahwa sekarang rasa cinta dan sayang Evan kepadanya sudah berkurang. Gisel yakin itu.
"Astaghfirullahallazim ...." Evan mengelus dada, masih mencoba untuk bersabar menghadapi semuanya. Hari ini dia benar-benar tak ingin berselisih paham dengan Gisel, apalagi baru semalam mereka memadu kasih penuh dengan cinta dan gairah. Evan selalu ingin rumah tangganya harmonis.
"Ya udah, ya udah. Aku nungg*ing nih, biar kamu nggak ngambek lagi. Maafin aku juga, ya, kalau ada salah kata." Evan mengecup lembut kening Gisel, lalu berbalik badan dan langsung menungg*ing.
Meski merasa aneh, tapi dia tetap melakukannya.
Gisel dengan cepat mengusap pipinya yang basah, lalu menatap ke arah depan, tepat di mana bokong Evan berada.
Ada satu titik dimana sorot mata Gisel tertuju, yakni pada lubang keriput Evan.
Namun, baru saja Gisel memerhatikannya dan mencoba membandingkan dengan foto yang dia ingat-ingat sempat dicari di internet, Evan secara tiba-tiba merubah posisinya untuk kembali berdiri tegak.
"Kok udahan nungg*ngnya, Bang? Aku belum selesai mengamati lubang pantaat Abang!" kesal Gisel, lalu menyentuh kedua bokong Evan berusaha membuatnya kembali menungg*ing.
Namun, bukannya berhasil, Evan justru langsung menarik Gisel dan membawanya keluar dari kamar mandi.
Perempuan itu tampak bingung dengan apa yang dilakukan Evan, apalagi melihat wajahnya sudah memerah seperti menahan sesuatu.
"Yang penting tadi aku udah nungg*ing buatmu, Yang, walau sebentar. Tapi sekarang aku jadi mules, kepengen berak," kata Evan memberitahu dan langsung mengeluarkan gas beracunnya.
Duuuuttt!!
"Iiihh Aabang!!" pekik Gisel segera menutup hidung. Sementara Evan langsung masuk lagi ke dalam kamar mandi dan menutup pintunya secara kasar karena terburu-buru.
Brrakkk!!!
"Iiihh nyebelin!!" Gisel mengeram kesal.
Bukan hanya karena dikentutin Evan, tapi karena dia juga belum puas memerhatikan lubang pantaatnya.
Gisel jadinya belum berhasil menemukan jawaban, benar tidaknya kalau pria itu masih perjaka. Bahkan dia juga belum sempat meraba area keriputnya itu.
*
*
*
Dengan perasaan kesal, Gisel mau tidak mau menuruti permintaan Evan. Yakni check out dari hotel dan diantar Evan pulang ke rumah.
Namun, bukan Gisel namanya kalau tidak mempunyai ide.
Selanjutnya, dia akan berencana mengikuti Evan bekerja, setelah pria itu mengantarkannya pulang.
"Aku berangkat kerja dulu ya, Sayang. Kamu jangan ke mana-mana, ya, hari ini. Di rumah saja, oke?" pinta Evan berpamitan, lalu mengecup lembut kening Gisel.
"Iya, Bang." Gisel mengangguk.
Keduanya kini sudah sampai di depan rumah, dan tak lama Umi Mae keluar menghampiri mereka.
"Kalian udah pulang? Kok pagi-pagi banget, Nak?" tanya Umi Mae dengan senyuman hangat di bibirnya. Evan mengangguk, segera dia mencium tangan Umi Mae dan selanjutnya Gisel pun melakukannya.
"Iya, Umi. Soalnya aku mau langsung berangkat kerja. Aku titip Gisel, ya, kalian berdua di rumah aja. Jangan ke mana-mana."
"Iya, Nak." Umi Mae mengangguk, lalu mengelus puncak rambut anaknya. "Kamu hati-hati dijalan."
"Iya, assalamualaikum."
"Walaikum salam," jawab Umi Mae dan Gisel berbarengan.
"Eh, Bang Evan! Tunggu, Bang!" seru Avi yang berlari menghampiri, membuat pergerakan tangan Evan yang hendak membuka pintu mobil terhenti.
"Yaaa ... kenapa, Vi?" tanya Evan seraya menoleh. Sementara Gisel, langsung memberikannya tatapan sengit.
"Bang Evan pasti mau berangkat kerja, ya? Boleh nggak aku nebeng, soalnya searah dengan rumah temanku."
"Nggak boleh!!" teriak Gisel cepat dan langsung mendorong tubuh Avi, membuat perempuan itu tersentak dan memundurkan langkah.
"Ya Allah, Nak!" Umi Mae merasa terkejut, melihat apa yang Gisel lakukan, karena tindakannya terlihat cukup kasar.
"Taksi banyak, ojeg juga banyak! Jadi ... nggak perlu kau meminta nebeng pada suamiku! Dasar perempuan gatal!" umpat Gisel dengan mata melotot.
...Cie elah cemburu nih, yee 😆😆...
jadikan ini sebuah pelajaran berharga didalam kehidupan bang evan, ternyata berumah tangga itu butuh ketulusan hati, cinta dan kepercayaan, jika didasari dengan kebohongan apalagi sampai ingin melenyapkan itu sudah keterlaluan
buat kak Rossy semangat 💪, jujur aku suka ceritanya kak, seru buatku, malah selalu nunggu up tiap hari
alurnya itu unik dan bikin penasaran cuman pas up pendek banget thor🥲
sabar bang Evan masih ada Risma yang setia menunggu
jangan cepat ditamatin 😭